抖阴社区

2. Second Encounter

Mulai dari awal
                                    

"With my pleasure, boy. Tapi kamu harus cuci tangan, cuci kaki, sikat gigi, dan minum susu dulu."

"Sudah, Pa. Papa aja yang pulangnya kemaleman."

Bibirku terkunci. Kupandangi wajah Deryl yang mulai mengantuk. Aku mengecup rambut keritingnya. "Sorry."

"It's okay. Kata Om Bara Papa pulang malam demi supaya bisa beliin aku PS baru."

Bara!

"Kamu kayaknya udah ngantuk. Bobo duluan aja. I need to take a shower. Lengket banget."

Deryl menganggukkan kepalanya. Matanya mulai memejam. Aku mengusap-usap punggungnya sebelum kemudian masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

Sejujurnya, hubunganku dengan Bara belum hangat kembali seperti tiga tahun lalu. Kami tetap berkomunikasi. Hanya saja topiknya selalu sangat general dan belum pernah lagi lebih dari sepuluh menit.

Tentu saja aku tidak bisa menyalahkannya. I made a big mistake back then, kesalahan yang sangat sulit untuk dilupakan begitu saja.

Kesalahan tersebut juga lah yang membuat aku semakin berpikir berulang-ulang mengenai keputusanku untuk menikah kembali.

Aku tidak mau menjadi pria bodoh. Lagi.

***

Sabtu ini aku membawa Deryl ke Kokas. Lebih tepatnya ke Paperclip karena dia sedang mengikuti kelas menggambar dan mewarnai di sana.

Walaupun mewarnai mungkin identik dengan perempuan, aku tidak menghalangi interest atau pun talent yang dimilikinya. Toh yang Deryl gambar lebih sering kendaraan-kendaraan besar seperti truck, kereta, dan pesawat terbang. Atau dia malah menggambar action figure seperti Captain America dan Iron Man.

Deryl tidak bersuara sejak membentangkan kertas gambar dan crayon-nya. Beberapa puluh menit pertama, aku masih setia menemaninya. Walaupun begitu dia masuk ke dunia tersebut, Deryl tidak akan bersuara dan tidak akan merespon perkataan kita.

"Papa lihat-lihat buku dulu,ya," ucapku sambil menepuk pelan rambut keritingnya.

Deryl tidak mengangguk. Tidak juga menggeleng. Aku tersenyum.

Aku masuk ke rak-rak yang menyediakan buku walaupun yang bisa kubaca di sana tentu saja hanya back cover. Ya setidaknya aku punya kesibukan selain cuma duduk di sebelah Deryl yang terus mengabaikanku.

Keningku otomatis berkerut saat aku menegakkan kepala dan mendapati seorang gadis bertubuh mungil yang entah kenapa terlihat sangat familiar berdiri di depanku sambil membaca sinopsis sebuah novel.

Dimana aku pernah ketemu dia?

Sepertinya sadar karena aku menatapnya, wanita tersebut menegakkan kepala. Pandangan mata kami bertemu.

"Pak Bima?" tanyanya pelan dan sedikit ragu.

"Ya. Kamu..."

Dia tersenyum. "Bapak pasti lupa. Saya Sekar. Dosen di kampus yang sama dengan Pak Kahfi."

Aku refleks menjentikkan jari. "Oh. Yang ketemu di UI, kan?"

"Iya, Pak," jawabnya masih dengan senyum tipis.

Oke. Aku ingat sekarang. Dia dosen yang dulunya mahasiswi bimbingan Kahfi, temanku saat sama-sama mengambil S2 di Birmingham.

"Apa kabar, Sekar?"

"Baik, Pak. Alhamdulillah. Bapak sendiri?"

"Baik. Kebetulan banget ketemu di sini. Saya sedang menemani anak saya menggambar dan mewarnai di depan."

A Healing PillTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang