Selepas kejadian dimana 'mertua' Jeno itu datang ke rumah si dosen, Jaemin menjauhi mereka. Jeno dan Renjun.
Setiap acara berkumpul bersama teman-teman pun, Jaemin tidak ikut karna alasan yang berbeda-beda setiap kalinya.
Mulai dari acara keluarga, menghadiri pesta kolega ayahnya, menemani ibunya berbelanja, belajar dengan dosen, mendapatkan hukuman, dan banyak lagi.
Teman-teman Jaemin awalnya curiga dengan pemuda Na ini. Jaemin tidak seperti ini sebelumnya dan selalu meluangkan waktunya bersama teman-temannya.
Jaemin seperti kesal pada salah satu di antara mereka.
Pemuda bersurai coklat itu baru saja selesai memanjakan tubuhnya dengan berendam di bath up apartemen nya. Niatnya ingin menjernihkan pikirannya dan melepas semua bebannya walaupun itu masih bersifat sementara.
Jaemin menatap ponselnya yang menyala. Membuat aplikasi chatting miliknya dan menatap kontak Jeno.
Ka Jen
21 unread massage, 8 misscall...
Jaemin membiarkannya. Membiarkan pesan dan telepon Jeno dari kemarin.
Jika Jeno sudah menikah, lalu apa yang dikatakan Jeno selama ini? Apakah hanya sebuah bualan untuk menghibur Jaemin? Sungguh, apakah wajah Jaemin terlihat memelas meminta jawaban yang sama pada sang dosen itu?
Jaemin tak pernah mengharapkan kata-katanya dibalas sama dengan Jeno. Dia hanya mengungkapkan isi hatinya yang merasa selalu berdebar dan aneh ketika bersama pria itu.
Jaemin tidak menyangka dosennya itu akan menyembunyikan fakta besar dan seolah menjadikan pemuda Na ini sebagai tersangka karena berani merebut Lee Jeno dari Huang Renjun.
Oh tidak, Lee Renjun.
Dia sebenarnya hanya ingin menjernihkan pikirannya dari kedua oknum yang dekat dengannya itu. Jaemin tidak membenci sang sahabat, dirinya hanya belum sepenuhnya mencerna apa yang dikatakan ibu Renjun atau mertua Jeno kemarin sore.
Kemarin juga Jaemin dengan cepat mengambil tas dan kunci motornya. Melenggang pergi menjauhi kediaman sang dosen yang membuatnya sampai terbawa perasaan.
Juga, Jaemin sempat menangis karena kisah cintanya berakhir buruk. Buruk dan sangat miris. Kenapa cinta pertamanya harus berjalan seperti ini?
Padahal Jaemin ingin cerita cintanya seperti pada novel-novel terkenal, dimana banyak adegan romantis dan sering berkencan. Namun, yang dialami Jaemin justru berbanding terbalik.
Alih-alih seperti novel, kisahnya justru seperti coret-coretan yang rumit dan berantakan. Semuanya.
Jaemin menghembuskan nafasnya sambil memejamkan matanya. Semua ini membuat Jaemin muak dan ingin melampiaskan rasa emosinya yang membumbung tinggi pada siapa saja. Tapi dirinya tidak akan berbuat apa yang otaknya muat.
Jaemin belajar dari Jeno kalau,
"Tutup matamu, hembuskan nafas sampai emosi mu sedikit berkurang lalu pukul guling atau bantal, anggap mereka musuh kamu dan lampiaskan semuanya pada benda itu. Kalau kamu melampiaskannya pada benda keras atau orang lain, takutnya kamu malah terkena masalah dan malah membuat kamu hilang kendali."
Sialan.
Pikiran sang dosen terus terputar di otaknya. Jaemin menghembuskan nafasnya. Matanya beralih pada bantal di sebelahnya. Jaemin tidak berniat memukulnya, dia tidak ingin menuruti ucapan si dosen itu lagi walaupun hatinya terus memerintahkan tangannya mendaratkan pukulan di gumpalan kapuk itu.
Jaemin mengalihkan pandangan, matanya menangkap kunci mobil yang sudah lama tak ia gunakan. Ah, dia jadi merindukan balapan bersama Felix.
Dirinya akan melakukan hal yang dia pernah lakukan dulu.
Saling menyalip di arena dengan taruhan yang besar dan menggiurkan.
- - -
Jeno, pria itu kedapatan tidak fokus saat mengajar dan memutuskan untuk mengambil cuti selama dua hari.
