抖阴社区

                                        

"Kalau aku bilang gak berarti aku bohong."

"Apa Jeongin gak bakalan di maafkan lagi?"

"Menurut kamu?"

Jeda sejenak, "Mungkin enggak, sampai kapanpun." Gumam si manis.

Grep

"Aku bakal maafin kamu, asal kamu mau ngubah semuanya."

Jeongin dapat merasakan kehangatan melingkupi tubuh kecilnya. Aroma maskulin yang menenangkan tercium samar, membuat saraf-saraf di tubuhnya mengendur kala merasakan kenyamanan yang nyata. Hyunjin memeluknya dari belakang.

Jika ini mimpi tolong jangan biarkan Jeongin bangun. Dia rela tidur untuk selamanya asalkan tetap seperti ini.

"Kak,"

"Aku punya penawaran buat kamu. Lupain semua masalah yang pernah terjadi. Ayo mulai dari awal, mulai dengan sesuatu yang jelas dan gak terasa menyimpang. Ayo jadi adik kakak yang sewajarnya. Aku bakal sayangin kamu selayaknya kakak, dan kamu bisa minta perhatian ke aku selayaknya adik. Cuma itu Je, kamu pasti bisa kan? Itu gak berat buat kamu kan?" Bisik Hyunjin di telinga sang adik. Kedua lengan yang melingkupi tubuh kecil Jeongin mengendur, namun tetap pada posisinya.

Pria manis berbehel itu terdiam. Tak tahu harus membalas apa. Bibirnya kelu dan hatinya berdenyut kuat. Pun pikirannya gamang, seluruh badannya kaku hanya untuk sekedar memberi respon.

Haruskah dia menyanggupi tawaran Hyunjin? Haruskah dia mengorbankan perasaan yang sudah lama ada mati dan membusuk begitu saja?

Membunuh perasaannya, maka sama saja dengan membunuh Jeongin sendiri. Sejak awal Jeongin sudah bilang, satu-satunya alasannya untuk bertahan hanya karena Hyunjin.

Jika perasaannya sudah ditepis kuat bahkan sebelum sampai pada tempatnya, lantas untuk apa lagi dia harus berjuang?

Jujur Jeongin lelah, dia lelah memperjuangkan perasan untuk orang yang bahkan tidak pernah peka dengan perasaannya, tidak sedikitpun.

Apakah menyerah adalah pilihan terbaik? Bukankah dia tetap bisa memiliki Hyunjin? Hanya saja mungkin status mereka akan jelas mulai dari sekarang. Sebagai sepasang kakak adik.

"A-akuㅡ" Jeongin tergagu, masih takut untuk memutuskan langkah apa yang harus dia ambil.

"Cukup bilang 'ya' Jeongin, sesimple itu." Nada Hyunjin membujuk. Pria itu menarik tubuh di depannya semakin dalam dan mengabaikan punggung Jeongin yang mulai bergetar pelan.

"Y-ya. Demi kak Hyunjin, m-mulai sekarang aku bakalan buang semua perasaan itu. Maaf kak, maaf Jeongin udah jadi adik yang gak bener. Maaf, hiks.. maaf, aku salah." tangisnya pecah, air matanya tumpah, bibirnya dia gigit kuat hingga memerah di antara keremangan malam. Sebisa mungkin Jeongin meminimalisir getaran pada tubuhnya.

Entah kenapa, alih-alih lega, Jeongin justru merasa sakit, sangat sakit hingga mungkin bisa meledakkan seluruh persendian tubuhnya. Mungkin sangat berlebihan, tapi sungguh bukan bualan jika luka hati bisa lebih sakit dari luka fisik jenis apapun. Jeongin tak merasa tersembuhkan, justru dia merasa semakin hancur.

Keputusannya bukan menjadi obat untuknya, melainkan racun ganas yang sangat mematikan. Menggerogoti asa lemahnya secara perlahan, mengambil semangat hidupnya sedikit demi sedikit, dan mungkin akan melumpuhkannya di kemudian hari.

"Ssstt, Jangan nangis, keputusan kamu udah benar." Hyunjin membalikkan tubuh sang adik untuk menghadapnya.

Di balik remangnya cahaya, dia dapat melihat semu merah diwajah adiknya, tanda anak itu menahan tangisnya terlalu kuat. Mungkin Jeongin akan mendapatkan sakit kepala di pagi hari karena hal itu.

QUERENCIA ? HyunJeongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang