➖🔰➖
HCE berkumpul di ruang UKS selepas menggotong Evan karena kepalan mengucur darah seusai terkena pukulan mematikan dari tenaga keras Dion. Sementara Dion sendiri tidak ikut pergi ke UKS
"Aihh, gue harus kasian sama siapa ya? Dion diolok-olok tapi dia ngeselin karena membela direktur. Evan dipukul sampai berdarah begini, tapi dia juga nyebelin karena orangnya emosian banget." Farhan terlihat prustasi sembari memijat pelipisnya.
"Tapi yang tadi itu lain, Han. Baru kali ini gua liat Dion berani main tangan. Apa itu karena Evan ungkit pekerjaan bokapnya ya?" Langit menyilangkan kedua tangan depan dada, ia terlihat berfikir keras sembari bersandar pada tembok dekat pintu UKS.
"Jangan penasaran dengan urusan orang lain. Gua mau minta, kalian waspada sama sekitar, lonceng itu bisa berbunyi kapan aja," pesan Samuel dengan sikap bijaknya yang selalu melekat pada namanya.
"Oke oke," Farhan menyahut. "Kalau begitu, gua keluar dulu ya. Mau ke kantin."
Samuel menganggukkan kepalanya mengizinkan Farhan. "Hati-hati ya, Han," pesan Samuel.
"Pasti dong." Farhan menaruh kedua tangannya di pinggang sembari tersenyum lebar.
Farhan pun kini berjalan keluar UKS meninggalkan HCE yang tengah berkumpul seusai menggotong Evan yang pingsan ke UKS ini.
➖🔰➖
Tatkala Farhan tengah berjalan di lorong menuju ke kantin, suasana di lorong terlihat lumayan sepi. Padahal, biasanya lorong ini ramai dilalui murid-murid. Entah mengapa sekarang malah sepi seperti sedang berada di Minggu.
"Tumben. Kok sepi banget dah?" tanya Farhan pada dirinya sendiri. Pemuda itu langsung mengecek jam pada jam tangan yang ia kenakan di pergelangan tangan kirinya. "Harusnya mah jam segini puncak ramainya. Kenapa sepi yak?"
"Apa semuanya langsung pada balik karena liat pertengkaran Dion sama Evan tadi?" Farhan bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Farhan tertawa kecil. "Lagian sih, anak pemulung gayanya setinggi langit. Dia pikir dia siapa? Ngapain pakai acara paling berkuasa segala."
"Lama-lama gue bunuh anak itu sekarang juga nih, ah elah ngeselin banget dia!" gerutu Farhan sembari berjalan di lorong. "Songong, belagu, padahal cuma anak pemulung. Ayahnya bodoh sih jadi nggak ngajarin anaknya dengan bener tuh."
Farhan terus menggelengkan kepalanya yang terasa sedikit pusing dan berkunang-kunang. Rasanya, ia seperti mendengar bunyi lonceng yang berbunyi sebanyak dua kali di sekitarnya. Akan tetapi, ia menyangkal, dan beranggapan bahwa bunyi lonceng itu adalah khayalannya semata.
Di tengah Farhan yang kebingungan dengan suasana sepi di lorong yang ia lalui ini, tiba-tiba kerah bajunya ditarik ke belakang. Tentu Farhan terkejut bukan main dan spontan melihat siapa yang menarik kerah bajunya itu.
Seorang pemuda yang menarik kerah baju Farhan dengan hoodie hitamnya mulai berucap. "Lo---"
Ucapan pemuda itu terhenti kala tiba-tiba dirinya terasa mual dan ingin memuntahkan sesuatu.
Tentu itu membuat banyak tanda tanya dalam benak Farhan. D-dia...
Dengan bertekuk lutut, pemuda hoodie hitam itu memuntahkan darah dari mulutnya.
Farhan dengan wajah yang masih syok karena melihat seseorang muntah darah di depannya lantas berjongkok dan menanyakan keadaan pemuda itu. "Pe-permisi? Lo sehat 'kan? Kenapa muntah darah dah? Lo sakit apa? Ini penyakit lo lagi kambuh kah? Mau dianterin ke rs nggak?"
Pertanyaan Farhan sama sekali tidak dijawab oleh pemuda itu. Pemuda itu kini telah berhenti muntah darah. Namun, sikapnya terlihat aneh dan janggal. Dengan kepala yang menoleh pelan ke arah Farhan membuat bulu kuduknya spontan berdiri.

KAMU SEDANG MEMBACA
SCORE 100 [TAHAP REVISI]
Mystery / ThrillerSetelah pergantian direktur, Taruya High School memperkenalkan tiga sistem yang akan mengubah sekolah ini selamanya. 1. Rangking Umum THS, 2. High Class-Eradication (HCE), 3. Ancaman misterius dari Blood Bell Organization (BBO). Di tengah tekana...
48. HCE - II
Mulai dari awal