"Gue bingung, tapi ngerti juga akhirnya." kekeh Bima.
"Enak, yang dijadiin bahan teka-teki nggak tau," ujar Joe.
"Gila lo, Mal," kesal Elang. Cowok itu ngambek sekarang.
"Apa nih?" Sakti yang baru saja datang sehabis ganti baju bertanya pada teman-temannya yang asik tertawa.
"Biasa, Malik," jawab Arga.
"Ayo Ga, ntar kemaleman," ajak Sakti.
"Ga, gue aja ya, sama Sakti. Lo yang di sini," ucap Elang, takut jadi bahan bercandaan teman-temannya lagi.
"Apaan, gue udah klop sama Arga," tolak Sakti.
"Yah, kok gitu Sak? Sakti, lo aja yang di rumah, biar gue sama Arga yang pergi. Ya, ya, ya?" bujuknya dengan puppy eyes yang nyatanya masih tak mempan.
"Nggak mau, lo rewel kalo diajak," kata Arga. Bibir Elang mencebik, persis seperti anak kecil ketika merajuk.
"Dah, lo di sini aja sama Bima, Malik, Joe," ujar Sakti.
"Iya, gak asik loh," kata Malik.
"No! Nanti lo bakal jadiin gue bahan bully," ucap Elang mendramatisir keadaan.
"Hilih," cibir Joe.
"Kendak kau lah, Lang," ujar Malik, kesal, dengan bahasa kerajaannya; Palembang. *'Terserah kamu lah, Lang.
"Anjir, keluar bahasanya," kaga Joe tertawa. Kadang dia merasa lucu ketika Malik ngomong dengan bahasa Palembang.
"Serem juga ada," kekeh Bima.
"Heh, kita berdua pamit," ujar Sakti.
"Bentar doang, bibir lo gak usah maju gitu kayak bebek," tambah Sakti kala penglihatannya tertuju pada Elang.
"Iyaa, sana pergi lo berdua," usir Elang.
"Dih, rumah siapa juga?" cibir Sakti.
Setelah berpamitan pada teman-temannya, Arga dan Sakti langsung bergegas. Niat mereka ingin pergi sebentar untuk membeli makanan ringan di supermarket menggunakan mobil Arga.
Lima belas menit menempuh perjalanan, keduanya pun sampai. Sakti langsung mengambil satu keranjang dan berjalan menuju lorong yang berisi snack, diikuti Arga yang ada di belakangnya.
"Segini cukup, ya?" tanya Sakti, hendak menuju kasir.
"Cukup lah itu, malah lebih kalo Cika mau," balas Arga.
Cowok dengan hoodie abu-abu itu berjalan lebih dulu. Menghadap kasir yang menatap dirinya dan Arga dengan kagum.
"Ganteng banget sih, Dek," ujarnya. Sakti dan Arga saling lirik saja, namun tak membalas.
"Totalnya delapan puluh ribu." Sontak saja Sakti mengeluarkan selembar uang merah dari dompetnya, menyerahkan uang itu dan langsung mendapat kembalian.
Berjalan menuju mobil yang terparkir di depan supermarket, kedua netra Sakti tak sengaja menangkap siluet perempuan yang dia kenali.
"Ga, Ga, bentar ya?" ujar Sakti, menaruh belanjaannya di kursi belakang lalu berlari entah ke mana. Arga yang masih terkejut pun bingung melihat temannya.
"Mau ke mana tuh anak?" gumamnya pada diri sendiri.
Sakti berjalan, cukup jauh dari cewek itu. Dia tidak salah tebak, itu benar Aletta. Seulas senyum terpancar di wajahnya beberapa detik ketika Aletta yang berada cukup jauh di depannya mendadak berhenti namun kembali melangkah dengan cepat.

KAMU SEDANG MEMBACA
SAKTI
Teen Fiction[Follow sebelum membaca] °°° Blurb: Jatuh cinta pada pandangan pertama. Mungkin itu yang Sakti rasakan ketika melihat cewek bernama Aletta, si jutek yang berasal dari jurusan IPA. Sekeras apa pun Aletta menyuruhnya menjauh, Sakti tidak menyerah. Dia...
Sakti 10
Mulai dari awal