Takdir mempertemukan mereka, mereka berbeda, tapi memiliki satu kesamaan, luka yang tak kasat mata. Hidup membawa mereka ke dalam perjalanan penuh kehilangan, harapan, dan perjuangan. Dalam dunia yang terus melukai, mereka menemukan tempat untuk ber...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
♧♣︎♧♣︎♧
"Shaka, gimana kabar adek lo?" Tanya seorang mahasiswi yang tengah memasukkan ipadnya ke dalam tas. Lia namanya.
"Cukup baik. Sejauh ini Aluna udah jarang drop. Tapi, dokter Galuh bilang tidak ada perkembangan yang signifikan. Yah.. setidaknya kondisinya stabil, dan itu udah cukup disyukuri." Shaka tersenyum tipis, walau ada nada letih yang samar dalam suaranya.
"Gue yakin kok, adek lo pasti kuat. Masih semangat buat sembuh."
"Thanks, Li.. Gue seneng ada yang peduli tentang adek gue." Ucap Shaka.
"Biasa aja kali." Lia terkekeh kecil. "Gue juga seneng liat adek lo. Gue kan anak tunggal, gue ga pernah ngerasain gimana rasanya punya saudara. Semoga kapan-kapan bisa ketemu adek lo lagi.." Ia mengaitkan resleting tasnya lalu berdiri menggendong tas nya ke pundak kanannya.
"Adek gue juga beberapa kali nanyain lo." Shaka tertawa pelan. Sama halnya dengan mahasiswa yang lain, Ia juga sudah selesai merapihkan semua barangnya ke dalam tas.
"Oh iya? Duh.. Tambah kangen kan gue. Tapi, sorry gue belum ada waktu lagi nih, Shak. Anytime deh ya gue usahain."
"Santai aja, Li.. Gue juga ga maksa."
"Gue duluan ya. Bokap gue kayaknya udah nungguin deh."
"Hati-hati di jalan, Li.."
"Yoi.. See you tomorrow. Bye.."
Shaka menatap punggung gadis dengan tas punggung soft blue itu yang berangsur pergi, perlahan bibirnya terulum lengkungan kecil. Sepertinya ada kupu-kupu yang beterbangan di dalam perutnya sekarang.
Lo cantik, Li. Selalu cantik.
Lamunannya terhenti ketika melihat ada notifikasi masuk dari ponsel nya. Dengan cepat Ia meraihnya, dan segera membukanya. Berharap pesan masuk itu datang dari sang adik yang mungkin menyuruhnya pulang lebih cepat karena rasa rindu yang tak tertahankan.
Namun, senyumannya pudar berganti dengan gejolak rasa amarah dan sesaknya kekecewaan. Melihat pesan masuk itu membuat rasa benci yang ada di dalam hatinya kembali tumbuh kian membesar terhadap si pengirim pesan.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.