Boboiboy Fanfiction
© Boboiboy | Animonsta Studio
A/N: seluruh cerita ini merupakan karangan semata dan penulis tidak mengambil keuntungan dari penulisan cerita ini. Apabila ada kesamaan ide, nama tokoh atau tempat, semua itu murni ketidaksengajaan.
≫ ──── ≪•◦ ❈ ◦•≫ ──── ≪
Tubuhku sangat sakit, rasanya seperti diinjak-injak oleh kuda. Padahal aku belum pernah diinjak oleh kuda. Kepalaku yang terus berdenyut-denyut tidak membantu sama sekali. Aku mencoba membuka mataku, tetapi cahaya menyilaukan membuatku kembali menutupnya. Mungkin sebaiknya aku kembali tidur. Maripos pasti akan mengerti kenapa aku bangun terlambat.
Maripos!
Benar!
Ingatan mengenai kejadian terakhir mengalir di dalam otakku. Aku membuka mataku tanpa peduli cahaya menyakitkan yang seperti ingin membuatku buta. Aku duduk walau tubuhku menjerit kesakitan. Aku mengamati sekelilingku dengan cemas. Ruangan yang sama sekali tidak aku ketahui dan tak ada Maripos. Aku menjadi panik dan ketakutan. Apa para bandit itu kembali dan menangkapku? Apa mereka sudah menjualku entah kemana dan membunuh Maripos? Aku harus melarikan diri jika begitu. Jendela ruangan itu terbuka, tetapi mungkin saja mereka memasang semacam perisai untuk mencegahku lari lewat jendela. Satu-satunya jalan berarti melewati pintu. Jika pintu itu terbuka, aku akan menyerang siapapun yang masuk dan melarikan diri.
Aku harus memiliki senjata juga untuk berjaga-jaga. Mengamati sekitarku, aku tak melihat sesuatu yang bisa dijadikan senjata. Namun aku bisa membuat satu.
Ada vas di atas meja samping tempat tidur. Aku memecahkan benda itu, mengambil pecahannya yang cukup besar dan runcing, menggenggamnya di tanganku seerat mungkin tanpa peduli jika benda itu melukaiku.
Suara saat vas itu pecah pasti menarik perhatian, aku bersembunyi ketika pintu terbuka sambil menunggu waktu yang tepat untuk berlari keluar. Seorang wanita muda dengan pakaian pelayan melangkah masuk. Dia menatap bingung pada sisa pecahan vas di dekat tempat tidur, pada saat itulah aku berlari keluar secepat mungkin. Aku tidak mempedulikan apapun saat aku berlari. Tempat ini benar-benar asing bagiku. Ini bukan Istana Mentari Terbenam, bukan juga Istana Utama dan Kuil Dewi Angin. Dimana aku?
Aku terus berlari, menghindari orang-orang yang mengejarku atau orang-orang yang menghalangi jalanku. Dimana jalan keluarnya?! Dimana itu?!
Kemudian aku mencapai jalan buntu, pintu di depanku terkunci dan tak mau terbuka walau aku mencoba mendorongnya sekuat mungkin. Orang yang mengejarku telah menemukanku. Mereka terlihat mengancamku, menyuruhku untuk kembali ke kamar. Aku tidak mau. Aku tidak mau!
Salah seorang dari mereka bahkan menarik pedang. Aku berjalan mundur, terhenti karena pintu yang terkunci di belakangku. Aku melihat ke kiri dan kanan dengan panik, jika aku memecahkan jendela di sisi kiriku dan melompat, apa aku bisa melarikan diri dari mereka? Aku tidak tau di lantai berapa diriku sekarang, tetapi pasti cukup tinggi karena aku hanya bisa melihat langit.
Lalu sebuah pintu kecil di sisi kananku terbuka, dua orang gadis melangkah keluar. Mereka terlihat masih sangat muda dan tidak terlihat kuat seperti orang-orang di depanku. Tanpa pikir panjang aku menarik salah satu dari mereka dan menyanderanya. Pecahan vas masih ada di tanganku, aku menempelkannya di leher gadis muda tersebut dan memaksa orang-orang yang mengejarku untuk mundur. Gadis itu berteriak, mungkin dia menangis. Namun aku tidak mempedulikannya. Aku ingin keluar dari tempat ini. Aku harus keluar dari tempat ini!

KAMU SEDANG MEMBACA
Di Bawah Langit yang Sama
Fanfiction~"Nyatanya, kita semua berada di bawah langit yang sama, bukan begitu, Taufan?"~