「 ???????, ??? - ???? ??????? 」
Penderitaan yang sebenarnya adalah hidup dalam penyesalan. Jika masih ada waktu, maka manfaatkanlah. Jika diberi kesempatan, maka hargailah.
"Meski sedikit, kita sudah sempat membuat kenangannya...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Ayo, Pa, ayo.." Ucapku mempercepat gerakan Papa. Ini masih pagi dan Papa sudah harus pergi ke kebun jeruk itu lagi.
Aku sudah tidak sabar. Dia akan ada disana, kan? Ya, pasti!
Aku akan melihatnya lagi. Sungguh, aku tak pernah merasa seantusias ini saat akan melihat seseorang. Aku sendiri tidak tahu bagaimana rasanya jatuh cinta. Tujuhbelas tahun hidup di muka bumi, dan aku tidak pernah merasakannya. Apalah dayaku, yang kutahu hanya rasa senang mengagumi orang tampan. Tapi, kali ini berbeda..
Aku punya rasa yang berbeda dalam hal mengagumi, sekarang.
"Sudah. Ayolah, masuk ke mobil." Suruh Papa, aku pun langsung menurut secepat yang aku bisa.
Papa mulai heran saat kami sudah di dalam mobil. Senyumku yang tak pernah hilang. "Hei, nak. Tampaknya kau begitu bahagia hari ini."
Aku hanya mengangguk, "Entahlah, Pa. Aku hanya sangat senang pagi ini."
"Apa kau sangat menyukai berada di kebun? Kenapa Papa baru tahu, ya."
Aku tertawa, "Aku memang suka, Pa. Sangat suka."—pada pemuda tampan yang ada disana, aku harus memandanginya setiap hari.
Aku terkekeh lagi.
Sampai disana, dengan sedikit basa-basi dengan Papa sebelum Papa bertemu dengan sang pemilik kebun, akhirnya aku bisa melarikan diri menuju bukit itu lagi.
Ya, dia masih ada disana.
Senyumku langsung tersungging dengan begitu awet sejak pertama mataku menatap sosoknya. Dia masih disana, melukis dengan raut serius yang memukau. Baiklah, aku sudah disini sekarang. Namun anehnya, lagi-lagi aku hanya terlalu asyik memerhatikannya begini. Berdiam diri di tempatku, bersembunyi di balik bukit yang menjulang tinggi ini, dan merasa puas hanya dengan melihatnya dari kejauhan.
Bahkan, aku tak sadar sudah satu jam lamanya ku habiskan hanya untuk memandangi seseorang. Merasa momen ini pantas untuk di abadikan, aku pun mengeluarkan ponsel. Ini tindakan kriminal sebenarnya, aku tahu itu, mengambil gambar seseorang tanpa ijin dari sang objek itu sendiri, benar-benar tidak sopan.
Tapi, ijinkan aku untuk menjadi egois kali ini.
Dua kali jepretan sudah membuatku sangat puas, itu sempurna dengan teknik zoom yang aku gunakan. Beruntung kamera ponselku berkualitas tinggi, foto yang kudapat selalu berkualitas HD.
"Soya?" Papa sudah memanggilku.
Aku yang kaget bukan kepalang langsung tersetak, sampai-sampai ponselku terjatuh.
Pemuda itu lagi-lagi menoleh ke arah tempatku berada, dan aku langsung berjongkok, bersembunyi sama seperti sebelumnya.
Dengan terus membungkuk, aku menghampiri ke tempat Papaku.
"Ya, Pa. Aku disini."
"Oh, apa yang kau lakukan disana, nak?" Tanya Papa saat aku sudah berada di dekatnya.
"Hanya bermain. Disana banyak kupu-kupu." Jawabku asal dan terus memandang kedepan tanpa menoleh pada Papa. Dan, aku mulai tersenyum tipis tanpa disadari Papa.
Kurasa, begini saja sudah cukup.
Hanya datang dan diam memandanginya dari jauh, mungkin sudah cukup untuk saat ini.
🌸🌸🌸
Aku merentangkan tanganku, merasakan semilir angin sepoi yang tak kunjung mereda.
Kini, aku, Soobin, dan Hueningkai tengah berada di tengah hamparan bunga warna-warni yang begitu indah. Harusnya aku sudah menduga yang satu ini. Pedesaan selalu punya tempat-tempat tertentu yang tersembunyi di dalamnya, yang bisa memanjakan mata dan memberikan kepuasan batin seperti saat ini.
Semua pohon hijau, hamparan bunga ini, semilir angin dan seorang pemuda itu—sekarang sudah menjadi alasan aku hampir memutuskan untuk menetap saja disini.
"Soya, kemarilah." Suara Soobin mengalihkan atensiku yang masih berbinar pada jejeran bunga ungu yang sejak tadi aku pandangi. Dengan langkah hati-hati aku berjalan mendekat kepada Soobin.
"Ini untukmu. Jangan khawatir, aku tidak merusak taman ini. Aku memetiknya pakai perasaan." Pemuda itu berucap, menyodorkan sekuntum bunga. Aku heran, pemuda ini punya pribadi yang khas untuk bisa membuat siapa saja akan betah dan merasa nyaman didekatnya. Apapun itu. Soobin paling mengerti cara untuk membuat orang-orang jadi ingin berada di sekitarnya lebih lama.
Mengulum senyum, aku pun menerima pemberian itu, "Terimakasih. Ini cantik." Ucapku mengomentari, tanganku mulai mengusap kelopak bunga berwarna merah muda tersebut. "Bunga apa ini?" Tanyaku, kali ini aku menatap pada Soobin.
"Azalea. Bunga ini memiliki makna penggambaran keanggunan dan kelembutan. Aku melihat kedua hal itu dari dirimu, makanya aku berikan ini padamu." Jelasnya mulai mengedarkan pandangan pada jejeran bunga Azalea yang masih tertanam rapi disana.
Kurasakan pipiku bersemu merah. Yang benar saja! Gadis mana yang tidak tersipu malu saat mendengar kata-kata semacam itu lolos dari mulut seorang pemuda. Aku bahkan baru mengenalnya kemarin. Dia ini memang pandai bicara atau apa?
Sebisa mungkin kututupi tingkah canggungku. Aku berdeham gugup sebelum kembali bersuara. "Soobin,"
"Hm?" Deham Soobin, matanya masih memandang pada Hueningkai yang sibuk menangkap kupu-kupu kuning disana.
"Aku ingin bertanya. Anak lelaki lainnya yang tinggal di sekitar sini juga, siapa namanya?"
Ah, itu benar. Aku sangat penasaran dengan nama pemuda yang begitu kukagumi itu, tapi sampai sekarang tidak pernah kesampaian untuk berbicara dan berkenalan langsung. Jadi, menurutku bertanya pada Soobin bukanlah kesalahan keliru, lagipula seharusnya Soobin sendiri kan mengenalnya, mengingat pemuda itu berada tak jauh dari daerah sini.
Tapi, reaksi yang kudapat setelah pertanyaanku itu benar-benar tak bisa di sesuai ekspektasiku. Soobin yang tadi masih dengan raut tenang dan puas menikmati berada di taman bunga ini, kini berubah menjadi lebih tegang. Ia langsung menoleh padaku, menatap lurus padaku dengan tatapan cemas.
Aku sendiri tak paham maksud dari tatapan itu.
Soobin menggeleng pelan, dengan nada ragu, dia berucap bertanya balik, "Anak lelaki apa?"
"Anak lelaki lain selain kalian berdua di Desa ini. Aku yakin usianya sebaya dengan kita."
Dia menggeleng lagi, "Tidak ada, Soya. Tidak ada anak lelaki lainnya di Desa ini, selain kami berdua."
Aku bungkam.
[]
Guys, jgn salah paham ya, ini bukan cerita genre horor loh. Hehe
Dan apa yg kalian lakukan kalau kalian jadi Soya?
Ini bunga Azalea yah..
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.