"M-mari Nona. B-biar saya bawakan tas Nona." Ucap sang maid kepada Camelia dengan tatapan gugup sebab ia kurang tanggap mengambil tas sekolah sang Nona muda. Membawakan tas sekolah Camelia adalah salah satu tugasnya sebagai pekerja di rumah itu. Karena jika ia tak melakukannya, maka siap-siap saja Camelia akan memberikannya hukuman yang mengerikan.
"Gak perlu. Aku bisa membawanya sendiri." Ucap Camelia pelan sambil memakai ranselnya.
Maid itu membulatkan matanya terkejut dan merasa khawatir.
Apakah ia telah membuat kesalahan yang fatal?
"T—tapi Nona. S-saya.... Maaf Nona jika saya telah membuat kesalahan. Biarkan saya membawakan tas Nona." Ucap Maid itu dengan tatapan memohon dan ketakutan yang tergambar jelas dikedua manik matanya.
Camelia membelalakkan matanya ketika melihat maid itu mulai memohon dihadapannya seolah-olah ia telah melakukan sebuah kesalahan fatal.
"Aku bilang aku bisa membawanya sendiri. Mbak gak perlu bawain tas aku."
Mata maid itu terlihat berkaca-kaca mendengar ucapan Camelia. Lalu wanita itu menundukkan kepalanya dalam dan pasrah.
"S-saya siap menerima hukuman dari Nona. Saya sadar jika saya sudah melakukan kesalahan karena kurang tanggap melayani Nona." Ucap maid itu yang lantas membuat Camelia mengerutkan keningnya kebingungan.
Ada apa dengan wanita paruh baya ini? Kenapa ia seolah-olah telah membuat kesalahan besar pada—ah sial! Camelia lupa! Dulu dia adalah gadis yang sangat manja dan arogan. Semua kegiatan yang harusnya bisa ia lakukan sendiri malah dilakukan oleh maid untuknya. Termasuk membawakan tas sekolahnya kemanapun ia melangkah ketika ia hendak berangkat sekolah.
Gadis itu lalu menghela napas gusar dengan mata yang terpejam sesaat.
"Dengar ya, Mbak. Mulai hari ini tas sekolah aku biar aku aja yang bawa sendiri. Dan aku juga akan mulai mengerjakan apapun yang seharusnya bisa kulakukan sendiri tanpa bantuan para maid. Jadi Mbak dan para maid lainnya gak perlu takut lagi sama aku kalo ngelihat aku ngelakuin sesuatu yang dulunya harus kalian kerjakan atas perintahku. Karena aku gak akan menghukum kalian seenaknya lagi seperti dulu. Kecuali kalian emang melakukan satu kesalahan besar yang bisa merugikan aku." Ucap Camelia dengan nada suara yang tegas.
"Yaudah, aku mau ke bawah buat sarapan. Tolong tutupin pintu kamar aku yah, Mbak." Lanjut Camelia sambil berlalu meninggalkan maid itu sendirian di dalam kamarnya dengan tatapan tak percaya setelah mendengar ucapan Camelia yang tak terduga.
"I-itu beneran Non Camelia?" Monolog sang maid sambil menatap pintu kamar Camelia yang terbuka lebar.
Camelia menelan ludahnya secara kasar ketika kakinya telah melangkah memasuki ruang makan keluarga Mahawirya.
Semakin cepat kakinya melangkah kedepan, semakin jelas pula suara-suara berbincang dan tawa dari beberapa orang yang ada di balik tembok itu.
Lalu, ketika Camelia telah benar-benar berdiri kurang dari dua meter jaraknya dari meja makan keluarga Mahawirya. Suara-suara itupun seketika lenyap dan seluruh perhatian kini mengarah padanya dengan berbagai pandangan.
"Sayang? Kok berdiri disitu aja? Sini gabung bareng kita." Wanita cantik dengan gaun kuning cerah yang melekat pas di tubuh langsing dan berkulit seputih susu itu tersenyum dengan lebar ketika melihat kehadiran Camelia.
"Camelia? Kamu kenapa, sayang? Kok diem aja disana?"
Camelia tersentak pelan ketika mendengar teguran itu.
Dengan mata yang terlihat berkaca-kaca, Camelia melangkah dengan cepat mendekati Dahlia yang kini telah berdiri dari bangkunya dengan tatapan khawatir karena melihat wajah sendu sang putri.
"Mama." Gumam Camelia pelan sambil memeluk tubuh Dahlia dengan erat. Camelia benar-benar merindukan wanita ini. Wanita yang telah memberikannya kehidupan yang layak dan kasih sayang yang tulus sejak ia diadopsi oleh keluarga Mahawirya. Walaupun pada akhirnya wanita itu pula yang akan mencampakkannya karena kesalahan Camelia sendiri dimasa lalu, atau mungkin juga dimasa depan nanti jika Camelia tidak bisa merubah alur hidupnya di kehidupan ini.
