[END] [ SEQUEL : ON GOING]
Taesan tidak pernah tahu kalau selama ini punya tetangga yang memiliki kepribadian aneh. Dia tidak pernah keluar seperti dunia masih dalam covid era. Suatu hari, berkat adik kecilnya, Yujin. Untuk pertama kalinya, ia berte...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Taesan membuang benda kotak itu di atas ranjang begitu selesai membalas. Ia tengah bersiap-siap untuk latihan untuk kompetisi band yang akan diikutinya. Taesan memiliki band bersama Jaehyun, Sungho dan Riwoo yang terbentuk saat tahun terakhir mereka di sekolah menengah pertama. Ide itu bermula saat Taesan menunjukkan demo lagu pertama yang dibuatnya. Jaehyun gatal ingin menambahkan aransemen dalam lagu itu. Lalu, Sungho dengan iseng memainkan drumnya mengiringi lagu itu dan Riwoo menyanyikan part vocal dengan baik. Dan, BOOM! band tanpa nama itu terbentuk dan berjalan sampai sekarang.
Mereka hanya akan mengikuti kompetisi-kompetisi kecil yang mereka tahu atau sekedar tampil di sebuah cafe atau event. Sejujurnya, mereka hanya suka bermain di depan orang-orang. Taesan sangat menyukai perasaan saat lagunya didengarkan banyak orang. Merupakan sebuah mimpinya untuk menjadi seorang produser musik. Karena itu, tidak peduli apapun keadaannya, dia harus tetap pergi latihan dan mengikuti kompetisi yang berhadiah tidak seberapa itu.
Taesan mengecek kembali kondisi gitar bass kesayangannya sebelum ia masukkan kembali ke tas gitar miliknya. Ia memakai jaket denim yang biasa ia pakai, memasang topi dan masker penutup sampai wajahnya tertutup sempurna.
Untuk apa dia melakukan itu? Yang jelas Taesan masih belum mendapat izin untuk keluar rumah karena kejadian 2 hari lalu saat dia pergi ke rumah sebelah untuk mencari Lee Han malam-malam. Jadi, ayahnya memperpanjang masa penahanannya seminggu lagi.
Sebelumnya, tangga sudah ia tempatkan di dinding dekat jendelanya. Ia melirik jam singkat. Sudah menunjuk pukul 5.45. Sudah saatnya dia beraksi. Sebelum pergi, Taesan mengunci pintu kamarnya. Menyalakan komputernya, memutar playlist lagu lofi di youtube dengan durasi 6 jam. Menaikkan volumenya. Agar orang dirumah mengira dia hanya sedang tidur sambil mendengarkan musik. Seperti yang biasa ia lakukan.
Setelah selesai, a menggendong tas gitar di belakang punggungnya. Memposisikan tangganya agar lebih aman. Ia mulai menuruni anak tangga itu perlahan. Langit sebenarnya masih cukup terang untuk acara melarikan diri. Yang jelas ia tidak perlu takut kalau-kalau polisi akan menangkapnya.
"Akhh." Serunya saat kakinya tidak sengaja menginjak batu kecil. Hampir terjatuh, tapi Taesan punya kemampuan menjaga keseimbangan yang bagus.
Ia menyingkirkan tangga miliknya ke tempat persembunyiannya. Berlari memutar ke belakang. Membuka pagar bagian belakang rumahnya yang biasanya tidak pernah dikunci. Rupanya, hari itu merupakan hari sialnya. Pintu pagar itu terkunci. Bagaimana caranya ia pergi ke rumah Pak Jiho. Dia harus melewati pagar itu untuk kesana.
"Ah, sial!" Taesan mengambil handphonenya untuk menghubungi temannya. Saat tanganya sibuk mengetik dengan panik. Sebuah tangan menyentuh bahunya dari belakang. Membuatnya mematung dingin.
"Mau kemana, pencuri?"
Taesan kenal suara itu. Ia berbalik badan dengan cepat tidak ingin disalahpahami. "Hei, ini aku. Taesan" Ia membuka sedikit maskernya.