2 years later.
1 April, 2005.
Pagi ini, terlihat berbeda tidak seperti biasanya. Mading sekolah yang sebelumnya tidak terlalu diperhatikan oleh murid Victorian School, kini berhasil menarik atensi hampir seluruh angkatan.
Begitu juga dengan Naeun. Karena rasa penasarannya yang begitu tinggi serta pandangan murid yang menatapnya begitu aneh, membuat ia berusaha mendorong kerumunan orang-orang agar bisa melihatnya.
Betapa kaget ketika ia melihat majalah dinding di sekolahannya, disitu menjelaskan bahwa ia adalah seorang pembunuh.
Naeun langsung menarik lembaran kertas bergambar dirinya agar tidak dilihat oleh murid lainnya. Sial, ia tau siapa yang berani menempelkan wajahnya.
Ditambah lagi melihat tujuh pemuda pemudi kelas atas yang terlihat santai seperti tidak tertarik dengan kegemparan pagi ini, membuat Naeun yakin bahwa salah satu dari mereka pelakunya.
Naeun menarik Rose ketika ia ingin menuju tangga bersama teman-temannya
"Lo ... lo kan yang ngelakuin ini semua?!"
"Lagian bukannya bener ya, kalau lo pembunuh? Terus, kenapa takut?" kata Rose seraya menyilangkan kedua tangannya
"Eh, siapa tau yang nempelin itu orang yang lo bunuh."
"Takut Jeffery tau ya? Tenang aja, ini bukan soal siapa pembunuh kakeknya kok. Ini soal pembunuh Jane, yang mungkin hari ini bakal ketangkep." sahut Jisoo
"Kalian bisa gak sih, gak usah ganggu gue?! Gue kan gak pernah ikut campur urusan lo semua!" ujarnya dengan nada tinggi
Thom mendecih lalu sedikit mendekat kearah Naeun sebelum berkata, "Setelah perbuatan lo yang ngebuat Jane mati, masih berani bilang kalau gak pernah ikut campur urusan kita?!"
"Lo udah ngebunuh dua orang, Naeun. Berhenti berpura-pura polos karena waktu kebahagiaan lo akan segera berakhir," ujar Thom sambil mendorong dahi Naeun sebelum menginjak anak tangga menuju kelasnya
Rose mendekat ke arah Naeun setelah ketujuh temannya sudah meninggalkan tempat tersebut, "Dan jangan pernah berharap sama Jeffery lagi ya, cantik. He's mine."
Katakan lah bahwa mereka seperti pecundang karena keroyokan melawan satu orang. Namun, kekuatan seorang pembunuh memang tidak bisa diragukan. Bahkan pembunuh bisa bekerja sendiran tanpa bantuan orang lain.
3 tahun sekolah di Victorian School, akhirnya Thomas Vabian serta teman-temannya sudah melaksanakan ujian sekolah. Mereka berhasil melewati berbagai drama di kehidupannya.
Victorian School, sekolah bergengsi di distrik Gangnam yang penuh dengan kejadian unik. Walaupun sudah tidak ditemani oleh 'gebetannya' selama dua tahun, Thomas Vabian pun suatu saat akan merindukan kenangan di sekolahnya.
Sekolah yang mempertemukan ia dengan Jane, membuat keduanya membenci satu sama lain, hingga terjebak dengan perasaannya sendiri.
Kini, tidak ada lagi murid yang belajar sampai malam hanya untuk mendapat nilai tertinggi di angkatannya, menjatuhkan satu sama lain agar bisa berada di urutan paling atas.
Siapa sangka, bahwa kepergian Jane telah membuat ketujuh murid terpenting di sekolahnya bersatu. Walaupun tidak sepenuhnya akur dan sering sekali berbeda pendapat, mereka tetap berada di satu tujuan yang sama ... menguak kasus pembunuhan Jane yang sudah terkubur selama dua tahun terakhir.
Untuk kali ini, murid kelas 12 hanya bersantai karena sudah tidak ada lagi kegiatan belajar mengajar. Thom yang selalu murung setelah kepergian Jane, kali ini ia menjadi lebih baik dibanding dua tahun yang lalu.
Bahkan dia makin dekat sekali dengan Jacob, sampai-sampai Lisa merasa tidak kebagian waktu untuk berduaan dengan kekasihnya karena Jacob yang selalu direbut kemana pun Thom pergi.
"It's time guys, let's go." teriak Lisa pada seluruh murid di kelasnya yang membuat mereka keluar dari kelas dan menuju ke lapangan.
Karena kebetulan jam istirahat, banyak adik kelas yang melihat aksi kakak kelas yang sudah baris di tengah lapangan.
Mereka tidak tau kenapa kelas 12 dikumpul di tengah lapangan, namun karena instruksi dari Thom mau tidak mau harus mengikuti kemauannya. Beruntung cuaca sedang mendung, jadi tidak takut kepanasan.
Tak lama, banyak lembaran kertas yang jatuh dari lantai tiga arah kelas A. Mereka yang berada di tengah atau pinggir lapangan, mengambil kertas tersebut dengan tatapan bingungnya.
Thom pun melakukan hal yang sama seperti murid lain, bahkan Naeun yang berada di tengah lapangan ikut mengambil kertas tersebut.
"Hello guys!"
Kedatangan seseorang yang berdiri diatas mimbar berhasil menarik atensi seluruh murid di lapangan. Perempuan berambut hitam sebahu yang mengenakan seragam Victorian School serta memakai kacamata hitam itu, mengambil mic yang biasanya digunakan kepala sekolah untuk berbicara.
"Gue yakin, angkatan ini gak ada yang gak kenal siapa Jane Bagaskara."
"Jelas dong ya ... dia kan orang terpengaruh di sekolah ini. Banyak yang suka, dan pasti banyak yang benci sama dia."
"Kalian inget gak sih? Ditanggal yang sama di hari ini pada dua tahun lalu, Jane meninggal karena terbunuh di sekolah milik Thomas Vabian,"
"Untungnya, pembunuhan ini gak ngebuat reputasi Victorian School anjlok ya, guys. Pasti pembunuhnya nyesel deh, kalau sekolah ini masih maju."
"Tapi kalian tau gak, kalau pembunuh sebenarnya masih ada disini?" pertanyaannya membuat seluruh murid menatap temannya satu sama lain untuk menebak siapa pembunuhnya
"Kasian ya, jadi Jane. Dibenci, dibunuh, bahkan pembunuhnya masih belajar dengan hati yang tenang selama dua tahun tanpa ngerasa bersalah."
Perempuan dengan nada bicara yang sedikit 'centil' itu turun dari atas mimbar, menaruh mic sembarangan lalu menghampiri salah satu murid yang masih terlihat tenang.
Siapa sangka, perempuan berkacamata hitam ini menusukkan pisau kecil ke arah Naeun dengan cepat. Leher Naeun mengeluarkan banyak darah, membuat seluruh murid di lapangan berteriak hebat.
Bahkan cowok-cowok kelas 12 ingin menarik perempuan gila yang datang tanpa salam lalu menusuk leher teman seangkatannya. Namun, dengan cepat Jeffery dan Jacob menahan mereka untuk diam dan tetap menonton saja.
"Michyeosseo?!" teriak Naeun
"Gimana? Sakit?"
"Ini cuma satu tusukan dan gak dalem, loh. Gimana lo yang udah nusuk Jane berkali-kali di perutnya?!" teriakan perempuan tersebut lagi-lagi membuat seluruh murid di lapangan menganga hebat
"Kaget kan lo semua, murid yang keliatannya polos ... pernah ngebully Yeri, ternyata seorang pembunuh?!"
"Kalian mau tau apa alesan bocah miskin ngebunuh Jane? Dia takut Jane ngebongkar rahasianya yang bahkan selama ini seluruh Korea gak tau, kalau Naeun ngebunuh kakek Jeffery."
Hampir saja rambut perempuan itu dijambak oleh Naeun kalau tidak ditahan lebih awal.
"Eits, mau jambak gue ya? Gak akan bisa, gue bukan cewek lemah kayak Jane."
"Tapi karena lo ngebuat Jane mati, semuanya diambil alih sama gue. Yang seharusnya Jeffery gak tau siapa pembunuh kakeknya, seluruh murid Victorian School jadi tau deh ... ternyata yang bunuh kakeknya serta Jane, itu orang yang sama."
"Ngebunuh Jane, gak menjamin hidup lo akan aman dan damai. Lo lupa, Jane punya tujuh temen yang tau rahasia lo?"
"Dia yang masih baik sama lo aja, berani dibunuh. Kalau gue? Haha ... jangan berharap gue kasihanin pembunuh miskin kayak lo,"
"Jangan pernah berharap Jeffery dan Jacob masih punya perasaan sama lo. Inget kan apa kata-kata Jacob? Seorang anak miskin gak akan pernah bisa bersaing sama anak kelas atas,"
"Ya! Udah puas ngebuat gue di malu-maluin satu sekolah?!" ujar Naeun seraya menarik kerah seragam perempuan tersebut
"Lo siapa sih?! Berhenti ikut campur urusan Jane kalau gak tau apa-apa!"
Matanya berair, tangannya ikut gemetar. Naeun hanya berani mengeluarkan sedikit kata-kata dari mulutnya ketika dirinya merasa sudah terpojoki.
"Bacot, anjing!" perempuan itu mendorong Naeun serta menamparnya dengan keras
"Lo pikir gue gak akan tinggal diem setelah ngeliat Jane ditusuk dengan mata kepala gue sendiri?!"
"Lo pikir situasi waktu ngebunuh Jane udah tepat? Salah besar, Naeun. Di taman ada seseorang yang masih hidup, dan tau apa yang lo lakuin pada malem itu."
"Ah ... gue gak bisa jadi orang baik karena ngeliat muka lo yang brengsek,"
"Kasian deh, udah miskin, rumah kebakaran, jadi pembunuh lagi."
"M-maksud lo?" Naeun membulatkan matanya setelah mendengar kata 'kebakaran'
Sedangkan perempuan itu hanya tersenyum menang melihat musuhnya terpojoki. Ia mendekati telinga Naeun sebelum berkata, "Lo aja bisa ngebunuh Jane, kenapa gue gak bisa bakar rumah lo?"
"Oh, dan gue sengaja sih, nyogok polisi buat nunda dan berhentiin kasus Jane yang bahkan penghuni Nava Palace gak tau. Soalnya gue suka aja, ngeliat orang yang berdosa merasa menang setelah ngelakuin kejahatan,"
"Stop seolah menjadi korban, kebahagiaan lo sudah berakhir disini."
"Selamat membusuk di penjara, Naeun Abiyya!" kata perempuan itu setelah kembali menaiki mimbar sekolahnya, mengambil ember yang berada di sampingnya dan melempar ke arah Naeun.
"Duh bau nih, udah miskin, bau darah babi pula." tubuhnya menjadi basah dipenuhi oleh warna merah darah
Beruntung murid yang di dekatnya sudah menjauh lebih awal karena suruhan Thom, Jacob, Jeffery dan Theo. Kalau tidak, bisa-bisa mereka ikut terkena darah babi.
"Lo siapa deh? Keliatan gak asing soalnya," kata salah satu murid
Betapa kagetnya mereka melihat seorang perempuan yang melepas kacamata hitamnya. Mirip sekali, hanya saja perempuan ini memiliki tai lalat di atas bibirnya
"Jane?!" hampir seluruh murid kelas 12 berteriak
"I'm not Jane,"
"I'm Jean."
⎯end, thank you for reading this story.
With love,
V
(ps ; darah babi terinspirasi dari drama vincenzo)
yg kemarin curiga sm jacob jeffery jisoo, jahat banget pokonya.