抖阴社区

8 | Rasa aneh Liam

Mulai dari awal
                                        

"Apa tidak apa?"

"Memangnya kenapa?" tanya Daven balik. Lagi-lagi wajahnya mendekat, reflek Aletta memundurkan kepalanya. Di Restoran semewah ini, Daven malah memilih meja kecil. Sehingga ketika keduanya saling memajukan kepalanya, hanya ada sedikit jarak yang tersisa di antara mereka.

"Apakah ada yang akan marah?" lanjut Daven menggoda Aletta.

"Jangan seperti ini," tolak Aletta. Persetan sopan ataupun tidak, ini tentang kenyamanan Aletta. Baiklah, Daven kembali ke posisi semula. Ia menyadari ketidaknyamanan Aletta.

Daven membuka mulutnya sedikit, menunggu Aletta menyuapinya salmon. Sementara Aletta hanya memperhatikan Daven tanpa pergerakan sedikitpun. Daven sedikit terkekeh, pikirnya Aletta masih sangat polos dan tidak peka.

"Al, suapi aku!"

Dengan ragu-ragu, Aletta menyendokkan salmonnya lalu menyuapi Daven. Menyodorkan sendoknya dengan sangat kaku, getaran dari tangannya bisa Daven lihat dengan jelas. Entahlah apa yang sedang dirasakan oleh Aletta, yang jelas Daven senang akan hal ini. Dirinya juga siap untuk mengajarkan Aletta berbagai cara menjadi kekasih yang romantis.


___________


Sore harinya, kota diguyur hujan yang sangat deras. Sambaran petir mulai bermunculan, angin kencang juga hadir dengan segala amarahnya seperti siap meratakan isi bumi. Posisi Aletta masih di dalam mobil bersama Daven di sampingnya. Perjalanan menuju rumah Aletta masih jauh, Daven menghentikan mobilnya di tepi jalan, ia tak berani menerobos hujan yang terlalu deras ini.

Nampaknya angin begitu ganas kali ini, kaca mobil yang tertutup rapat tidak mampu menghentikan angin untuk tidak menembus ke dalam mobil. Dari dalam mobil, Aletta merasakan dinginnya angin itu. Sungguh, Aletta ingin segera pulang namun ia tak berani meminta Daven untuk melanjutkan perjalanannya melihat cuaca yang sangat buruk seperti ini.

"Al, kau baik-baik saja?" tanya Daven memastikan.

"Iya, sedikit dingin saja."

Tubuh Daven membalik ke kursi belakang, tangan panjangnya menjangkau sebuah tas yang berada di sana. Ini kebiasaan Daven, menyimpan baju dan jaket di dalam mobil. Dan sekarang berguna bagi Aletta. Setelah mengambil tas tersebut, jaket di dalamnya ditarik keluar, lalu Daven melebarkannya.

Tak disangka, Daven menyelimuti punggung Aletta dengan jaketnya-hangat, berat, dan penuh isyarat diam yang tak terbaca kata. Jangan tanya bagaimana kondisi jantung Aletta saat itu; seolah seluruh dadanya dipenuhi denting yang tak bisa dikendalikan. Ada dorongan ingin berteriak, menumpahkan keterkejutan yang manis, namun rasa malu lebih dulu mengikat lidah dan hatinya. Ia hanya bisa menunduk sedikit, menahan senyum yang nyaris tumpah, lalu menerimanya dengan gugup.

"Terima kasih," ucapnya pelan, nyaris berbisik.

"Kau terlihat sangat kecil saat memakai jaket ku." Daven terkekeh. Ternyata alasan ia terkekeh tak hanya melihat tubuh Aletta, namun semburat merah di wajah Aletta yang membuat Daven gemas.

"Apa kau memakai blush on lebih banyak dari biasanya, Al? Mengapa aku baru menyadarinya sekarang?"

Bukan pertanyaan justru Aletta mendengar itu sebagai ledekan. Kepalanya bergerak cepat melihat kaca, ia dapat melihat pipinya berwarna merah. Tak kalah cepat lagi, Aletta menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Sungguh ini momen paling memalukan dan menggemaskan bagi Daven.

"Tidak, ini tidak seperti yang kau lihat, kak Dave!"

"Ya sekarang tidak seperti yang ku lihat karena kau sedang menutupinya. Aku mengerti, Al, kau sedang ...." Daven sengaja menggantungkan kalimatnya, bukan Daven namanya jika tidak menggoda Aletta terus menerus.

BELENGGU MASA | On GoingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang