"Waalaikumussalam, Nak!"
Memundurkan langkah, Dewangga melambaikan tangan pada keluarga barunya. Ia tampak seperti anak yang bahagia dengan keutuhan sebuah keluarga, meskipun itu tak sebanding dengan ekspektasinya. Dewangga mempercepat langkahnya hingga tubuhnya tidak lagi terlihat oleh Iris.
"Yuk, kita kembali ke villa," ajak Iris pada suami dan putra bungsunya.
"Let's go!" balas Airlangga riang.
Frederick tersenyum renyah dengan pemandangan di depan matanya. Setelah sekian lama, akhirnya kebahagiaan itu ia jemput dengan tangannya sendiri.
•••
Lautan berwarna jingga dengan awan bak kapas yang menggantung di langit begitu memikat mata siapapun yang memandang. Senja hari ini datang lagi, datang dengan bentuk yang berbeda. Jika kemarin Dewangga hanya bisa melihat matahari tenggelam dari bumi, kalo ini ia bisa melihatnya langsung dari langit. Cahaya oren itu terbias indah, menghiasi wajahnya yang duduk di dekat jendela pesawat.
"Mungkin ini yang dinamakan surga."
Ia melirik layar ponsel yang menunjukkan pukul 17.25 WIB. Masih ada sisa waktu untuk menikmati pemandangan bak surga dunia ini sebelum pesawat mendarat di Jakarta. Akhirnya Dewangga memutuskan untuk mengambil buku tulisnya yang masih kosong dan bolpoin bertinta hitam. Melalui kertas putih ini, ia ingin mencurahkan segala perasaan yang selama ini belum tersampaikan.
Assalamualaikum, Ayah
Ayah, ini Dewangga. Seorang putra sulung dari dua bersaudara kembar yang Ayah besarkan sendiri selama dua belas tahun lamanya. Melalui surat ini, Dewa menuliskan segala perasaan yang Dewa pendam sendirian tanpa seorang pun tahu.
Pertama-tama, Dewa ingin berterima kasih kepada Ayah karena sudah menjadi orang tua yang baik untuk anak kecil ini. Tidak mudah membesarkan anak laki-laki seorang diri dan berperan sebagai Ayah sekaligus Ibu agar putranya tetap tumbuh dengan baik. Terima kasih telah menghidupi anak kecil yang patah hati sejak usia lima tahun sampai sebesar ini.
Ayah, Dewa minta maaf jika selama membesarkan Dewa, anak ayah ini sering menyusahkan Ayah. Dewa minta maaf karena sering kali jatuh dari ekspektasi Ayah yang terlalu tinggi untuk diwujudkan. Dewa minta maaf selama enam belas tahun ini belum bisa menghadiahkan nilai yang sempurna dan membanggakan Ayah. Maaf, jika lagi-lagi putra ayah ini harus menjadi Si Nomor Dua di kelas.
Dewa sudah berusaha keras, semampu dan sebisa Dewa. Namun begitu sulit menjadi seorang anak yang bisa mewujudkan harapan orang tuanya. Dewa sepayah itu ya, Ayah?
Jika Dewa punya kuasa, Dewa ingin bilang kepada Ayah kalau selama ini anak ayah sudah lelah. Lelah terus-menerus menjadi trofi untuk Ayahnya, mewujudkan impian Ayahnya alih-alih mewujudkan impian Dewa sendiri. Namun, Dewa tidak pernah menolak karena pengorbanan Ayah untuk Dewa jauh lebih besar. Dewa sudah berhutang banyak pada Ayah, sudah sepatutnya sebagai anak Dewa menuruti perintah orang tuanya.
Hati Dewangga bergetar. Mengingat kembali hidup berdua bersama Surya yang menyakitkan. Hampir tidak ada suara tawa di rumah karena Surya lebih sering memukulnya daripada memeluknya.
Ayah, sejak lulus dari SMP Dewa sedih harus tinggal sendiri di rumah. Dewa sedih jauh dari Ayah, sedangkan tidak mungkin mengharapkan Bunda untuk kembali pulang. Meskipun begitu, harapan Dewa masih tinggi untuk Ayah dan Bunda bersatu kembali. Kemudian Dewa bisa bermain dengan Air sepuasnya dan menceritakan kepada teman-teman bahwa Dewa juga punya keluarga yang utuh. Keluarga yang selalu kompak makan bersama di meja makan, atau ketika Ayah mengantarkan Dewa berangkat ke sekolah sekalian bekerja, dan Bunda mengambil raport seperti ibu teman-teman yang lain.

KAMU SEDANG MEMBACA
FLEUR ?
Teen FictionLENGKAP - Fleur diambil dari bahasa Perancis yang berarti Bunga. ??? Restu Dewangga Putera, anak laki-laki berusia 16 tahun. Setiap ulang tahun Dewa selalu memanjatkan doa yang sama, "kebahagiaan". Sebab hidupnya telah bernafaskan keterlukaan sejak...
CHAPTER 49 | CORETAN DEWANGGA
Mulai dari awal