Setelah pergantian direktur, Taruya High School berubah jadi sekolah penuh tekanan dengan organisasi Rangking Umum, HCE, dan ancaman BBO.
Di tengah kekacauan itu, Dion Ravindra hanya ingin hidup normal---namun suara asing dan nama Maheswari yang seh...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kamar 406 terasa senyap. Di dalam, Karin berdiam diri sendirian. Ia menutup tirai rapat-rapat, tidak membiarkan secercah cahaya pun masuk. Tangannya memeluk guling, matanya terlihat sembab menangisi Olivia hampir seharian. Di meja, terlihat berbagai cemilan dan makan siang masih utuh, nyaris tidak disentuh.
"Kalau aku keluar.. Aku yang berikutnya?... Iya, kan? Mereka.. Mulai bergerak, semakin mengerikan."
"Lo tau itu.. Tapi kenapa lo tutup mulut lo terus, hah? Lo nggak pernah kepikiran, tentang nyawa-nyawa yang terbunuh karena ulah mereka?" Terdengar suara gadis berbisik. Ia merasa.. Seorang perempuan berambut lurus panjang, kulit wajah setengah hancur, dan darahnya yang menetes dingin, tengah duduk di sampingnya saat ini.
Karin memejamkan matanya, menutup kedua telinganya rapat-rapat. Kenapa cuman aku.. Kenapa cuman aku yang menderita semua ini?!
"Karin.. Lo denger gue, kan? Gue.. Bukan seorang pelacur.."
Gue nggak mau denger apapun! Kenapa cuman gue yang ngadepin semua ini?! Tolong siapapun itu.. PERGIII!! batin Karin, tangannya gemetar ketakutan, sampai-sampai menangis.
Gadis itu tersenyum, lalu menyeringai. "Hey Karin, BBO.. Para pecundang yang membungkam mulut semua orang! HCE.. Nggak akan pernah memang! SEMUA ORANG AKAN MATI! Cepat atau lambat... Sekolah ini akan terkutuk."
Karin meringis, menahan tangis ketakutan. Untuk sekedar membuka mata pun ia tidak berani, apalagi bersuara. Karin semakin yakin.. Mereka dengan aura negatif yang kuat.. Adalah para korban BBO di masa lampau.
Gadis tadi.. Dia.. Mati terlalu mengenaskan, ya?
"MATI LO, KARIN!"
Karin terperanjat kaget. Ia reflek mendelik, melihat Dion berdiri di depan ranjangnya dengan perut tertikam pisau. Karin terlalu takut, ia langsung berlari keluar kamar. Kakinya lemas, namun sungguh ia tidak tahan dihantui seperti itu. Merasakan auranya saja bikin merinding, apalagi menatap wajahnya.
BIARKAN AKU TENANG! seru Karin dalam hati, berlari sekuat tenaga dengan mata terpejam.
➖🔰➖
Sementara di rooftop, ada Hella dan Evan berduaan di sana. Mereka memandangi cahaya matahari yang mulai naik, meredakan ketakutan yang menghantui perasaaan HCE.
"Evan," panggil Hella, sempat sedikit ragu untuk bersuara, mengganggu ketenangan di antara mereka.
Evan menoleh setengah, matanya tidak sepenuhnya fokus, seolah pikirannya tengah melayang ke mana-mana. "Apa?" tanyanya, nada suaranya datar, namun terdengar lelah.