Sementara faktor internalnya adalah banyak staff yang kemudian memilih untuk keluar karena gaji yang mereka dapatkan dirasa tidak cukup. Alhasil Dandelions Hotel kekurangan banyak sekali sumberdaya yang menyebabkan pelayanan jadi kurang maksimal."
Sambil mendengarkan, Mita menulis beberapa catatan di buku jurnal-nya. Ia tampak sangat serius. Tentu saja. Tanggung jawab yang harus ia emban sangatlah besar. Mita tidak bisa bekerja secara asal-asalan.
"Oke, jadi kesimpulannya, yang perlu diperhatikan dalam kasus Dandelions Hotel adalah memperbaiki sistem keamanan untuk mendapatkan kepercayaan tamu serta menambah sumberdaya manusia, begitu?"
"Betul, Bu Mita," jawab Ashraf. "Terkait sistem keamanan sebenarnya sudah menjadi PR besar sejak beberapa tahun yang lalu. Namun, sayangnya Chief Security Officer sebelumnya tidak bisa menyelesaikannya. Sehingga..."
Ashraf menggantung ucapannya sesaat dan beralih pada Bram yang sama seriusnya dengan Mita, "Ini akan menjadi PR besar untuk Pak Bram selaku Chief Security Officer yang baru."
Bram menjadi pusat perhatian seisi ruang rapat. Pria itu mengangkat pandangan dari kertas-kertas di hadapannya.
"Tentu, tidak masalah. Saya akan mengevaluasi bagaimana sistem keamanan di sana sejauh ini. Baru setelahnya menyusun beberapa strategi yang nantinya mungkin bisa diterapkan," ujar Bram.
Pria itu kemudian melanjutkan pendapatnya seraya membalas tatapan Mita yang memperhatikan dengan sangat jeli, "Tragedi bom itu terjadi 5 tahun yang lalu. Harusnya pengawasan terhadap apapun yang masuk ke dalam hotel sudah diperketat dan staff keamanannya sudah harus terlatih dalam menangani ancaman bom ataupun ancaman lain yang bisa membahayakan orang banyak."
"Lalu, bagaimana cara meningkatkan kepercayaan tamu ketika sistem keamanannya sudah dibenahi?" Putra Adiswara tiba-tiba saja menyeletuk. Tatapannya mengarah pada Mita, "Mungkin, CEO baru kita punya strategi yang bagus?"
Kini, pusat perhatian berganti menjadi Mita. Meski sebenarnya gugup, gadis itu lebih memilih untuk fokus memikirkan beberapa strategi yang bisa diterapkan. Sesuai pertanyaan Putra barusan.
"Bagaimana dengan campaign bahwa hotel kita sudah memenuhi standar keamanan paling eksklusif? Kita bisa meng-highlight testimoni tamu terkait keamanan hotel kita di urutan paling atas, sehingga testimoni terkait keamanan bisa menjadi hal pertama yang dilihat calon tamu saat membaca ulasan," jelasnya, menatap keseluruh peserta rapat.
"Kita tidak mungkin menambah jumlah personel keamanan, karena revenue mereka juga tidak stabil, kan? Kita bisa memanfaatkan sumberdaya yang ada untuk mengikuti pelatihan keamanan bersertifikat, terutama mengenai penanganan ancaman teror bom atau teror lainnya. Atau jika memungkinkan, melakukan pembaharuan merk bisa dilakukan untuk memberikan kesan yang baru dan fresh untuk calon tamu kita."
Diskusi terus berlanjut, melahirkan banyak sekali tugas yang menjadi catatan penting untuk Mita dan juga Bram. Sekitar 3 jam setelahnya baru mereka bisa keluar dari ruang rapat tersebut, bersamaan dengan jam makan siang.
"Bagaimana kalau kita makan siang bersama?"
Putra mengajak Bram dan Mita ke salah satu cabang Royal Crown Hotel yang dekat dengan kantor Wara Hotel & Resort Management. Satu ruang VVIP telah dipersiapkan untuk mereka. Ashraf yang mengatur itu semua.
Seorang pelayan mengantar mereka menuju ruangan tersebut. Mita dan Bram berjalan bersisian sementara Putra di depan dan Ashraf mengekor di belakang.
Kecanggungan di antara keduanya begitu kental. Jika boleh jujur, Mita benci suasana seperti ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
4 Billion's Game [ C O M P L E T E ]
RomanceKetika nominal empat miliar rupiah membuatmu mempermainkan kesakralan sebuah pernikahan. Ketika nominal empat miliar rupiah membuatmu rela kehilangan kehormatan demi mendapatkan hak yang sudah sepatutnya kamu dapatkan. Ketika nominal empat miliar ru...
:: Bab XI ::
Mulai dari awal