▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬
"Dalen, kalau butuh sesuatu bilang sama Aunty, ya?"
Dalen tersenyum kearah Kaila, dan mengangguk patuh. "Iya!!"
Kaila, sepupu dari Delmara itu keluar sambil menggendong anaknya dari kamar Dalen. Sampai Dante keluar dari rumah sakit, Delmara memintanya untuk menginap dirumah Agam. Sebenarnya dia bisa saja membiarkan Dalen dirumah bersama Bibi, tapi dia mengenal bagaimana putra sulungnya ini.
Dalen akan merasa kesepian dan terus kepikiran Dante, dia akan menyalahkan dirinya sendiri.
Seperti sekarang, anak laki-laki itu berjalan menuju jendela kamar dan memandangi langit malam. Udara dingin yang menyapanya tidak terasa sedingin malam itu.
Setelah Danny membawanya kerumah Cullen, semua terasa hangat baginya.
Sebelumnya, dia harus melakukan berbagai cara untuk bertahan hidup, untuk makan. Tapi begitu Danny datang selayaknya harapan, Dalen mulai bermimpi besar lagi. Dia bermimpi, ada suatu tempat dimana kehadirannya diterima dengan sepenuh hati.
Dan Danny memberi itu padanya.
Tempat tidur, makanan, senyum, perilaku, semua hangat. Meski dia kehilangan dua orang yang dia sayangi, Adelia dan Danny.
Semua tidak berubah.
Tapi kenapa, sejak dulu dia tidak bisa merubah satu hal pun?
Dia selalu membuat orang-orang disekitarnya menderita karena dia tidak mampu.
Dalen menundukkan kepala, dia masih kecil untuk memahami segalanya. Tapi dia paham, alasan mengapa orang-orang disekitarnya tidak bahagia itu adalah dirinya.
"Kira-kira, kalau saat itu Papa nggak bawa aku. Apa yang akan terjadi sekarang? Apa Papa masih ada? Apa Mama nggak akan selalu nunjukin ekspresi sedihnya?"
Seandainya dia sudah dewasa, Dalen akan memikul semuanya dan meringankan beban Delmara. Dia ingin membuat Mamanya tersenyum indah melebihi siapapun.
Dia ingin membahagiakan Mamanya, sama seperti yang Papanya lakukan.
Tapi kenyataannya, Dalen malah membuat bebannya bertambah.
"Harusnya aku langsung kasih tau Mama kalau Dante sakit. Maaf, Ma." Anak itu menangis dalam diam, terisak sambil merutuki kebodohannya.
Tanpa dia sadari, pintu kamarnya sedikit terbuka.
Ada Agam yang sejak tadi mendengarkan keluhan anak itu pada takdir. Pria paruh baya tersebut hanya bisa diam sesaat, sebelum akhirnya memutuskan untuk masuk.
"Dalen, kenapa belum tidur?" Agam bisa melihat anak itu buru-buru menghapus air matanya, lalu tersenyum kearahnya.
"Kakek, aku lagi lihat bulan soalnya malam ini kelihatan cerah."
Agam tersenyum teduh, berjongkok dihadapan Dalen dan menepuk pelan puncak kepalanya. "Nggak papa, Nak. Kamu boleh bersedih sepuas kamu, kamu nggak harus belajar dewasa secepat itu."
Dalen kembali tertunduk, perkataan tulus dari Agam membuatnya kembali menangis. Tak ada yang bisa dia lakukan, selain memeluk bocah yang sebentar lagi berumur 11 tahun itu sampai tenang.
Setelah tak terdengar lagi tangisan memilukan, Agam mengajaknya keatas kasur.
"Biar Kakek kasih tau, bukan salah Dalen kalau semua nggak berjalan sesuai yang diharapkan. Kepergian Papa kamu, bahkan sekarang juga itu bukan karena kehadiran kamu."
"Tapi, kalau saat itu Papa nggak bantu Dalen.."
Agam tersenyum, "Kalau bisa menyalahkan diri sendiri, semua orang pasti akan lakuin itu. Tapi dunia akan berantakan, kalau semua orang hanya bisa menyalahkan diri sendiri."

KAMU SEDANG MEMBACA
BEST PAPA ? choi hyunsuk (sequel of Danny) END
Fanfiction"Untukku, dunia tanpa papa itu tidak ada artinya" 4 tahun pernikahan, keluarga Danny mulai khawatir Delmara tak bisa mendapat keturunan. Segala cara sudah mereka lakukan dan berbagai dokter kandungan sudah mereka kunjungi, tapi jawabannya masih sama...