抖阴社区

Part 11

20 4 0
                                        

Fau terpaku oleh salah satu tulisan yang ada di salah satu kompleks Kastil. Hal yang berbau sejarah selalu menarik gadis itu. Matanya terpaku membaca, mulutnya komat kamit.

"Bran Castle merupakan bekas tempat tinggal pangeran Vlad ke III, yang kisahnya diangkat dalam novel Drakula karya Bram Stoker pada 1897. Tidak hanya itu, Bran Castle juga menginspirasi kisah drakula lainnya yang berjudul 'Vlad the Impaler'." Bibirnya mengatup dan membuka, menggumam sendiri.

Gadis itu tak bosan rasanya membaca setiap paragraf informasi yang terpampang di papan. "Menurut sejarah, kastil ini merupakan hadiah dari rakyat Transylvania untuk Ratu Meri Rumania. Memiliki dinding putih dan atap berwarna merah gelap, Kastil Bran berdiri di atas bukit Izvorul Kalimonui. Aura mistispun kental menyelimuti seluruh bangunan yang disebut-sebut sebagai salah satu kastil paling angker di Eropa.

Dari kejauhan istana ini cukup terlihat menyeramkan seperti istana nenek sihir di banyak kisah legenda Barat. Bran Castle berdiri megah di atas bukit berbatu dengan beberapa menara yang menjulang tinggi khas istana negeri dongeng semakin menggugah kesan menawann namun misterius. Untuk naik ke istana drakula ini pengunjung harus melalui jalan miring yang cukup tajam sepanjang 100 meter.

Bran Castle adalah kastil yang pernah dimiliki seorang bangsawan Rumania yang bernama Vlad Tepes yang dikenal sebagai Count Dracula. Vlad Tepes lahir pada 1431-1476. Nama Dracula berasal dari ordo yang dimiliki ayah Vlad Tepes yaitu 'Dracul' atau Naga, Vlad ini yang dikenal dengan nama anak drakula. Namun demikian Vlad tak menghisap darah manusia atau korbannya seperti cerita-cerita drakula yang sering didengar."

Edo memperhatikan Fau—yang masih asyik menekuri sejarah kastil, dengan menyilangkan tangan di dada. Menyenggol lengan gadis itu berulang-ulang rasanya percuma.

"Apa?" sahut Fau tanpa menoleh.

"Memang bisa baca?" celoteh Edo menyebalkan, tetapi sekaligus lega akhirnya gadis itu bersuara untuknya.

"Kisah drakula yang sebenarnya adalah tentang kekejaman Vlad semasa pemerintahannya di Wallachia, Transylvania. Vlad tidak sungkan-sungkan untuk menyiksa dan membunuh pihak-pihak yang menentang pemerintahannya dengan kejam. Vlad akhirnya terbunuh saat perang salib melawan bangsa Turki pada tahun 1476, pada tahun 1930 kuburan Vlad dibongkar dan jasadnya tidak ada di kuburan itu.

Sampai saat ini, keberadaan jasad drakula 'Vlad' tidak diketahui. Kini kastil megah dan eksotis yang bertemakan abad 12 saat ini dibuka untuk umum sebagai museum." *

Sebenarnya, laki-laki setinggi 179 cm itu merasa bosan karena didiamkan oleh gadis cerewet yang mendadak berubah anteng karena sejarah. Pelajaran yang seumur hidup paling dibenci seorang Eduardo Lavinski.

"Kan ada terjemahan inggrisnya," sahut gadis itu pendek. Dia lalu menoleh setelah puas membaca. "Sekarang jam berapa?"

"Empat. Kita cuma punya waktu dua jam, masih mau lanjut keliling atau—"

"Serius?" sambar Fau cepat dengan mata melebar. Lelaki itu belum selesai berucap saat gadis itu memotongnya. "Serius?" Fau membelalakkan mata dan melirik jam kayu besar yang berada di sudut ruangan, tak jauh dari mereka. "Lanjut deh, yang belum kita kunjungi yang mana, ya?"

"Ruang peti sudah, ruang tidur sudah, ruang makan sudah, pekarangan belakang udah, ruang duduk—"

"Ruang duduk kayaknya belum." Fau merebut denah ruangan yang sedang dicorat-coret oleh Edo. "Masih kurang enam lokasi lagi, astaga!" Gadis itu menepuk jidat. "Dua jam cukup cukup tidak, ya?"

"Cukup kalau kita bisa efisiensi waktu." Edo memasukkan kedua tangannya ke dalam saku jaket parkanya. "Lagipula, enam lokasi itu ada di sayap timur. Searah."

"Bagus." Fau menghela napas lega. "Sayang sekali Bran Castle di Transylvania. Seandainya di Bukares, mungkin kita bisa menghabiskan lebih lama di sini."

"Masih ada lain waktu, kan?" Edo mengulum senyum. "Tapi kamu nggak usah khawatir, asal kita tidak melebihi jam malammu, kita masih bisa menghabiskan waktu lebih lama sebelum aku kembali ke Polandia."

Fau mengaduh dalam hati, "Aduh, kenapa ucapannya manisnya membuat pipi menghangat." Berulang kali semenjak kemarin, lelaki itu membuat Fau serba salah. Tangan Fau mau memegang pipinya tetapi urung melihat tatapan Edo.

Edo ingin menangkup pipi putih kemerahan Fau tapi laki-laki itu masih cukup waras untuk tidak ditampar gadis itu.

"Aku benar, kan?"

Fau hanya bergumam tidak jelas sembari berjalan meninggalkan lelaki itu dengan perasaan salah tingkah.

*google source.

Spring in Bucharest (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang