" Andai saja semua pembunuhan itu gak terjadi apakah hidup gue bakal lebih baik dari ini ?
Gue merasa stuck. Semua obat itu nyatanya bereaksi tapi ke bagian yang lain "
~ X-Man
Melamun sepertinya sudah menjadi kebiasaan baru dikelas. Tidak hanya Asahi yang jadi pendiam, nyatanya setiap murid disini berubah lebih murung berbeda dari biasa. Jika sebelumnya kelas ini selalu ramai dengan gurauan, tapi sekarang kelas ini berubah jadi sunyi.
Di jam istirahat begini rata-rata murid bakal pergi ke kantin buat makan atau minum. Minimal sih jalan-jalan buat refreshing otak, tapi hal itu tak dilakukan beberapa murid. Mereka rupanya masih betah duduk dikelas. Walau cuma bengong sendiri. Paling ujung-ujungnya malas keluar kelas.
" Kyu, " panggil Jihoon sedikit berbisik. Ia memandangi Junkyu yang tengah terpaku ditempat duduknya. " Woy koala !! Diem-diem bae, keluar kuy. Jajan yuk, bosen gue "
Junkyu hanya menggelengkan kepalanya secara pelan setelah itu ia menelungkupkan kepalanya ke meja. Jihoon menghela nafas melihat itu.
Tak mau diem, Jihoon akhirnya pindah sasaran. Dia menepuk pundak Asahi yang kebetulan duduk didepannya. Dan coba tebak apa reaksi yang bakal Asahi beri ?
Diem aja sambil melototi Jihoon ?
Berdehem riang menatap aneh Jihoon ?
Atau menolak halus seperti Junkyu tadi ?
Jika kalian menebak salah satu dari itu maka kalian salah besar. Rupanya reaksi yang Asahi beri sungguh diluar angan-angan Jihoon.
Dia langsung membalikkan badannya seraya bilang,
" Males, jangan ganggu gue plis. Tuh kak Junkyu aja yang udah jadi partner setia Kaka !"
Itu dia. Setelah mengatakan kata-kata yang panjangnya tidak seperti biasa. Pemuda Hamada tersebut segera menyumpal telinganya dengan sebuah earphone. Jihoon jelas sekali merasa kesal. Tidak biasanya Asahi bakal secuek itu.
Eh, tapi biasanya dia juga cuek sih.
Ah masa bodoh. Jihoon tak mau pusing memikirkannya. Yang mau ia lakukan sekarang hanya pergi terus makan di kantin. Istirahat sudah berlangsung lima belas menit yang lalu. Buat makan sih seharusnya cukup.
Pada akhirnya Jihoon memutuskan buat pergi ke kantin sendirian. Setelah menyusun strategi guna membawa seseorang ikut bersamanya yang berakhir sia-sia. Ia akhirnya harus rela pergi ke kantin seorang diri.
Mau ngajak Haruto, kayaknya nggak usah. Mood Haruto tuh gampang berubah. Dan juga, ia nggak terlalu suka sama Haruto. Kalo ditanya kenapa nggak suka ? Gak ada alasan khusus. Hanya gak suka saja.
Namun sayang seribu sayang, niatnya mau pergi ke kantin eh malah batal. Hal itu karena tiba-tiba ada seorang murid datang dan ngasih kabar ke Jihoon kalau Jeongwoo lagi berkelahi bareng Dongjun di dekat taman belakang.
" Kak Ji, Jeongwoo berantem lagi sama Dongjun di taman belakang. Kak Jihoon cepetan kesana ! Yedam tadinya yang misahin tapi dia pingsan karna jatuh "
Kedua bola mata Jihoon membulat dengan sempurna begitu mendengar kabar tersebut. Tubuhnya refleks berdiri dengan cepat.
" Bocah itu ! Kenapa nyusahin gue sih " keluh Jihoon lalu segera berlari pergi meninggalkan seorang siswa yang masih terdiam.
" Heh !" panggil Asahi singkat. " Kok elo nggak cabut dari sini ? Kak Ji udah pergi "
Dia bergumam sambil menatap Asahi. Namun yang ditatap malah balas menatap dengan pandangan tak suka.
" Cabut gih sana, ngalangin cahaya !" seru Asahi dengan gerakan tangan khas orang yang lagi ngusir. Siswa itu memanyunkan bibirnya kedepan tanda ia mulai kesal.
" Kalian temennya nggak mau nolongin apa ? Diem aja dikelas "
" Males, lagi mager !" saut Junkyu.
" Lah kok gitu jawabnya ?? Nih beneran temenan atau enggak sih, heran gue !!" protes siswa itu.
" Dih peduli apa elu sama gue ?? Kenal aja enggak " ujar Asahi.
" Ya iya sih, tapi kan Jeongwoo itu- "
" Hei dimana tadi dia sekarang ?"
" Hah- ???"
" Gue bilang dimana Jeongwoo sekarang ?" tanya Haruto sekali lagi. Pemuda itu segera berdiri setelah siswa itu menyebutkan lokasi Jeongwoo saat ini.
" Ruto_ya...elo mau kesana kan ? Gue ngikut !" ungkap Junkyu berdiri dari duduknya. Setelah melihat Haruto bangkit dari duduknya, tiba-tiba timbul rasa ingin tau tentang keadaan Jeongwoo saat ini. Itulah alasan Junkyu memutuskan buat ikut bareng Haruto dan meninggalkan Asahi yang tengah kebingungan akan jalan pikiran Junkyu yang berubah.
Kebingungan itu semakin menjadi kala Junkyu beneran pergi menyusul Haruto ke tempat Jeongwoo. Refleks seperti Junkyu tadi, Asahi langsung berdiri dari duduknya.
" Hei Kim Junkyu, !" panggilnya namun tak direspon. Asahi bahkan sampe harus berjalan ke pintu guna melihat ke arah mana Junkyu bakal pergi.
Dan benar. Junkyu beneran ngikutin Haruto ke taman belakang. Tuh bocah ternyata berkata jujur. Kirain bohong kayak dia kalo ngomong ke Yedam.
• • • •
Setelah berhasil memisahkan kedua bela pihak yang berkelahi, Jihoon menggiring tubuh Jeongwoo ke UKS untuk diobati luka-lukanya. Tapi yang namanya orang habis berantem, emosinya pasti belum stabil. Terbukti saja, Jihoon harus menguras tenaga lebih demi membawa Jeongwoo buat diobati.
Yang penasaran tentang kabar Yedam, tenang aja. Pihak sekolah bergerak dengan cepat. Alih-alih mengobati di UKS dulu, mereka malah langsung membawa Yedam ke rumah sakit.
Katanya sih takut ada hal parah yang mungkin terjadi. Mengingat luka parah yang Yedam terima meski ia cuma jatuh kedorong. Kepalanya sampe ngeluarin darah.
" Aw, sakit..!" keluh Jeongwoo mengernyitkan dahinya.
Jihoon yang tadinya fokus mengobati luka Jeongwoo langsung memberikan tatapan tajam khasnya. " Kalo tau sakit kenapa berantem ?!"
Jeongwoo segera memalingkan wajahnya ke samping begitu mendengar Jihoon membalas ucapannya dengan nada ketus.
" Elo seharusnya bisa menahan diri karna setiap kali elo berantem hal-hal buruk pasti terjadi. Inget terakhir kali elo berantem dan apa yang terjadi setelahnya ??"
Jeongwoo tambah memalingkan wajahnya. Ia tak mau membuat kontak mata dengan siapapun apalagi Jihoon. Pikirannya sudah cukup kacau saat ini.
" Kak Jihoon kalo ngomong jangan gitu !" protes Junkyu.
" Gue ngomongin kenyataan. Lihat aja, sekarang Yedam lagi dibawa ke rumah sakit. Bukannya itu hal buruk ?"
" Bener juga sih tapi-.....ah sudahlah !" omel Junkyu tertahan.
Tok tok !
Tiba-tiba pintu berbunyi bersamaan dengan itu seorang siswi masuk dan memberitahu kalau kepala sekolah a.k.a ayah Jeongwoo meminta anaknya untuk pergi ke ruangan kepsek sekarang juga.
Dengan cepat Jeongwoo berdiri meski sempat dilarang Jihoon perihal lukanya yang belum selesai diobati. Sempat terjadi adu mulut antara kedua orang itu. Jeongwoo yang keras kepala buat pergi serta Jihoon yang ngotot nahan dia.
Namun setelah berdebatan yang untungnya tak berlangsung lama, pada akhirnya Jihoon yang memilih buat mengalah dan membiarkan Jeongwoo pergi.
• • • •
" DASAR ANAK BERANDALAN ! Disuruh diem malah ngelunjak kamu. Perlu dikasih pelajaran apa lagi kamu, HAH ??! Belum puas nyoreng muka ayah. JAWAB !!" bentak Pak Park.
Setelah memarahi Jeongwoo di sekolah, rupanya Pak Park belum puas. Setelah sampai rumah saja ia masih meledak.
Jeongwoo menundukkan kepalanya dalam-dalam. Matanya terfokus pada lantai keramik beralas karpet hijau dibawahnya. Alih-alih menatap mata sang ayah, dia lebih nyaman menatap alas karpet itu.
" Besok mau berkelahi lagi kamu ? Besok mau bikin onar lagi ?? Sekalian aja bakar sekolah itu lagi, biar masuk penjara kamu !"
Pak Park sejenak menghentikan aksinya tersebut dan mengambil sebuah berkas di laci. Ia acungkan kuat-kuat menghadap Jeongwoo.
" Lihat ini, " titahnya. Jeongwoo segera mengangkat pandangannya kedepan lurus pada berkas yang ayahnya maksud.
Ternyata itu berkas tentang kebakaran yang terjadi tiga tahun yang lalu. Berkas yang berisi detail sebuah kebakaran sekolah waktu Jeongwoo masih SMP. Waktu itu sebuah kebakaran terjadi yang mengakibatkan hampir seratus orang jadi korban.
Pelakunya memang sudah ditangkap dan dijatuhi hukuman. Dia adalah ibunya Wonjin. Tapi dia meninggal sehari setelah dirinya dijebloskan ke penjara. Yang Jeongwoo dengar dari orang-orang ibunya Wonjin memilih bunuh diri karna tak tahan dengan keadaan serta cemoohan orang-orang.
Dan setelah kejadian itu, hubungan Wonjin dan anggota Treasure lain merenggang. Bahkan bisa dikatakan putus karna Wonjin memutuskan pergi dari kota ini.
Seharusnya kasus ini sudah selesai dengan kematian dari pelaku kebakaran tersebut. Tapi Jeongwoo tau betul kalau sebenarnya kasus ini belum sepenuhnya kelar. Pelaku yang orang-orang sangka nyatanya hanyalah kambing hitam. Pelakunya bukan ibunya Wonjin. Jeongwoo tau itu.
" Susah payah ayah bebaskan kamu dari kasus ini dan ini rasa terima kasihmu pada ayah ??!" cibir Pak Park.
" Gue nggak minta dibebasin. Elo sendiri yang memutuskan !" ketus Jeongwoo.
" PARK JEONGWOO JAGA UCAPANMU !!"
" Kenapa ?" tantang Jeongwoo sambil melototi pria tua dihadapannya itu. " Kapan gue minta dibebasin ? Elo sendiri kan yang mau. Elo takut kalo gue dipenjara reputasi elo sebagai orang kaya plus berwibawa bakal ternodai. Elo takut hal itu terjadi, kan ? Elo takut kalo nama baik elo tercoreng karna yang elo khawatirin disini bukan gue TAPI NAMA BAIK ELO TUAN PARK !!"
" Oh enggak, gue salah. Elo nggak cuma butuh nama baik tapi elo gila harta. ELO DAN PARA BAJ****N ITU !! MEREKA YANG NGGAK BERAKAL DAN BIADAD !" pekik Jeongwoo.
Plak!
Satu buah tamparan mendarat ke pipi Jeongwoo. Pemuda Park itu tidak lagi terkejut akan reaksi yang ayahnya beri. Ia sudah cukup paham. Paling sebentar lagi ia akan diusir dari kantornya.
" Pergi kau dari sini !"
Kan Jeongwoo bilang apa tadi.
" Pergi kau dan jangan balik lagi. Lebih baik elo hilang dari hadapanku sekalian !"
Merasa diremehkan. Jeongwoo tak gentar. Pemuda itu bahkan mengancam sang ayah sebelum dirinya pergi. Dia berkata bakal membeberkan rahasia gelap tentang sekolah ini serta fakta kebakaran tiga tahun silam pada publik. Dia menyumpahi ayahnya sendiri supaya hancur.
" Ok, gue juga muak ada disini !" tuntasnya lalu keluar.
Sepeninggal Jeongwoo, Pak Park langsung mengamuk dengan mengacak-acak ruangannya. Dia melemparkan semua barang-barang yang ada dan menghancurkannya.
Sementara itu, Park Jeongwoo yang diliputi amarah memilih pergi dari rumah. Ia kabur tanpa membawa barang apapun. Hanya ada baju serta alas kaki. Ponsel pun sengaja ia tinggal.
Setelah melewati gerbang yang untungnya tidak dijaga dengan ketat. Pemuda itu segera berjalan menerjang jalanan yang lumayan sepi.
Namun sayang baru beberapa langkah saja, tiba-tiba ada orang yang membekap mulutnya dengan tisu dan sebuah obat tidur didalamnya. Langsung saja, tak butuh waktu lama lagi, Jeongwoo segera kehilangan kesadarannya dan pingsan ditempat.
" Bagus deh. Gue jadi gak repot-repot mancing elo kemari. Park Jeongwoo elo udah jatuh pada perangkap gue. Selamat bersenang-senang dengan api !" ucap seseorang lalu tersenyum.