Setelah pergantian direktur, Taruya High School memperkenalkan tiga sistem yang akan mengubah sekolah ini selamanya.
1. Rangking Umum THS,
2. High Class-Eradication (HCE),
3. Ancaman misterius dari Blood Bell Organization (BBO).
Di tengah tekana...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Apa?" Langit terlihat bingung dan tidak mengerti.
"Oh, jadi lo semua nggak tau?" Evan lantas tertawa kecil dengan senyum miringnya. "BODOH BANGET LO SEMUA! UDAH SERING GUE BILANG, SEKOLAH INI BOBROK! DIREKTUR DI SINI MUNAFIK! EGOIS DAN NAIF! SEKALI LAGI GUE LIAT ADA YANG BELA DIREKTUR, GUE PASTIKAN LO BAKAL MATI DI TANGAN GUE!"
Siswa-siswi di kelas XI-A pun terdiam. Bu Zian sudah lama pergi ke ruang guru karena tidak mau melihat pertikaian yang disebabkan anak-anak HCE. Guru-guru biasa tidak diperbolehkan untuk melerai HCE selain Bu Sheryyl, direktur dan Pak Hendra.
Evan menarik kerah baju Dion. "Heh, derajat lo itu lebih rendah dari gue, bego. Mulai sekarang dan seterusnya, nggak usah belagak seperti lo yang paling berkuasa!" tekan Evan dengan nada dingin pada Dion.
Dengan melepaskan tarikkannya pada kerah baju Dion, ia kembali mengolok Dion. "Nih, bapaknya dia cuma seorang pemulung. Terus, dengan sok-nya dia terang-terangan membela direktur baru THS yang jelas nggak adil ini!
"Iya gue tau, gue emang nggak tau apa-apa tentang masa lalu dia, gue emang nggak tau hubungan dia sama siswi Maheswari itu apa, karena emang gue sama sekali nggak peduli. Jadi, sekarang gue tanya, SIAPA YANG BERANI BELA CECUNGUK SIALAN INI, HAH?!" Evan menudingkan jari telunjuknya pada Dion yan duduk dengan kedua tangan di samping menopang tubuhnya yang baru saja ditarik kerah bajunya.
Evan berbalik badan membelakangi Dion, untuk menghadap Samuel. "Sam, lo itu leader, harusnya lebih paham sama orang kayak dia. Keluarin dia dari HCE, Sam. Cuma lo yang bisa."
Permintaan Evan hanya direspon oleh keheningan dari suasana di kelas XI-A ini. Samuel tanpa ekspresi tidak menjawab dan hanya menatap Evan dengan tajam.
Sejujurnya, hari ini Evan sudah bersikap lumayan berlebihan. Dion tidak masalah jika Evan mengolok dirinya, akan tetapi mengapa harus membawa-bawa profesi ayahnya sebagai pemulung lalu mengejeknya? Toh, yang terpenting adalah pekerjaannya halal 'kan?
"Anak ini nggak pantes hidup. Dia pantes mati ditumpukkan sampah seorang pemulung." Evan tertawa kecil dengan wajah tanpa dosa pada Samuel dan Tata yang berada di depannya.
Di sela semua itu, membuat semua siswa-siswi terkejut, Dion memukul Evan dengan kursi yang ia angkat diam-diam di belakang Evan.
BUGH!
Suara dari pukulan kursi pada punggung dan kepala Evan terdengar keras serta menyakitkan.
Dion tertawa kecil dengan smirk langka yang jarang ia tampilkan di depan umum "MAMPUS! MAKAN ITU, DASAR BAJINGAN RENDAHAN YANG BIASANYA MENGEJEK PEKERJAAN ORANG TUA!" Dion dengan nada dingin dan tatapan setajam silet pada Evan yang kini tergeletak di atas lantai.