Tiba-tiba, suara ketukan pelan di pintu mengalihkan perhatianku. Aku membuka pintu dan mendapati Joohyun berdiri di sana, seperti biasa, tersenyum lembut. Tapi hari ini, aku tidak merasakan kehangatan yang sama seperti biasanya. Senyumnya yang dulu membuatku tenang kini hanya menambah kegelisahanku.
“Selamat pagi menjelang siang, Seulgi-ssi,” sapanya ceria, sambil membawa beberapa bahan makanan di tangannya. "Aku membawakan beberapa makanan yang kubuat sendiri, mungkin kita bisa makan bersama?"
Melihatnya ceria seperti itu setelah apa yang mungkin terjadi antara dia dengan suaminya membuatku merasa sedikit kecewa, entahlah, aku tidak bisa menahannya.
Aku mencoba tersenyum, meski rasanya canggung. "Oh, terima kasih, tapi… aku baru saja makan," jawabku, nadaku sedikit dingin dari biasanya. Bahkan aku sendiri bisa merasakannya.
Joohyun tampak sedikit bingung, tapi dia tetap mencoba tersenyum dan melangkah masuk ke dalam. “Tidak apa-apa, aku bisa menunggu sampai kau punya waktu luang.”
Biasanya, kehadirannya akan membuatku senang, tapi hari ini aku merasa aneh. Ada jarak yang mulai terbentuk, sesuatu yang belum pernah ada sebelumnya. Aku berusaha menghindari tatapan matanya, tapi dia tetap menyadarinya.
"Seulgi-ssi… apa kau baik-baik saja?" tanya Joohyun, nadanya penuh kekhawatiran. “Kau terlihat sedikit berbeda.”
Aku menahan napas sejenak, bingung bagaimana harus merespon. Bagian dari diriku ingin langsung bertanya tentang suara yang kudengar semalam, ingin mengungkap semua kebingunganku. Tapi di sisi lain, aku tahu itu bukan hakku untuk bertanya. Perasaanku mungkin terlalu jauh, dan aku tidak ingin merusak hubungan yang sudah kami bangun. Namun, rasa dingin yang kulontarkan tidak bisa kucegah.
“Aku baik-baik saja,” jawabku akhirnya, memalingkan wajah ke arah alat-alat kerajinan yang berantakan di meja. "Aku hanya… sedang sibuk."
"Apa aku bisa membantu?"
"Tidak perlu, ini kesibukan yang lain."
Joohyun menatapku dengan cemas, lalu mendekat dan meletakkan makanannya di meja. “Kalau begitu, mungkin aku akan pergi sekarang. Aku tidak ingin mengganggumu jika kau sibuk.”
Kata-katanya terdengar lembut, tapi ada nada kecewa yang tidak bisa ia sembunyikan. Dia berbalik, seolah hendak pergi, namun sebelum mencapai pintu, dia berhenti dan menatapku lagi.
“Seulgi-ssi, ada sesuatu yang menganggu pikiranmu? Jika kau butuh seseorang untuk bicara, kau bisa bercerita padaku,” ucapnya dengan tulus, mencoba menawarkan dirinya. Padahal bisanya aku yang mengucapkan hal itu.
Hatiku mencelos. Aku ingin sekali membuka diri padanya, ingin bercerita bahwa aku merasa bingung, sedih, dan sedikit terluka. Tapi entah kenapa, kata-kata itu terjebak di tenggorokanku. Aku hanya menatapnya sebentar, lalu mengangguk pelan, berpura-pura seolah semuanya baik-baik saja.
“Terima kasih, Joohyun-ssi,” jawabku, meski aku tahu ada dinding tak terlihat yang mulai berdiri di antara kami.
Joohyun tersenyum tipis, meski terlihat ada kekhawatiran dalam matanya. “Baiklah, aku akan menunggumu jika kau ingin bicara. Jangan terlalu keras pada dirimu sendiri.”
Dia pergi dengan langkah pelan, meninggalkan apartemenku dalam keheningan yang tiba-tiba terasa begitu menyiksa. Aku menghela napas panjang, merasa semakin bingung dengan perasaanku sendiri. Aku ingin mendekatinya, tapi suara itu terus menghantuiku—membuatku ragu, membuatku menarik diri. Dan aku tidak tahu harus berbuat apa. Yang ada dipikiranku hanya... menjauh. Mungkin itu yang terbaik untuk kali ini agar aku bisa sadar diri.
~
Keesokan harinya, aku bersiap-siap untuk pergi mengantarkan paket pesanan kerajinanku kesebuah tempat pengiriman barang. Ada banyak pesanan ke luar kota jadi aku benar-benar membutuhkan jasa itu, dan akhirnya aku meninggalkan apartemen dalam keadaan kosong.

KAMU SEDANG MEMBACA
Broken Silence [SEULRENE]
FanfictionAku memutuskan untuk menyewa sebuah apartemen untuk memulai kisah hidupku. Tanpa ku sadari, aku membawa hidupku begitu jauh pada seseorang yang menjadi tetangga baruku. Joohyun datang ke dalam hidupku seperti badai sunyi, tetapi membawa kekacauan ya...
Chapter 5
Mulai dari awal