Jujur semenjak kemarin dirinya terus memikirkan Jaemin. Jeno tidak mencintai Renjun, dia menerima perjodohan itu karena tidak ingin orangtuanya marah dan kesal.
Kata mereka perjodohan ini sudah dipertimbangkan secara matang oleh kedua belah pihak. Juga ini adalah perjodohan yang membuat sang ibu agar tak lagi marah padanya.
Jeno pernah menentang perjodohan ini, tapi ibunya justru kecewa dan mendiamkan Jeno berhari-hari. Jeno tidak tau siapa Renjun dan kenapa orang tuanya memilih lelaki Huang itu untuk menjadi istrinya.
"Sekali saja turuti permintaan mama, Jen. Mama ingin yang terbaik buat kamu dan Renjun yang ada di mata mama. Renjun anak yang baik dan mama pengen kalian menikah sebelum mama gak ada."
Jeno ingat betul ibunya mengatakan hal itu sambil menangis. Tanpa sadar Jeno sudah menuruti mereka, hampir semuanya. Justru seharusnya Jeno yang sekali-kali bersikap egois karna tertekan oleh perintah mutlak orangtuanya.
Tapi karena tak tega melihat sang ibu yang menangis, akhirnya Jeno menyanggupinya. Menerima perjodohan itu.
Jeno berpikir yang dikatakan ibunya adalah fakta dan sifat asli seorang Huang Renjun.
Tapi siapa sangka, diri Renjun yang tersembunyi begitu rapat lalu muncul menggantikan sosok sebelumnya. Dalam artian, sifatnya berubah drastis.
Sebelum dijodohkan, Renjun hanya diam dan menunduk mengangguki kata-kata para orang tua mereka. Tapi setelah menikah, Renjun menjadi sosok yang berbanding terbalik.
Huang Renjun yang diam menjadi Huang Renjun yang emosional dan selalu mengumpat.
Huang Renjun yang hanya menunduk menjadi Huang Renjun yang mendongak melawan semua yang menghalanginya, tak memandang bulu.
Jeno kerap mendengar dan menyaksikan Renjun mengumpati dirinya.
"Balikin Guanlin gue."
"LO UDAH BIKIN GUE SAMA GUANLIN BERANTAKAN BRENGSEK!"
"Lo beda sama Guanlin, gue gak akan pernah mau sama lo."
"Gue cuma cinta Guanlin, anggep gue sama lo gak ada hubungan dan jangan ada kata kita."
"Lo selalu jadi buruk dimata gue."
Dan masih banyak lagi hingga Jeno bahkan tak ingat apa lagi yang pernah istrinya itu lontarkan.
Jeno juga sudah mengetahui siapa Guanlin. Mantan kekasih Renjun yang pernah menjemput pemuda Huang itu ke rumah dengan motor hitamnya.
Ah, jangan lupakan Renjun yang bahkan enggan memakai marga Jeno.
Jeno kini berhadapan dengan sang istri. Di sofa biru yang terletak di ruang tamu rumah mereka.
Renjun menatap Jeno jengah lalu menaikkan alisnya.
"Jadi?" Kata Renjun yang membuat Jeno masih diam, tapi tak lama dia menyahut.
"Kamu sudah bersama Guanlin, jadi ayo bercerai."
YAS!
Renjun menantikan hal ini. Rasanya ingin sekali Renjun merayakan pesta perceraian mereka.
"Gue sih ayo-ayo aja, lagian gue udah pacaran sama Guanlin. Gue sama lo juga sepakat kan bakal cerai?" Jeno mengangguk.
"Karna saya pikir tidak ada perkembangan antara saya dan kamu, maka akhiri saja dan jalani hidup masing-masing." Renjun tersenyum.
"Nanti sore kamu ikut saya ke rumah orang tua saya. Saya akan menjelaskan semuanya pada mereka sehingga tidak ada hubungan yang melilit saya dan kamu lagi." Tambahnya yang membuat Renjun semakin melebarkan senyumnya.
Ah, menyenangkan sekali.
"Oke." Putusnya lalu beranjak dari sofa.
Tapi baru saja berdiri Renjun justru terhenti karna mendengar ucapan Jeno.
"Juga, beritahu Jaemin agar memaafkan saya. Bilang juga saya menyukainya."
Sungguh apakah dunia sesempit ini hingga Jeno dekat dengan Jaemin?