抖阴社区

4. Danau Arkana

261 57 8
                                        


Langit malam di atas House of Hawarts seperti kanvas gelap yang dibubuhi debu bintang. Tapi di dalam kamar bernomor 217 itu, cahaya redup lentera magis hanya menyoroti satu sosok yang tengah berbaring di atas kasur, diam-diam bertarung dengan pikirannya sendiri.

Christy menatap kosong ke arah jendela yang terbungkus tirai putih tipis. Jemarinya memainkan ujung bantal tanpa sadar, seperti ingin mencari kenyamanan dari benda mati itu. Tapi kenyamanan tidak datang malam ini. Hanya tanya—bertumpuk, berjejalan, dan menggema dalam diam.

“Sihir murni...”

Kata-kata itu terus berdengung dalam kepalanya. Konsep yang dulu hanya mitos kini terasa terlalu dekat. Terlalu nyata. Ia tak butuh pengakuan dari orang lain. Perasaan dalam tubuhnya... terlalu berbeda. Terlalu kuat.

“Apa ini berkah...? Atau kutukan yang dibungkus indah?”

Bisikan itu lebih jujur daripada suara manapun. Karena rasa takut dan penasaran adalah sahabat terbaik dalam kesendirian.

Tok... Tok... Tok...

Ketukan pelan namun tegas memecah keheningan. Christy tersentak dari lamunannya. Ia menoleh ke arah pintu dengan sedikit ragu, suaranya terdengar setengah lesu.

“Masuk, Mutia...”

Tapi suara dari luar bukan suara Mutia.

“Oh? Hanya Mutia yang boleh masuk sekarang?” nada suara itu ringan, nyaris mengejek... namun familiar.

Christy langsung bangkit dari kasurnya. Ada keterkejutan di wajahnya. Suara itu—suara yang sudah tiga hari tidak terdengar.

Ceklek...

“Azea?” Christy membuka pintu cepat-cepat. “Maaf, aku kira...”

“Santai aja kali,” potong Azea sambil mengangkat piring di tangannya. “Ini, ku bawakan makan. Makan dulu!”

Christy memandangi nasi goreng hangat yang mengepul di piring sederhana itu. Aroma kecap manis, telur, dan sedikit taburan bawang goreng menyelinap ke hidungnya.

“Te... terima kasih,” jawabnya pelan. Tangannya ragu-ragu menerima piring itu.

Mereka duduk di lantai kamar, bersila. Christy langsung menyendok suapan pertama. Perutnya memang kosong sejak siang tadi. Sementara Azea... hanya duduk diam, menyandarkan punggung pada kaki ranjang, memandanginya.

“Ngomong-ngomong, kenapa kamu ke sini?” tanya Christy dengan mulut penuh.

“Ah itu? Aku ketemu Mutia sama Marsha di kantin. Katanya kamu nggak ikut makan? Lagi mikir berat?” Azea menatap langit-langit sejenak. “Jadi, ya, aku bawa makanan. Daripada kamu kelaperan terus pingsan, jadi headline koran sekolah.”

Christy tersenyum tipis.

“Aku nggak pingsan cuma karena kelaparan...”

“Tapi bisa pingsan karena kepikiran, kan?” Azea menyeringai.

“Mungkin,” jawab Christy pendek.

Beberapa detik hening. Christy menaruh piring kosong ke meja kecil di dekat tempat tidur. Ia kembali duduk di kasur.

“Kamu... tiga hari nggak keliatan. Ke mana?” Christy mengangkat alis.

“Ekspedisi,” sahut Azea singkat. “Ke luar tembok. Katanya ada sihir magis bocor dari reruntuhan tua. Juzgar curiga itu bukan kebocoran biasa.”

“Bahaya?”

“Belum pasti,” jawab Azea, lalu menatap Christy. “Tapi kemarin ada monster yang menyerang”

Magic HourTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang