"Sometimes even to live is an act of courage." ― SenecaJalan Merdeka
BandungTak ada lagi tempat aman.
Diara berlari di antara gedung-gedung runtuh, mencengkram senapan hitam sambil fokus ke jalan gelap di depan. Jantungnya berpacu saat lampu dari atas menyorotnya. Dia pun menukik keluar dari sorot lampu dan masuk ke sisa gedung.
Di dalam sini agak gelap, cahaya hanya datang dari langit malam di lubang atap. Dinding kelabu mengelilingi Diara, terlihat lubang-lubang bekas peluru serta noda gosong di beberapa bagian. Rongsokan sisa mebel serta pecahan kaca nampak berserakan di lantai.
Dia melompati tiang kayu yang melintang di jalan. Kemudian bersandar ke dinding yang dipenuhi lubang peluru. Di luar, terdengar derung mesin seiring lampu menyorot dari atas. Bolak-balik menyinari jalan, melawan gelap untuk mencarinya.
"Prama, kau di mana sih?" bisiknya, terengah. "Oh tidak, aku akan mati."
Dar! Peluru berjatuhan dari lubang raksasa di atap. Dia merunduk, berlari keluar. Melewati puing-puing di jalan dengan lincah.
Jet putih berbentuk segitiga menyorot Diara. Menembakkan garis-garis cahaya yang meledak di sekitarnya. Tote bag makanan miliknya tertembak, kaleng-kaleng pun berhamburan dan gosong.
"Buzz sialan! Itu makanan kami untuk seminggu!"
Robot-robot putih setinggi dua meter ikut mengejar. Kepala mereka berupa besi bundar dengan mata menyala biru, ada antena pendek sebagai pengganti telinga. Tembakan terpasang di kedua pundak, mengarah ke depan.
"Ada droid segala."
Zzp! Garis-garis cahaya meluncur dari tembakan itu, meledak dekat kaki Diara. Dia melompati puing lalu merunduk di balik mobil yang terbalik.
"Oke, ini darurat." Dia menarik granat dari saku jaket, melepas pengaman dan berdiri. "Hey, pantat kaleng!" Dia melemparnya.
Bam! Daratan bergetar sedikit. Di balik asap, terlihat satu droid tergeletak tanpa kepala, listrik memercik dari lubang di lehernya. Diara nyengir tapi buzz terbang menembus asap, ke arahnya.
HT di pundak Diara berbunyi. "Kau memakai granat?!" kata laki-laki, cempreng.
"Yang pertama kau khawatirkan malah granat?!"
"Kau di mana?" balasnya, putus-putus.
Diara melihat papan jalan yang bengkok, bertuliskan HYATT. "Aku melewati Hyatt! Mereka mengganggu sinyal kita!"
Di depan, sepasukan robot putih berlari di atas sepatu besi. Diara pun belok, menyusuri gang. Pagar kawat menghalangi ujungnya. Dia menyelempang senapan, dengan cepat memanjat. Tangan dan kakinya begerak beraturan. Hap! Melompat dan mendarat di balik pagar, masuk jalan raya.
Matanya menelusur. Banyak gedung utuh di sini, salah satunya sebuah ruko, tepatnya restoran. Dia menyebrang jalan raya dan masuk dari lubang raksasa di dinding kaca.
Kaca menggores lengannya. Dia menjerit sedikit tapi tetap berlari, membiarkan darah membasahi lengan jaket.
Dia melangkah di antara meja dan kursi yang bertebaran lalu melewati pintu dapur. Dia menyalakan senter di atas senapan, menyinari sekitar. Di sini luas, debu memenuhi lantai dan atapnya bolong-bolong. Di samping ada kulkas berikut kompor-kompor usang.

KAMU SEDANG MEMBACA
After The Third
Science Fiction(Completed) Bumi tak menduga yang terjadi setelah Perang Dunia III. Spesies asing bernama Viator mendarat kembali di Bumi yang kini teradiasi dan penuh virus. Mereka memburu penduduk yang tersisa untuk memiliki Bumi sepenuhnya. Padahal dahulu merek...