Semenjak kecelakaan tragis yang hampir merenggut nyawanya, Choi Yeonjun, seorang siswa SMA biasa, mulai mengalami berbagai kejadian mistis yang tak bisa dijelaskan. Bisikan-bisikan aneh kerap terdengar di kepalanya, memerintahnya melakukan tindakan...
Di malam gelap tanpa bintang, Beomgyu kembali menatap rumah mewah itu. Ia memejamkan matanya erat, kakinya melangkah perlahan, menembus pintu utama.
Sementara di tempat lain, Suara motor berderung. Sion menatap Yushi yang melajukan motornya dengan cepat, namun tak stabil. Beberapa kali ia melihat motor itu bergoyang dan hampir terguling.
Terlalu sibuk memperhatikan remaja itu, ia tak menyadari sebuah bayangan di belakangnya.
Yushi yang melaju ke arahnya melebarkan mata. Ia melihat sosok itu, sosok yang selalu menjadi bayangan dalam hidupnya.
Sang sopir mengangkat tangannya yang memegang pisau tajam, hendak menusuk Sion dari belakang.
Yushi mengeratkan pegangannya, tangannya berkeringat. Ia menatap tajam dan dengan sengaja menggulingkan motor yang dinaikinya.
Bruk!
Suara benturan terdengar keras.
"Yushi!" Sion terkejut dan berlari ke arahnya. Begitupula dengan sang sopir.
Keduanya segera memindahkan motor yang menimpa kaki Yushi.
Yushi mengerang, betisnya mengeluarkan darah. Untuk kesekian kalinya, ia melukai diri sendiri demi melindungi orang lain.
"Tuan muda, ayo! Saya akan membawa anda ke rumah sakit." Sang sopir membantunya berdiri dan memapahnya.
Yushi diam-diam menatapnya tak mengerti.
"Hyung!" gumamnya seraya menarik lengan baju Sion, ia menatap memohon.
Sion tak tahu maksud Yushi, namun ia mengerti, remaja itu membutuhkannya. Ia membetulkan posisi motornya kemudian membantu Yushi untuk naik.
Sang sopir mengeraskan rahangnya. Ia terus menatap tajam Sion, menyimpan kemarahan.
Sion menyadarinya, namun ia enggan bertanya dan memilih untuk sesegara mungkin membawa Yushi pergi dari tempat itu.
Ia duduk di depan dan mulai melajukan motornya dengan cepat.
Yushi menoleh ke belakang, sang sopir masih mematung memandang kepergiannya.
"Kenapa kau begitu keras kepala? Lihat! Sekarang kau terluka," ucap Sion sembari melajukan motornya semakin cepat.
"Dia monster... " gumam Yushi.
"Monster, siapa?"
Yushi menggelengkan kepala dan melingkarkan tangannya di pinggang Sion.
Di rumah sakit, usai luka di kaki Yushi diobati, keduanya duduk di ruang tunggu, menunggu sopir Yushi datang.
Beberapa saat yang lalu, Namjoon atau Paman Kim memintanya untuk mengulur waktu agar sang sopir tak segera kembali ke rumah. Karenanya, Yushi terpaksa meminta sang sopir untuk menjemputnya.
"Jadi, siapa pria tadi?" tanya Sion.
"Sopirku," jawab Yushi singkat.
"Hanya sopir?"
"Ya, kenapa?"
"Tidak, aku hanya merasa aneh. Dari caranya memandangmu, sangat berbeda. Bahkan dia terlihat marah padaku."
Yushi menghela napas, ia menatap luka di kakinya. "Benar, Paman Keni memang aneh. Berhati-hatilah! Dia pasti akan mencoba membunuhmu lagi."
Sion terkejut, ia menatap Yushi tak mengerti. "Lagi? Apa maksudmu, kapan dia mencoba mem... "
Cup!
Ucapan Sion terhenti karena Yushi yang tiba-tiba menciumnya tepat di bibir. Matanya melebar, ia semakin terkejut dengan tindakan Yushi yang tiba-tiba.
Suara langkah kaki terdengar mendekat. Sang sopir terkejut melihat apa yang dilakukan tuannya. Ia segera berbalik dan menunduk.
Kedua tangan Yushi meraih tengkuk Sion, ia melepaskan ciumannya dan memiringkan kepala. "Dengan begini, dia tak akan melukaimu," bisiknya.
Ia memundurkan tubuhnya, Sion menatapnya tak mengerti.
Yushi tersenyum penuh arti. Ia memanggil sang sopir dan pria itu segera berbalik menghadapnya.
"Maaf, Tuan. Saya tak sengaja melihatnya."
"Kenapa tak hubungi aku dari luar? Kenapa harus sampai kemari?" marah Yushi. Ia melipat tangannya di dada dan menatap tajam sang sopir.
"Jika aku bercinta, apa kau juga akan menonton?"
Sang sopir semakin membungkukkan badannya. "Saya benar-benar minta maaf. Saya sangat mengkhawatirkan Tuan."
"Kenapa kau begitu khawatir padaku?" Yushi mendekatinya, ia menyentuh rahang pria itu dan membuatnya mendongak menatapnya.
"Tapi... aku berterima kasih. Karenamu, aku masih hidup."
Yushi mendekatkan wajahnya, ia berucap pelan, namun penuh penekanan.
"Jika saja waktu itu Paman tak menyarankan ayahku untuk menukarku dengan Kak Gyu, sudah pasti aku menjadi santapan para pria tua cabul itu, dan mati di tangan mereka," sambungnya dengan seringaian.
Ia menegakkan tubuhnya, kemudian menoleh pada Sion. Senyumnya kembali ceria namun tatapannya penuh peringatan. "Hyung, aku pulang duluan. Sampai jumpa nanti."
"I-iya, hati-hati di jalan," balas Sion kikuk. Meski ia tidak tahu apa yang terjadi, tapi mendengar ucapan Yushi pada sopirnya membuatanya merinding.
---
Malam berlalu dengan cepat. Pagi ini, Yushi keluar dari kamarnya dengan mengenakan jas hitam dan ban lengan berwarna putih seolah sedang berduka.
Ia menuruni anak tangga, lalu bertepuk tangan sebanyak dua kali, memberi isyarat agar seluruh pelayan rumah itu berkumpul.
"Siapkan sebuah pesta untuk malam ini! Setelah pekerjaan kalian selesai, kalian bisa beristirahat di hotel yang sudah kusiapkan," ucapnya penuh perintah.
"Maaf, Tuan. Saya ingin tahu, pesta apakah itu? Agar kami bisa menyiapkannya sebaik mungkin," tanya kepala pelayan.
Yushi tersenyum lalu menoleh pada ibu tirinya yang berdiri di ambang pintu kamar sembari memegangi perutnya yang mulai membuncit.
"Pesta kehamilan ibuku... "
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.