抖阴社区

:: Bab - Extra [Epilog] ::

Mulai dari awal
                                    

"Saya bisa dengar, ya, Mas." Anggi tak mau kalah. Aksi saling sindir keduanya memancing tawa dari orang-orang di meja tersebut.

Nesa sebagai salah satu undangan khusus di acara perayaan kembalinya Putra dan Anggi sebagai suami istri malam itu pun terhibur oleh interaksi keduanya. Ia tak melepas pandangan dari pasangan yang tingkahnya tidak jauh berbeda dengan remaja kasmaran tersebut disertai senyum tipis.

Anggi yang menyadari tatapan Nesa lantas mengusap lengan gadis itu, "Kenapa melihat kami seperti itu, Nes?"

Nesa meraih tangan Anggi dan balik mengusapnya dengan lembut. Ia tak ragu untuk melebarkan senyum.

"Nesa senang melihat Tante Anggi sama Om Putra. Kalian serasi sekali."

"Kamu jadi orang ke 153 yang mengatakan itu, Vanesa," sahut Putra lalu tertawa renyah. Nesa pun ketularan pria itu, "Wah, daya ingat Om Putra mengagumkan sekali."

"Dia bahkan bisa mengingat siapa saja pelayan yang memakai dasi dan yang tidak malam ini." Anggi menimpali dengan gurauan lain, menyebabkan Putra mengusap pucuk kepalanya sambil menahan gemas.

Nesa sekedar mengangguk-angguk dan ketika tawanya habis, ia mengalihkan pembicaraan, "Omong-omong, Nesa masih belum mengerti, bagaimana Om Putra dan Tante Anggi selamat dari kecelakaan itu? Nesa pikir, karena Nesa tidak menekan tombol kontrol yang Ashraf siapkan, makannya Om Putra dan Tante Anggi jadi tidak selamat."

Pertanyaan yang satu itu memancing Putra dan Anggi untuk bertatapan satu sama lain. Seolah ada pesan yang dikirimkan dan hanya dimengerti oleh keduanya, mereka mengangguk bersamaan.

Putra menyesap sedikit wine-nya, lalu mulai bercerita dengan tatapan yang mengarah pada sang menantu, Bram.

"SIALAN!"

Kring! Kring! Kring!

Panggilan lain menghentikan Putra dari segala umpatannya. Ia segera mengangkat panggilan tersebut sembari berharap bahwa dewan komisaris mau mempertimbangkan kembali keputusan terkait tuduhan palsu terhadap Mita.

Namun, suara terengah-engah dari sebrang telfon membuatnya mengernyit.

"Anda dimana?"

"Bram? Ada apa? Kamu berhasil menemukan Ashraf?"

"Berhenti dan keluar dari mobil anda sekarang." Bram dan titahnya terlalu membingungkan untuk Putra. Ia benar-benar tak mengerti atas alasan apa Bram memerintahkannya seperti itu.

"Memangnya kenapa?" tanyanya kemudian, disertai rasa penasaran. Bram terdengar tengah mengatur pernapasannya lalu menjelaskan secara singkat dan padat.

"Ashraf memasang bom di mobil anda."

"Apa?!"

Kepanikan yang menyergap Putra turut mempengaruhi Anggi dan Rian yang ditugaskan untuk menjemputnya. Rian yang masih belum tahu ada masalah apa pada mobilnya itu hingga tiba-tiba berhenti, mengintip melalui spion.

"Dia menjebak Vanesa untuk menjadikannya seolah-olah dia yang meledakkan mobil anda. Jadi, cepat turun. Kita hanya punya 20 detik."

"T-tapi...-"

"Turun sekarang!"

Pekikan itu mendesak Putra untuk menuruti perintah Bram. Ia dengan cepat menggandeng Anggi untuk turun dari mobil dan juga memerintahkan Rian untuk meninggalkan mobil tersebut.

Melupakan kursi roda-nya, Putra hanya bisa mengandalkan papahan dari Rian untuk menjauh dari mobilnya yang sudah terdeteksi berbahaya.

Di antara rumput ilalang yang tinggi, mereka mengamankan diri. Masih dengan ponsel menempel di telinga, ketiganya memantau situasi.

4 Billion's Game [ C O M P L E T E ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang