抖阴社区

17. Asher?!

78 15 23
                                        

Keesokan harinya tepat pada hari senin pagi, dikehidupan lain, Allora sudah mengemas bajunya dengan beres dan disimpan didekat pintu keluar agar ia bisa dengan mudah membawanya nanti setelah pulang sekolah. Karena, ia akan pindah sesuai intruksi dari ayah kandungnya yang tak lain adalah Rama. Pagi hari ini juga, Allora dan Harsa sibuk karena akan menyiapkan beberapa alat perkemahan untuk hari jum'at, sabtu dan minggu.

Guru muda itu seperti biasa menggunakan ojek online untuk ke sekolah. Setelah sampai dengan selamat di sekolah tempat ia mendedikasikan dirinya, Allora bergegas menuju gudang tanpa berbelok ke ruang guru terlebih dahulu. Ia tergesa-gesa, karena harus mengecek beberapa barang yang penting dan tak boleh hilang. Disela-sela ketergesa-gesaan itu, banyak anak-anak yang menyapa, membuat Allora tersenyum dan semakin bersemangat. Lalu, tak lama dari lorong, ia telah sampai didepan gudang. Allora membuka ruangan tersebut menggunakan kunci ganda yang sempat diberikan Pak Joki tadi di depan.

Gudang itu kumuh, kotor dan banyak rumah laba-laba yang tersusun rapi, karena tentu saja jarang digunakan dan jarang dihuni oleh mahluk yang bernafas. Allora membuka handphonenya untuk menyalakan senter karena lampu konslet, dan bahkan menimbulkan sedikit percikan api dari lampunya. Guru muda itu sedikit berdecak karena seluruh barang tertutup oleh kain putih yang berdebu, ia lalu mematikan senter dan membuka pintu untuk meminta bantuan pada siapapun yang bisa membantunya.

"AAAAA!!!"

"AAAAAAAA!!!"

Keduanya tiba-tiba berteriak dengan lantang saat Allora membuka pintu gudang dan melihat seorang Harsa yang juga hendak masuk kedalam. Allora spontan memegangi tangan Harsa karena merasakan lututnya lemas, kaget dibuatnya. Harsa dengan sigap memegang tangan Allora menenangkan. Harsa juga kaget karena Allora tiba-tiba membuka pintu dan berteriak sehingga telinganya sedikit berdengung.

"Are you okay?" tanya lembut Harsa.

Allora mengatur nafasnya, lalu menjawab, "I'm okay."

Harsa mengangguk. Setelah itu, Allora menunjukkan barang-barang yang ditutup oleh kain putih berdebu, lalu menjelaskan alasan ia hendak keluar itu karena ingin meminta bantuan membuka satu persatu kain itu dari benda yang diperlukan. Harsa mengangguk lagi, sebelum membuka satu persatu kain putih, ia membuka lebar pintu gudang agar ia dan Allora tidak merasa pengap. Tas yang ditenteng Allora juga ia keluarkan dan diletakkan di rak yang tak jauh dari sana berikut dengan tas yang ia bawa-bawa sejak tadi.

"Pakai ini bu Lora, debu takut nyerang." Harsa berucap sembari memberikan masker.

"Terimakasih, pak Harsa."

Harsa tersenyum. Lalu keduanya mulai membuka kain yang menghalangi, Allora dari sisi kanan, dan Harsa dari sisi kiri sampai keduanya bertemu di tengah-tengah. Setelah semuanya termampang, Allora membuka list alat yang harus mereka cek dan nanti dikeluarkan dari gudang.

"Oh, ini pak, listnya. Tongkat pramuka, kain tenda, pasak tenda, tali, palu, alat masak, kotak obat, dan handy talkie," ucap Allora.

"Siap, bu Lora periksa yang ringan-ringan aja. Biar aku yang berat-berat, ya."

Allora mengacungkan jempolnya mengiyakan. Gadis itu mengecek tali yang sering digunakan untuk mendirikan tenda. Rupanya ada dua disana, ada yang masih baru, dan ada yang sudah tergeletak dan tidak tersusun lagi. Lalu bergeser ke arah kanan, Allora mengecek peralatan masak yang berada dalam kotak kaca. Dari mulai gas, kompor portable dan lain sebagainya.

Sedangkan Harsa mengecek tongkat bambu yang terikat oleh tali rapia dengan aman, lalu mengecek perkakas yang berada tepat disamping tongkat bambu. Palu, gergaji, macam-macam pisau ada disana. Handy talkie pun tak jauh dari dua barang tersebut.

"Ada semua pak?" celetuk Allora.

"Ada, di ceklis dulu semua, terus kirim ke Pak Win."

Allora menuruti perintah Harsa. "Okei, udah."

"Kita keluar dulu, ngajar dulu kan. Nanti kita balik lagi kesini buat ngeluarin barang yang tadi." Harsa membuka masker dan mengajak Allora untuk keluar.

"Okedeh, aku juga mau nyiapin dulu buku buat ngajar. Terimakasih pak Harsa, sudah membantu."

Harsa terkekeh. "Inikan udah tugas aku."

Kembali ke keadaan kacau Bara yang terpaksa bekerja hari ini. Pria itu mengawasi jalannya proyek hotel dengan mata sayu dan badan lemas karena tak bisa tidur semalaman memikirkan parfum milik Allora yang tak bisa ia hirup. Helaan nafas terdengar lebih berat dari biasanya, sehingga para pekerja pun merasakan kekacauan yang ada dalam diri Bara. Setelah berkeliling memastikan proyek berjalan dengan lancar, Bara berjalan ke luar area pembangunan dan berjalam berat menuju cafe yang selalu ia kunjungi.

Hari ini, sepertinya bukan Kai yang bertugas, sehingga Bara menjelaskan ulang apa yang harus pihak cafe sajikan untuk customer seperti dirinya. Usai memesan, pria itu duduk di pojok yang jarang orang duduk disana, ia yang sedari tadi menenteng sketch book kini meletakkan buku tersebut diatas meja dan mulai membukanya dengan resah.

Pensil yang runcing, ia gunakan untuk membuat gambar asal namun pasti. Karena seniman memang seperti itu, dalam keadaan apapun, menyalurkan kedalam seni adalah jawaban. Kopi pesanannya diletakkan tanpa ada suara yang dikeluarkan oleh sang pelayan, cafe pun masih sunyi, dan bahkan Bara pelanggan pertama yang giat datang hari ini.

"Cantik."

Satu kata yang belum pernah Bara ucapkan seumur hidupnya, ia ucapkan hari ini, jam ini, detik inipun juga saat arsiran gambar selesai dengan sempurna dan menampilkan wajah Allora yang indah dan lembut menurut pandangan Bara saat rambut Allora terjebak diantara jahitan kancing dan baju.

"Apa yang saya rasakan saat ini, sialan?!"

Tangan Bara mengepal kuat sampai pensil yang berada didalam genggamannya patah dan terbagi dua. Sejak sekolah dasar sampai ia berdiri saat ini, Bara tak pernah merasakan cinta pada seorang perempuan. Mungkin tertarik ada, tapi tidak sampai tahap mencintai. Bisa dibilang bahwa Allora mungkin cinta pertama diusia berkepala tiga nya?

Bara memandangi gambar hasil tangannya tadi, dengan perasaan yang sulit diartikan. Ia tak mengenali Allora, dan bahkan tidak ada percakapan mendalam saat itu, namun parfum yang Allora pakai, memikat hatinya dan menjerumuskan Bara ke dalam perasaan yang tak pernah ia rasakan sebelumnya.

"Bajingan, kendalikanlah diri anda, sialan." Bara berucap pada dirinya sendiri.

Kopi yang hangat ia minum untuk menetralisir perasaan gundahnya. Diletakkannya gelas dan ia lanjut terdiam menutup sketch book lalu membuang muka kesana kemari. Tak lama dari itu, handphone berdenting tanda pesan masuk. Bara membukanya dan melihat adanya nomor tak dikenal yang memberikan salam padanya. Bara mengernyit heran sesaat, karena pessn tersebut hanya berisikan 'Hai, kawan'

"Asher?"

Bara bergumam setelah bubble chat berikutnya terkirim dari sana.

****

HAIII SEMUANYA, maap ya baru update sekarang huhuu, kemarin-kemarin sibuk war
✌︎(  •͈ ᗜ•͈ )✌︎

Okelah segitu duluu, babaiii siyuu

POISONED LOVE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang