©Haruwoo_o present
Criminal Prince
[Hajeongwoo story]
.
.
.
Seperti biasanya, fast up lagi buat para selir kesayangan.
Happy reading luv~
Pupilnya semakin membulat dengan kilat penuh ketakutan. Kedua tungkainya melangkah mundur perlahan seirama dengan langkah pria yang juga mengambil langkah maju mendekat ke arahnya.
"B-berhenti disana! Jangan mendekat, Ji!" bentak Hyunsuk dengan suaranya yang bergetar lirih.
"Kenapa harus? Aku merindukanmu, Hyunsuk-ah."
Jihoon masih melangkah maju, menghiraukan seruan Hyunsuk yang berulang kali menyuruhnya untuk berhenti. Senyum tipisnya semakin mengembang saat melihat wajah panik Hyunsuk yang punggungnya sudah berbenturan dengan dinding.
"Kenapa terus menjauh? Aku sudah bilang kalau aku datang karena merindukanmu." Jihoon berujar lembut, mengukung Hyunsuk dengan kedua lengannya pada sisi kiri dan kanan si manis yang hendak menghindar lagi darinya.
Mendengar kata rindu membuat Hyunsuk memberanikan diri untuk menatap netra tajam milik sang dominan. Dengan air matanya yang mulai berjatuhan membasahi pipi, Hyunsuk mendecih sebelum berujar.
"Rindu katamu? Hentikan omong kosongmu dan pergi dari sini!" bentak Hyunsuk penuh penekanan.
Tak ada jawaban dari si empunya yang diajak bicara. Jihoon masih mengukungnya, menatapnya lamat membuat Hyunsuk semakin merasakan sesak sekaligus amarah yang semakin memuncak.
"Pergi Jihoon! Aku bilang pergi dari sini!" serunya frustasi. Kedua tangan mungilnya mulai bergerak memukul acak dada bidang pria di depannya.
"Hyunsuk, listen to me." pada akhirnya Jihoon kembali membuka suaranya, meraih kedua lengan Hyunsuk dengan tangan kirinya untuk digenggam agar pria mungil di depannya mau berhenti memukulinya.
"Aku tidak mau mendengar apapun darimu! Jadi cepat pergi dari si--"
"Termasuk tentang adik manismu? Park Jeongwoo?"
Mendengar kalimat tanya yang Jihoon ucapkan berhasil membuat Hyunsuk terdiam seribu bahasa. Air matanya semakin mengalir saat mendengar nama sang adik yang keluar dari belah bibir pria di depannya.
"A-apa yang kau lakukan pada adikku?" tanya Hyunsuk pelan, tubuhnya lemas dan hampir merosot jatuh kalau saja Jihoon tidak meraih pinggangnya untuk direngkuh.
Jihoon berdecak, kemudian mengulurkan satu tangannya yang terbebas untuk menghapus air mata yang terus saja berjatuhan membasahi wajah manis Hyunsuk.
"Berhenti menangis. Kenapa kau cengeng sekali, huh?" Jihoon terkekeh pelan di akhir kalimatnya kemudian beralih untuk menangkup pipi gembil Hyunsuk.
Si manis Choi tak menjawab, namun pada detik selanjutnya ia mencoba untuk menepis tangan Jihoon juga melepaskan rengkuhan pria ini pada pinggangnya. Namun lagi dan lagi niatnya harus terhenti saat Jihoon kembali berujar, mengatakan beberapa deret kalimat yang berhasil membuatnya diam patuh bak anak anjing.
"Kalau kau mau tau dimana dan bagaimana kondisi adikmu, maka berhenti memberontak." bisik Jihoon pelan, dengan senyum miringnya yang juga ikut terukir saat pria manis-nya mau menurut begitu saja.
"Pintar! Now, give me a kiss." sambung Jihoon meminta dengan santainya, berbeda lagi dengan reaksi Hyunsuk yang mendelik tak percaya.
"Apa kau gila?!"
"Mungkin? Aku gila karena kau Choi Hyunsuk." kekeh Jihoon pelan.
"Tapi kalau kau tidak mau, aku tidak akan memaksa. Kalau begitu aku permisi."
Menyelesaikan kalimatnya, Jihoon mengusap pelan pipi gembil Hyunsuk yang tengah ditangkupnya sebelum berbalik untuk pergi. Namun dalam detik selanjutnya, langkah Jihoon malah terhalang oleh Hyunsuk yang tiba-tiba saja menarik lengannya untuk berbalik sebelum mengecup singkat bibirnya.
"Sudah. Sekarang katakan dimana Jeongwoo." tagih Hyunsuk sembari menunduk, menyembunyikan semburat merah pada kedua pipinya sekaligus air mata yang kembali mengalir tanpa ijin.
Jihoon yang mulanya sempat terkejut langsung tersadar saat melihat tubuh mungil di depannya kembali bergetar pelan, menandakan sang pemiliknya tengah menangis lagi kali ini.
Meraih bahu sempit milik si manis, Jihoon menuntun Hyunsuk untuk menatapnya. Sebenarnya Jihoon sangat menyukai pemandangan di depannya sekarang. Dia suka melihat wajah manis Hyunsuk yang memerah karena menangis seperti sekarang ini.
Cantik. Itulah kata yang tepat menurutnya untuk memuji sosok manis di hadapannya ini.
"Jeongwoo aman bersamaku. Dia ada di markas Redentor. Jadi, Hyunsukku sayang--" Jihoon menjeda kalimatnya hanya untuk terkekeh karena melihat ekspresi terkejut yang Hyunsuk tampilkan.
Namun pada detik selanjutnya, pria dengan tahi lalat di pipinya itu kembali menampilkan ekspresi dinginnya dengan senyum tipis yang terukir.
"Pilihannya masih sama seperti dulu. Play with the devil atau mengemis untuk surga. Tapi kali ini sedikit diubah untukmu. Yaitu mengemis untuk surga adikmu, Park Jeongwoo."
Pagi harinya, si manis bangun dari tidurnya dengan rasa pegal yang mendera seluruh tubuhnya.
Dan saat kesadarannya terkumpul sempurna, senyumnya mulai mengembang saat mendapati lengan Haruto masih memeluknya apik. Netra indahnya menatap wajah damai pria yang masih terlelap di sampingnya, Haruto tampak masih mengarungi alam mimpinya membuat Jeongwoo tak berani menggeser tubuhnya barang sedikit pun.
Semakin Jeongwoo menatap lamat sosok pria yang tengah memeluknya saat ini, semakin jatuh pula dirinya dalam pesona Haruto.
Salah satu tangannya yang terbebas ia angkat perlahan, diulurkan untuk menyingkirkan beberapa surai yang menutupi netra Haruto. Netra bulatnya mengerjap beberapa kali, Haruto terlihat sangat tampan saat dilihat dari jarak sedekat ini.
Tapi Haru memang selalu tampan, apalagi kemarin malam. Suara hatinya itu mampu membuat kedua pipinya bersemu merah seketika saat bayangan tentang kegiatan panas mereka kembali terlintas.
Tanpa Jeongwoo sadari, kini tangannya malah beralih untuk mengusap lembut pipi kiri milik sang dominan yang membuat netra kelam Haruto perlahan mulai terbuka.
Jantungnya berpacu dengan cepat saat netra keduanya saling bertemu satu sama lain. Haruto yang melihat semu merah pada pipi si manis tidak bisa untuk menahan dirinya lagi. Maka diberikannya satu kecupan singkat pada bibir Jeongwoo membuat sang empunya bibir membulatkan matanya dengan sempurna.
"Maaf, aku membangunkanmu ya?"
Sadar dari keterkejutannya, Jeongwoo berniat untuk menarik tangannya. Tapi Haruto lebih dulu menahan telapak tangannya agar tetap berada di pipi kiri sang dominan.
"Kemarilah, sini mendekat lagi padaku." pinta Haruto dengan suara seraknya yang terdengar lebih seksi di pendengaran Jeongwoo pagi ini.
Si manis mengangguk pelan, lalu semakin merapatkan diri menerima rentangan tangan Haruto. Kini pandangannya hanya bertemu dengan dada bidang sang dominan juga pinggangnya yang semakin direngkuh hangat.
Menumpukkan dagunya pada puncak kepala si manis, Haruto menghela nafasnya pelan sebelum membuka suara memecah keheningan.
"Thank you."
Kening Jeongwoo mengerut pelan. Pasalnya tidak ada angin ataupun hujan, tapi Haruto malah berterimakasih padanya.
Ingin menjauhkan sedikit tubuhnya agar bisa melihat raut wajah sang dominan, tapi lagi-lagi lengan kekar Haruto yang melingkar apik pada pinggangnya menjadi penghalang. Haruto juga semakin menarik Jeongwoo masuk ke dalam pelukan hangatnya. Membuat si manis mau tidak mau tetap pada posisinya.
"Haru--"
"Biarkan seperti ini dulu." potong Haruto yang seolah tau kalau Jeongwoo minta untuk dilonggarkan sedikit pelukannya.
"Tapi kenapa berterimakasih begitu? Maksudku untuk apa?"
"Semuanya. Terimakasih karena sudah menjadikan aku yang pertama. And for this one week."
Satu minggu? Jeongwoo bahkan hampir lupa kalau pertemuan keduanya sudah genap satu minggu lamanya dan itu artinya perjanjian mereka sudah selesai.
Padahal dulu dirinya sangat menanti kalau satu minggu ini bisa selesai dengan cepat dan saat ini dirinya malah merasa sedikit tidak rela. Tapi mau bagaimanapun juga Jeongwoo memang harus kembali pada kehidupan awalnya dan terlepas dari bayang-bayang sang mafia.
===============
END.