抖阴社区

:: Bab LXV ::

Mulai dari awal
                                    

Mengalihkan perhatian, seorang pria lain pun mengajukan pertanyaan, "Jadi, anda mempelajari tentang perusahaan kami?"

"Informasi umum perusahaan bukan sesuatu yang sulit untuk ditemukan. Saya bisa mempelajarinya dengan mudah."

"Apa saja yang anda ketahui tentang perusahaan kami?"

"Fakta bahwa perusahaan ini membantu pembangunan desa tertinggal di pelosok dari hasil keuntungan properti hotel dan resort serta pendapatan pabrik supplies untuk keperluan operasional hotel di Indonesia."

"Darimana anda tahu tentang itu? Itu terjadi sudah cukup lama dan pemerintah sudah mengambil alih pembangungan desa tersebut."

"Pemerintah takut kalah saing dengan perusahaan ini sehingga mereka membuat tuduhan bahwa Wara Group memanfaatkan kepercayaan warga supaya desa itu bisa digunakan untuk proyek pembangunan hotel baru. Kalau ditanya bagaimana saya bisa mengetahuinya, itu karena saya... salah satu orang yang berhasil hidup sejahtera di sana setelah Wara Group datang."

"Maksudnya... anda-"

"Saya lahir dan dibesarkan di desa tersebut dengan berbagai macam ketertinggalan. Namun, setelah Wara Group datang untuk membangun kembali desa tersebut, rumah saya bisa mendapat aliran listrik, sumber air yang bersih, bahan makanan terjamin, dan kesempatan mengenyam pendidikan setinggi-tingginya."

Ashraf lantas meniti fokus pada pria yang duduk di tengah, yang sejak tadi tidak banyak bersuara dan terus memperhatikannya dengan seksama.

"Maka dari itu, saya ada di sini sekarang untuk mengabdikan diri kepada orang yang telah berjasa mengubah kehidupan saya."

Ia membungkuk selama beberapa detik, menunjukkan penghormatannya pada pria dengan papan nama bertuliskan 'Chief Executive Officer & Owner - Putra Adiswara'. Lalu bergerak mendekati meja pria itu untuk meletakkan sesuatu di atasnya.

"Anda bilang, saya harus menyelesaikan pendidikan saya dengan baik untuk bisa mengembalikan pulpen ini kepada pemiliknya."

Itu adalah sebuah pulpen yang tintanya sudah habis. Semua orang di sana pun tampak kebingungan dengan apa yang Ashraf lakukan.

Putra, sang penerima benda itu, tidak banyak bereaksi kecuali mengenang apa yang pernah terjadi. Ia mengambil pulpen tersebut, dimana cat pada bagian tubuhnya sudah mengelupas.

Dulu, ketika ia meninjau langsung proses pembangunan desa tertinggal tersebut, ia bertemu seorang anak remaja yang duduk sendirian di tepi sungai. Dia membawa satu buku tulis yang sudah kotor dan pensil yang ukurannya hanya satu ruas jari kelingking.

Kendati demikian, pemuda itu tetap menggunakan pensilnya untuk mengerjakan PR hukuman karena telat masuk kelas. Jika bukan untuk membantu Ibu-nya mencari sayuran untuk dijual agar bisa makan, ia pasti bisa datang tepat waktu dan tidak perlu dihukum seperti itu.

Putra pun meminjamkan pulpen favorit yang menjadi jimat keberuntungan tiap ia menandatangi kontrak kerjasama. Pesan yang ia sampaikan persis seperti apa yang Ashraf katakan barusan.

"Jika saya bisa diterima di sini, saya akan mengabdikan diri saya bahkan walau saya harus mengorbankan nyawa saya sendiri."

Satu buah keranjang parsel berisi anggur segar diletakkan di atas meja. Derap langkah berbunyi mendekat, sukses memutus ingatan yang kembali bercerita di dalam kepala.

"Sejak kapan Tuan Putra sadar, Nyonya?"

Ashraf bertanya pada Anggi. Tapi, pandangannya tak sedikitpun beralih dari Putra yang tengah menatapnya dengan mata sayu penuh makna.

4 Billion's Game [ C O M P L E T E ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang