抖阴社区

Chapter 8 : Reason

Mulai dari awal
                                        

"Baiklah tidak ada yang perlu di permasalahkan. Selesai mengurus urusan disini, kita bisa langsung pindah." Jenderal Adnan mengakhiri pembicaraan tentang kepindahan.

"Amanda, apa kau sudah menceritakan Riana?" Jenderal Adnan bertanya pada istrinya.

"Tidak banyak." Jawab Amanda.

"Brianna, karena kami bertanggung jawab atas kehidupanmu sekarang, kami tidak ingin terjadi hal buruk padamu." Jenderal Adnan berbicara pada Brianna.

Amanda menggeleng lemah, berharap Jenderal Adnan tidak menceritakan sekarang pada Brianna.

Brianna mengernyit ketika Jenderal Adnan dan Amanda seperti menyembunyikan sesuatu darinya.

"Jangan sekarang, Pa." Amanda tidak ingin Brianna berubah pikiran, membuat Brianna mengurungkan niat untuk bergabung menjadi keluarga mereka.

Jenderal Adnan menepuk-nepuk punggung tangan Amanda. "Harus sekarang, ini juga untuk keselamatan Brianna."

"Ada apa, Jenderal?" Tanya Brianna penasaran.

"Aku akan menceritakan penyebab putriku Rianna meninggal." Ujar Jenderal Adnan.

Brianna mengangguk, ia memang penasaran kenapa Rianna putri Jenderal Adnan dan Amanda bisa meninggal.

Flashback.

Kaki kecil Riana berlari sekencang mungkin setelah berhasil meloloskan diri. Beberapa penculik terlihat mengejar Riana.

"Berhenti!!!" Teriak salah satu penculik sembari mengejar Riana.

Sepulang sekolah saat menunggu jemputan sopir, tiba-tiba Riana di culik orang beberapa orang tidak dikenal.

Sudah 1x24 jam Riana berada di tangan penculik itu. Ia mengelabuhi mereka dengan berpura-pura ingin buang air besar. Saat mereka lengah, Riana berhasil keluar dari tempat penyekapan itu. Tapi para penculik menyadari, dan sekarang terjadilah kejar-kejaran.

Jalan raya sudah terlihat di depan sana, Riana semakin bersemangat untuk mencari pertolongan.

Para penculikpun tidak ingin targetnya lolos, ada yang mengejar Riana dengan motor dan ada yang berlari.

Riana menghampiri seorang pejalan kaki, "Boleh aku meminjam ponsel?"

"Ya." Lawan bicara Riana memberikan ponsel.

Riana mengirim pesan pada papanya, berharap papanya segera menolongnya.

Riana menoleh ke belakang, "Tolong telepon pihak berwajib. Aku di culik." Riana mengembalikan ponsel pada pemiliknya, ia melanjutkan pelariannya karena para penculik semakin dekat.

Pemilik ponsel itu kebingungan.

"Dia anakku yang kabur. Jangan percaya ucapannya." Salah satu penculik berbicara pada orang yang baru saja berinteraksi dengan Riana.

Riana kembali berlari sejauh mungkin menghindari penculik itu.

Jenderal Adnan yang gusar akan hilangnya Riana akhirnya mendapat jawaban. Ia sudah mengerahkan banyak orang untuk mencari keberadaan Riana tapi tidak membuahkan hasil. Rekaman cctvpun tidak berguna karena para penculik itu tidak memasang plat nomor kendaraan yang dipakai saat kejadian.

Setelah mendapatkan pesan dari Riana ia bergegas menuju tempat yang di kirim Riana.

"Pa, aku ikut." Amanda berujar masih dengan lelehan air mata. Sedari kemarin tiada hentinya ia meneteskan air mata karena khawatir atas hilangnya Riana.

"Kau dirumah saja, Amanda. Aku berjanji akan membawa Riana pulang dengan selamat." Jenderal Adnan melarang istrinya untuk ikut.

Amanda menunggu di rumah sambil terus berdoa supaya putri semata wayangnya pulang tanpa terluka sedikitpun.

