抖阴社区

:: Bab XIX ::

Mulai dari awal
                                    

Putra memaparkan poin yang terlewat oleh Mita itu dengan sangat fasih. Dia terlihat sangat menguasai surat perjanjian tersebut.

Sikap Putra yang tenang pun berbanding terbalik dengan Mita yang seketika merasa resah. Keringat dingin langsung membasahi telapak tangannya. Gadis itu reflek menjatuhkan kertas yang dibacanya begitu saja.

"Kamu tentu tidak akan memiliki anak tanpa menikah, kan, Mita?" ejek Putra, ditemani seringai yang dibentuk oleh sudut bibirnya.

"Tapi—"

"Kamu sudah menandatanganinya. Dan itu tandanya, kamu sudah menyetujui semua hal yang tertulis di dalam surat tersebut. Tidak ada sanggahan ataupun penolakan." Putra menyela dengan cepat. "Kamu mau menyesalinya? Sudah terlambat, Mita."

Putra mengerti dengan baik bagaimana cara mematikan lawan bicaranya. Karena kelakuannya tersebut, kegelisahan Mita semakin menjadi meski gadis itu sudah menahannya semaksimal mungkin. Mita membisu karenanya.

Putra sempat memeriksa waktu yang tertera pada jam tangannya sebelum mendaratkan tepukan hangat di pundak Mita. Sebuah gimik.

"Papa harus pulang. Ini sudah waktunya Papa minum obat. Kamu kembali ke kantor dengan hati-hati, ya."

"Tapi, kenapa harus dengan Bramasta?"

Putra tidak sedikitpun membalikkan tubuh. Membuat Mita terpaksa berhadapan dengan punggungnya.

"Kenapa harus Bramasta? Mita yakin, Papa tidak akan melupakan apa yang sudah dia perbuat. Dan Papa mau menikahkan aku dengan orang seperti dia?"

"Jangan memandang dia sebelah mata, Mita."

"Kalau Papa bisa menjelaskan alasan yang masuk akal kenapa Papa bisa begitu mempercayai Bramasta, Mita tidak akan seperti ini."

"Jadi, kamu perlu alasan yang masuk akal?"

Kini, Putra sudah memutar sedikit tubuhnya. Menatap sang putri sulung melewati pundak.

"Itu karena kalian memiliki tujuan yang sama, Mita. Ingat?"

Kata-kata Bram tempo hari merangsek keluar dari lemari ingatan Mita.

"Daripada bersaing, mengapa kita tidak bekerja sama? Tujuan kita sama, bukan? 4 miliar yang seharusnya menjadi hak kita."

Mita tak bisa mengeluarkan sepatah katapun. Bagaimana bisa ia dihadapkan oleh dua orang yang sama-sama menggunakan ikatan sakral pernikahan sebagai ajang untuk meraih tujuan material seperti uang dengan nominal 4 miliar?

"Jadi, silahkan pikirkan kembali. Kamu sudah sejauh ini, Mita. Apakah kamu bersedia merelakan harta warisan bagianmu dan Warna hanya karena menolak menikah dengan Bramasta?" bujuk Putra.

"Bahkan, kamu harus mengembalikan semua uang yang sudah Papa keluarkan untuk kamu, Mamamu, dan juga Warna kalau kamu mengkhianati isi surat perjanjian itu."

Debaran di dada Mita begitu hebat. Kalau begitu konsekuensinya, bagaimana ia bisa bertahan hidup?

Belum genap sebulan ia bekerja. Ia juga belum punya cukup tabungan untuk kembali ke kehidupannya yang semula.

Kebahagiaan yang terpancar dari raut Anggi dan Warna semenjak kehidupan mereka berubah pun bergentayangan di dalam kepala Mita. Mita ingin melihat mereka bahagia lebih lama. Kalau Mita salah ambil keputusan, maka ia harus siap melihat orang-orang yang ia sayang kembali sengsara.

"Tapi, pernikahan itu bukan sebuah permainan, Pah."

"Terserah apa katamu, Mita. Yang jelas, Papa hanya mau kamu menerimanya. Kalaupun kamu kekeuh menolak, silahkan terima akibatnya."

4 Billion's Game [ C O M P L E T E ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang