𐙚˙⋆ 𝑯𝒂𝒑𝒑𝒚 𝑹𝒆𝒂𝒅𝒊𝒏𝒈 ˚ ᡣ𐭩
---
Lea's POV:
Setelah para renternir itu pergi aku merasa lega, namun tetap saja bayang-bayang akan hutang yang harus ku lunasi dalam waktu hanya tiga pekan itu terdengar mustahil.
Memikirkan itu membuat kepalaku sakit. Menyebalkan sekali.
Aku pun memutuskan untuk segera memasuki rumahku, untung saja aku selalu membawa kunci cadangan rumah ku ini. Begitu aku memasuki rumah, adikku langsung keluar dari kamarnya dan berlari menghampiriku.
"Kakak!" dia langsung memelukku, akupun dengan cepat membalas pelukannya dan tangan ku terangkat untuk mengusap rambutnya dengan lembut.
"Terimakasih sudah datang... Sejak tadi aku sangat takut..." Gumamnya, masih memelukku dengan erat.
"Tenanglah, aku sudah di sini. Kau tidak perlu takut lagi." Tanganku dengan lembut terus mengusap kepalanya, berusaha untuk menenangkan, Liana Jhonson— adik perempuanku.
Dia mendongak untuk menatapku, lalu aku pun langsung mengukir senyum padanya. "Kakak, ini sudah sangat malam. Kakak menginap saja di sini ya? Jangan langsung kembali ke apartemenmu... Kumohon."
Aku terkekeh kecil melihat Lania memasang wajah cemberut yang lucu dan sedikit menyebalkan itu. "Hm... Sepertinya tidak bisa."
Dapat ku lihat wajahnya langsung kesal sekaligus sedih. "Mengapa tidak bisa?" Dia bertanya dengan nada yang kesal.
Aku terkekeh geli sebelum menjawab pertanyaannya itu. "Tidak bisa. Maksudku, aku tidak bisa menolak keinginan adikku ini." Kemudian dengan gemas aku langsung mencubit hidungnya.
"Aw... Kakak memang suka sekali mengerjai ku, ya!" Katanya dengan nada kesal yang dibuat-buat, namun tak lama dari itu senyuman terlihat di wajahnya. Melihat itu kami pun seketika tertawa secara bersamaan.
Aku selalu bahagia saat bersama dengan Liana. Dia adik kecilku yang manis dan sangat lugu. Usianya baru menginjak 15 tahun, dan hanya karena dia lah aku masih mau bertahan di dunia yang menyeramkan ini.
Semenjak ibu tiada, aku selalu merasa tidak bisa melanjutkan hidupku. Di tambah dengan sikap ayah yang berubah, dia mulai minum-minum dan berani meminjam uang hanya untuk berjudi. Semua itu membuatku semakin terpuruk dan putus asa.
Tanpa ada yang tahu, aku diam-diam sering berfikir untuk mengakhiri hidupku sendiri. Namun saat itu aku langsung teringat pada Liana. Jika aku mati siapa yang akan menjaganya? Dia pasti akan sendirian, dia masih terlalu kecil untuk menghadapi kepahitan itu, dan hanya karena itu lah aku masih bertahan sampai saat ini.
Sekarang impianku adalah ingin lepas dari semua hutang-hutang ayahku. Lalu aku ingin memulai hidup baru hanya dengan Liana. Jujur saja, kami tidak membutuhkan ayah yang tidak bertanggung jawab sepertinya.
Aku tersadar dari lamunanku saat bel pintu rumah tiba-tiba saja berbunyi. Mataku kembali bertemu dengan Liana cukup lama. Kami merasa heran siapa yang datang ke rumah kami padahal sudah selarut ini.
"Kak, apakah itu ketiga pria tadi? Atau... Ayah?" Tanya Liana.
Aku hanya diam untuk sesaat, lalu dengan lembut melepas pelukan adikku. "Tunggu disini. Akan ku periksa siapa yang datang."
Kemudian dengan perlahan aku berjalan mendekati pintu. Ketika pintunya sudah terbuka, aku menyipitkan mata saat melihat siapa seseorang yang ada di balik pintu rumahku itu.
"Aaron?"
"Hei, sayang. Kau kemana saja? Aku selalu menghubungimu tapi kau tidak pernah menjawabnya. Aku sungguh merindukanmu." Katanya. Aaron Neart Dalton, kekasihku— tidak, mantan kekasihku sudah sejak tiga bulan lalu. Semenjak itu aku memang selalu menghindarinya. Berkontak mata atau berbicara lewat pesan hanya membuatku teringat akan malam dimana aku memergokinya sedang berselingkuh.

KAMU SEDANG MEMBACA
??????? [??]
General Fiction"Anything I want, anytime I want was a very dangerous promise to make to you, Lea. Because you have no idea what I want from you." - Xavier Hall. - Azalea Luvi Jhonson, gadis itu tak sengaja melihat seorang pria terkapar bersimbah darah di tanah did...