"Ada apa, Lia? Kenapa kamu seperti ini?" Kali ini Bagas lah yang menyuarakan kekhawatirannya. Pria itu adalah Ayah angkat Camelia.
"Iya sayang, ada apa? Kamu masih kurang enak badan ya? Mau istirahat aja dirumah?" Tanya Dahlia sambil membalas pelukan Camelia dan mengelus surai panjang gadis itu dengan usapan sayang.
"Gak usah sekolah dulu yah. Baru hari pertama juga kan? Gak pa-pa lah absen sehari." Ucap Dahlia.
"Mama kamu benar. Kalo kamu masih sakit gak usah sekolah dulu. Biar Regas yang bilangin ke wali kelas kamu kalo kamu masih sakit dan gak bisa sekolah." Sahut Bagas sambil menatap putra sulungnya yang duduk dengan wajah datar di bangkunya. Pria itu seolah-olah tak mau ambil pusing dengan apa yang saat ini Camelia lakoni. Karena dia yakin, saat ini Camelia pasti hanya sedang berdrama lagi seperti pagi hari sebelumnya untuk menarik perhatian kedua orang tuanya.
Camelia menarik wajahnya dari dada Dahlia. Sambil mengerjab-ngerjabkan matanya agar air mata tak lolos lagi, gadis itu segera menoleh kearah Bagas dan tersenyum lembut.
"Lia gak pa-pa, Pa. Lia gak sakit dan Lia mau sekolah hari ini."
"Kalo kamu gak sakit terus kenapa kamu tiba-tiba kayak gini, hm? Ayolah gak usah pura-pura kuat, sayang. Mama juga gak akan maksain anak-anak Mama buat sekolah kalo kalian lagi sakit." Ucap Dahlia sambil menangkup wajah Camelia yang memerah.
"Mama kamu benar, Lia. Atau kamu mau Papa sendiri yang ke sekolah buat ketemu wali kelas kamu? Papa tahu kamu pasti gak percaya sama Regas buat izinin kamu ke wali kelas kamu kan?"
Regas berdecih kesal mendengar ucapan sang Ayah. Pria itu lantas menatap Camelia dengan decakan kesal.
"Alah, paling Kak Lia lagi ngedrama kayak biasanya tuh, Pa. Papa kan tahu kalo Kak Lia itu si paling drama queen dikeluarga kita." Seloroh seorang remaja berseragam SMP dengan name tag Andrean atau yang kerap disapa Andre oleh seluruh anggota keluarga dan teman-temannya. Sang adik kembar bernama Adrian yang duduk disebelah remaja tanggung itu turut menganggukkan kepalanya membenarkan ucapan Andre yang menurutnya sangat masuk akal.
Siapa sih yang tak kenal dengan Camelia si ratu drama dalam keluarga Mahawirya? Pasti siapapun yang mengenal keluarga mereka tahu akan kelakuan busuk gadis itu. Cih, Andre dan Rian saja sudah sangat muak dengan drama yang setiap hari gadis itu lakoni.
"Andre!" Tegur sang Ibu sambil menatap tajam kearah si sulung kembar.
Andre berdecak pelan ketika melihat tatapan mengintimidasi dari sang Ibu.
Sial, lagi-lagi anak pungut itu dibela oleh Ibunya! Pasti sekarang dia sedang merasa bangga!
Camelia gelagapan ketika melihat tatapan mematikan dari ketiga saudaranya. Gadis itu lalu dengan cepat mengelus lengan sang Ibu.
"Udah, Ma. Lia beneran gak pa-pa. Tadi Lia cuma mau ngisi energi Lia aja makanya meluk Mama. Hari ini kan bakalan jadi hari pertama Lia masuk sekolah lagi, jadi pastinya energi Lia bakalan cepet kekuras abis. Makanya Lia meluk Mama biar terus semangat sampai pulang nanti." Ucap Camelia sambil tersenyum meyakinkan.
"Beneran sayang?" Tanya Dahlia memastikan kembali. Camelia mengangguk cepat dengan tatapan meyakinkan.
Dahlia menghela napas pelan, "Yasudah, kalo gitu sekarang kamu sarapan yah. Kamu harus makan yang banyak. Jangan lupa abis makan kamu juga harus minum vitamin." Ucap Dahlia sambil menepuk-nepuk pipi kanan Camelia dengan lembut.
Camelia tersenyum manis dengan perasaan haru yang menjalar didadanya merasakan perhatian sang Ibu yang telah kembali seperti dulu lagi.
Camelia benar-benar tak menyangka, ia akan kembali mengalami momen yang dulu hanya akan menjadi angan-angannya saja setiap kali ia merindukan kehadiran mereka dihidupnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
CAMELIA [END]
Teen FictionDON'T PLAGIAT! Namanya Camelia Anjani. Seorang mahasiswi fakultas psikologi yang sedang giat-giatnya menyelesaikan tugas akhir dalam masa perkuliahan. Siapa sangka, gadis cantik dengan hati lembut itu harus berakhir tragis dalam sebuah insiden kecel...