Tidak butuh waktu lama, Jenderal Adnan dan beberapa anggotanya sampai di lokasi. Jenderal Adnan meminta mereka menyebar untuk mencari keberadaan Riana.

Dari keberadaannya, Riana melihat beberapa orang berseragam militer. Riana tampak lega papanya datang tepat waktu. Ia berlari sambil menoleh ke belakang, penculik itu masih berusaha mengejarnya.

Sedikit lagi.

Bunyi klakson terdengar memekakkan telinga saat Riana menyebrang ingin menghampiri anggota berseragam militer itu. Belum sempat menghindar, tubuh Riana sudah di hantam oleh sebuah mobil.

Riana melayang dan terhempas ke aspal dengan keras, ia merasakan anggota tubuhnya seperti terlepas dari posisinya sungguh terasa sakit, darah mengalir deras dari kepalanya dan kini ia merasakan ajal akan segera menjemputnya.

Jenderal Adnan berharap itu bukan putrinya. Ia berlari sekencang mungkin untuk menghampiri korban kecelakaan barusan.

Tepat di depan mata Jenderal Adnan, putrinya tercinta dalam keadaan mengenaskan saat ini. Darah mengalir deras dari kepala, wajah Riana pun sudah tidak terlihat jelas karena di selimuti darah.

Jenderal Adnan berjongkok di dekat Riana. Dadanya berdenyut nyeri bagaikan tertimpa benda berat yang tak kasat mata, begitu sakit melihat kondisi putrinya.

"Bertahanlah, Riana." Jenderal Adnan mengusap wajah Riana, ia meneteskan air mata. Jenderal Adnan tidak menyembunyikan kesedihannya.

"Papa." Ujar Riana dengan lirih.

"Semoga papa dan mama bahagia selamanya." Itulah kalimat terakhir yang diucapkan Riana sebelum ajal menjemput.

Tangan Jenderal Adnan mengepal sempurna, air mata tidak hentinya mengalir membasahi wajahnya. Ia merasa gagal menjadi pelindung untuk putrinya.

Para penculik itu tertangkap, anggota Jenderal Adnan tidak langsung menyerahkan mereka pada pihak berwajib, mereka akan terlebih dahulu menjadi samsak tinju.

Hari itu adalah hari terburuk untuk Jenderal Adnan dan Amanda. Hari dimana putri semata wayangnya, putri yang mereka sayangi sepenuh hati meninggalkan dunia ini selama-lamanya.

Brianna memeluk Amanda yang sedang terisak. Amanda tidak dapat menguasai diri jika di ingatkan dengan kejadian itu.

Jenderal Adnan pun tidak jauh berbeda, matanya berkaca-kaca, Riana menghembuskan napas terakhir di hadapannya. Hal itu masih begitu membekas di ingatannya.

Jenderal Adnan berdehem, "Aku bukan orang biasa, Brianna. Mungkin ada orang yang iri terhadap pencapaianku, atau berusaha memanfaatkan posisiku melalui orang terdekatku."

Brianna mengangguk, ia memahami maksud perkataan Jenderal Adnan.

"Setelah kau bisa berjalan normal, aku ingin kau berlatih bela diri dan hal lainnya untuk perlindungan diri. Aku tidak ingin kejadian Riana terulang lagi." Jenderal Adnan berkata pada Brianna.

"Saya bersedia, Jenderal." Jawab Brianna dengan kesungguhan. Benar, itu untuk perlindungan dan keselamatan diri untuk menjalani masa depannya, tentu Brianna menyambut baik permintaan Jenderal Adnan.

Amanda pikir Brianna akan takut lalu mengurungkan niat untuk hidup bersamanya dengan suaminya. Tapi tidak, Brianna justru menyambut baik keinginan suaminya barusan.

Cerita ini murni hasil pemikiran sendiri, biar penulis makin encer mikirnya jangan lupa berikan dukungannya. Kalau malas coment, vote saja cukup.

Vote gak butuh waktu lama. Gak lebih dari 5 detik kok, bukan hal sulit...jadi jangan hanya menikmatinya tapi hargai juga jerih payah penulisnya ya ☺️

Terima kasih. Sehat dan bahagia selalu untuk kalian.... 😉

Double BTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang