Sebuah pernikahan yang dilandasi keterpaksaan tentu tak akan berakhir baik. Terlebih jika dilakukan dengan sebuah tipu muslihat.
Seulas senyum miring terhias di wajah Adella Maura Bellvani. Wanita yang menjadi pemeran figuran di kisahnya sendiri. Ta...
Aku saranin sebelum baca chapter ini, kalian tarik napas dulu ya🫵🫵
Untuk kalian kalau mau kasih kritik dan saran amat sangat diperbolehkan ya. Asalkan isinya membangun supaya aku bisa lebih improve ke depannya🥰
Maaf kalau ada typo dalam penulisan. Singkat aja sebagai upaya dukungan kalian, VOTE, COMMENT dan SHARE🤌🥰.
••• H A P P Y R E A D I N G •••
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Dua tahun berlalu. Di bawah sinar matahari yang hangat, deretan kuburan berjejer tampak rapi dengan suasana damai. Bunga-bunga liar yang tumbuh di antara nisan menambahkan warna-warna cerah di tengah kesunyian. Di hiasi suara kicau burung yang bernyanyi serta hembusan angin lembut menambah kesan tenteram.
Di atas gundukan tanah, Adella dan Jevan menaburkan bunga-bunga di atas makam yang masih basah. Sebuah kabar duka yang tak terbayangkan datang dari seorang Gestara Raespati. Tepat seminggu yang lalu, di balik jeruji besi Tara menghembuskan napas terakhirnya. Kondisi kesehatan yang terus menurun menyebabkan nyawanya tidak tertolong. Hingga akhirnya, pria itu memilih menyerah pada takdir Tuhan.
Sesaat lamanya, langit mulai menghitam, awan tebal menggumpal, dan angin berhembus semakin kencang di area pemakaman. Hingga suara petir mulai mengguntur, pertanda hujan akan segera datang.
Setelah berkunjung ke makam Tara, sepasang suami istri itu pun beranjak pergi.
"Langsung pulang?" tanya Jevan kepada sang istri setelah keduanya sudah berada di dalam mobil.
Adella menggeleng. "Garvi nitip dibelikan eclair dan creme brulee. Nanti kita berhenti sebentar di toko kue langganan," balasnya menjawab dua hidangan penutup khas Perancis yang menjadi pilihan sang buah hati mereka.
"Setelah itu?" tanya Jevan sembari mulai melajukan mobilnya.
Tanpa berpikir panjang Adella menjawab, "Pulang ke rumah."
Jevan menatap tak percaya. "Hanya itu?"
"Iya, memangnya mau kemana lagi? Kasian Garvi menunggu kita."
Mendengar itu sontak Jevan menggeleng cepat. "Garvi ada yang menjaga. Kita bisa...." tiba-tiba Jevan menghentikan kalimatnya.
Dahi Adella mengernyit seraya menelisik menatap curiga. "Bisa? Bisa apa?"
Tidak menduga dengan jawaban suaminya, Adella langsung terbelalak. "Pacaran? Seperti remaja saja. Ingat, umurmu sudah di pertengahan antara kepala tiga dan empat, Mas."