抖阴社区

22. PERMEN?

Mulai dari awal
                                        

Siswa lain tertawa kecil mendengarnya, dan Jery lebih memilih fokus menulis di papan tulis. Tidak peduli.

Mereka pun mengerjakan catatan dengan tertib dan rajin. Leon berpindah duduk di kursi Vanya yang kosong. Ia meletakkan buku di atas meja dan menulis. Hari ini, ia memakai kacamata baca berwarna silver dengan kaca besar berbentuk bulat. Semakin menambah pesonanya.

Ia mengambil sesuatu dari saku baju, dan meletakkan di tengah-tengah meja. "Permen, Ya?"

Aya yang sedang menulis menoleh. Ada dua permen berwarna merah. Ia mengambil satu. Permen yang terlihat bertuliskan "Best Friend Forever" di bungkusnya.

"Eh, tunggu. Jangan yang itu, yang satunya lagi aja." Leon menggeser permen, dan Aya meletakkan kembali permen yang diambilnya di awal.

Aya mengernyit. Padahalkan permennya sama saja. Ia mengambil permen yang digeser Leon untuknya. Karena permen ini ada tulisannya, Aya membalik dan melihat tulisan "You're Beautiful". Ia tersenyum ke arah Leon yang juga sedang menatapnya dengan senyuman.

"Kalau yang itu, pas!" seru Leon pelan, jempolnya terangkat ke udara.

Gio berjalan ke meja guru dengan speaker bluetooth-nya. "Aku play lagu, yak. Biar syahdu."

Semua orang setuju, karena biasanya jika ada tugas mencatat, mereka akan memutar lagu yang tidak terlalu pelan dan tidak terlalu keras.

Jika aku memang tercipta untukmu, kukan memilikimu.... Langsung terdengar alunan lagu yang lembut.

"Ini lagu aku banget, buat Jery!" seru Temmi heboh.

Teman-temannya bersorak, "Usaha terus!"

Jery amat risih dengan teman sebangkunya yang absurd itu. Ia tidak memedulikannya. Aneh saja, dulu mereka saling membenci dan sekarang Temmi mengejar-ngejarnya.

Mereka kembali sibuk mencatat. Jika ketinggalan, Jeri tidak akan mau menunggu walau satu detik. Ia langsung menghapus papan tulis jika sudah penuh.

Aya tidak sengaja menjatuhkan penggaris yang terletak di tengah meja ketika menggeser tangan. Ia segera mengambil, tetapi pada saat membungkuk, kepalanya berbenturan dengan kepala Leon yang juga hendak mengambil penggaris tersebut.

Ia pun meringis ketika sudut kacamata Leon menggores keningnya. Pria itu segera menangkup wajah Aya, dan meniup pelan keningnya yang sedikit tergores.

"Maaf, Aya, aku gak sengaja," ujarnya menyesal dan kembali meniup kening Aya.

Jarak mereka sangat dekat, bahkan Aya mampu mencium wangi segar aroma jeruk lembut yang menyegarkan dari parfum Leon. Ia juga mendengar suara detak jantung ... dirinya sendiri? Atau detak jantung Leon?

Suara dari speaker memutar lagu sendu. Membuat suasana hening.

"Leon, ada pena dua?"

Leon menoleh ke sumber suara sambil melepas tangannya. Ia berbicara kepada pria yang berdiri di depan. "Enggak ada, Zanu."

***

Pemandangan yang dilihat Vanya ketika pertama kali membuka mata adalah Aya, yang sedang duduk di sebelah ranjang sambil memakan agar-agar. Di dekatnya duduk Vernon, Zanu, dan Leon, mereka sedang memakan siomai.

Vanya pun duduk, lalu tersenyum. "Cie, saya ditungguin begini jadi merasa spesial."

"Tadi itu kami dikejar-kejar geng Princess, makanya sembunyi di sini," kata Zanu datar.

Vanya cemberut. Laknat.

"Bagi roti yang panjang itu dong," pinta Vanya ketika melihat roti dengan ukuran yang lumayan besar di atas meja. Saat Leon hendak memotongnya, ia mencegah, "Jangan dipotong, semuanya."

Ia menerima dengan senang dan memegang roti dengan kedua tangan. "Non, mau?" tawarnya, tak pernah menyerah mengganggu pria itu.

Leon tertawa kecil. "Vernon gak suka roti, Van, tetapi kalau makan roti buatan ibu aku, dia mau-mau aja."

"Wah, sayang banget. Padahal saya suka." Vanya langsung melahap roti itu nikmat. Kedua pipinya menggembung, ia tak henti-hentinya mengunyah. Sahabat-sahabatnya memandang takjub, seperti belum makan tiga hari.

Leon pun geleng-geleng. "Aku yang sebesar ini aja, gak makan sebanyak itu."

"Anda makannya banyak juga, ya, beda tipis sama rakus," komentar Aya.

Vanya menoleh ke arah Vernon yang sedang meneguk air mineral. "Makanya, Non, yang rajin kerjanya. Makan saya banyak, lho."

Vernon menatap Vanya malas. Ia tidak peduli, dan lanjut memakan gorengan. Membuat Leon, Zanu, dan Aya, menahan tawa. Sementara Vanya melempar Vernon dengan bungkus agar-agar yang dimakan Aya. Namun, yang dilempar hanya diam, seakan-akan tak terjadi apa-apa. Padahal bajunya menjadi sedikit basah. Akhirnya, Vanya menyerah saja. Mau bagaimana lagi, pria dingin itu memang menyebalkan. Kemudian, masing-masing mereka sibuk makan kembali, tanpa berbicara.

Selang lima menit, Leon berkata, "Eh, yuk ke kelas, bentar lagi masuk," ajaknya yang langsung membuat sahabat-sahabatnya berdiri.

"Duh, kekenyangan, nih." Vanya berdiri sambil memegang rotinya yang masih sisa sedikit lagi.

"Habisin, Dik, paling tinggal tiga gigitan lagi itu," suruh Zanu. "Nanggung, ah."

"Udah kekenyangan ba—" ucapan Vanya terhenti ketika Vernon mengambil roti tersebut, dan memasukkan ke mulutnya.

Vernon mengunyah sebentar, setelah itu berucap, "Yuk, pergi." Ia berlalu kemudian, meninggalkan keempat sahabatnya yang terdiam.

***


Bacod.Author

Ciaaaaahhh. Dasar klen abegeh. 👼

Senang-senang aja dulu.

Sebelum negara api menyerang.

Dan kalian bakal saling ngebunuh. Hahahahha *tertawa jahat

Jangan. Jangan. Jangan. Jangan sampai tidak terjadi. 😄

Terima kasih sudah membaca, dan mengikuti Apenjer sampai sekarang ....❤💘 Love youuu.

INDICATOR OF LOVE (?)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang