Itu menakjubkan, papan dan kain kanvas untuknya biasa melukis bahkan dibiarkan disana. Ditinggalkan bagai tidak terlalu penting. Netraku bahkan masih bisa menangkap bagaimana sebuah palet berisikan sisa cat diletakkan pada meja kecil di sampingnya. Tampak sekali tangan jenius sudah bekerja keras dalam menggunakan itu semua.
Kang Taehyun memang berjiwa seni tinggi.
Lihat lukisan pemandangan abstrak di kanvas sana. Aku bahkan berani jamin bahwa lukisan begini akan menjadi lukisan kelas tinggi yang diistimewakan kalau dibawa pada sebuah galeri seni. Itu mahakarya level atas. Berdecak kagum, aku menggelengkan kepala pelan saking takjubnya. "Ini gila, tampangnya yang rupawan ternyata menggambarkan jiwanya yang juga luar biasa menawan." Aku menyentuh pelan kanvas itu, berhati-hati agar tidak merusaknya satu titikpun.
"Pasti menyenangkan kalau aku bisa bicara denganmu." Mengucapkan itu ternyata membuatku tersadar akan tujuan awal. Aku langsung mengeluarkan surat yang sudah kesiapkan semalam dari saku. Bergumam pelan saat meletakkannya di atas kursi itu dengan penuh perasaan, "Kuharap kau membaca ini. Dan memaklumi kebodohanku dan betapa pengecutnya aku, tidak berani berbicara langsung denganmu."
Tersenyum miris, aku masih menyempatkan untuk mengangkat surat itu dan mengecupnya singkat.
I Love You.
🌸🌸🌸
Aku menaruh surat itu pukul tujuh pagi, dan Kang Taehyun datang pada pukul sembilan. Mungkin biasanya juga begitu, karena aku selalu datang jam sepuluh bersama Papa, jelas dia sudah hadir disana.
Aku kembali memerhatikannya. Ia yang mulai membuka suratku, dan membaca isinya!
Aku menelan salivaku sendiri, gugup buka main. Rasa gugupku melebihi rasa gugup saat pengumuman ranking di sekolah, dan takut kalah saing dengan Bamgyeol. Ini jauh lebih mendebarkan dari itu!
"Hei, gadis Papa rupanya masih disini."
"Ssshh.. ssshh.. Pa! Jangan keras-keras!" Aku langsung menarik lengan Papa agar mau bergabung merunduk bersamaku dibalik bukit itu. Papa menurut, sama seperti kemarin.
Ikut berbisik, Papa menatapku, menelisik heran. "Kau sudah melakukan misi anehmu?"
"Misi aneh apa, Pa? Soya sedang memperjuangkan cinta Soya, Pa."
"Ck, ck, ck. Bahkan sekarang sudah berani terang-terangan," decak Papa agak takjub dengan kepercayan diriku.
Aku yang terkejut dengan kalimat yang meluncur bebas itu langsung menutup mulutku sendiri. "Mak-maksudnya, berjuang untuk berkenalan dengannya."
"Ya, tinggal hampiri kesana, susah sekali, sih? Ada opsi yang gampang, mengapa anak Papa malah memilih yang tersulit. Menulis sepucuk surat cinta lalu membangunkan Papanya di pagi buta supaya diantarkan lebih cepat," cerocos Papa. Aku hanya mencebik tajam.
Terkadang Papaku memang kuperlakukan seperti teman sebayaku sendiri. Astaga! Durhakanya diriku.
"Suka-sukaku, dong, Pa. Ini cara yang dipakai kebanyakan anak jaman sekarang tau, Pa. Orang-orang sering menyebutnya dengan sebutan 'penggemar rahasia'"
Papa menahan tawa. "Pfft, apa? Itu artinya anak Papa penggemar pemuda itu?"
Aku mengangguk mantap, sorot mataku mengandung keseriusan. "Pokoknya Soya tidak akan menghampirinya sebelum benar-benar mendapatkan keberanian yang cukup."
Yang benar saja! Kalau kupaksakan sekarang, yang ada nanti aku akan terpelongo bodoh akibat ketampanannya, atau tergagap bagai orang idiot, mimisan atau bahkan pingsan. Maklumi, guys. Sudah kubilang aku suka memikirkan kemungkinan terbutuk sebelum bertindak.

KAMU SEDANG MEMBACA
[?] But, I Still Want You
Fanfiction「 ???????, ??? - ???? ??????? 」 Penderitaan yang sebenarnya adalah hidup dalam penyesalan. Jika masih ada waktu, maka manfaatkanlah. Jika diberi kesempatan, maka hargailah. "Meski sedikit, kita sudah sempat membuat kenangannya...
05. Understanding
Mulai dari awal