抖阴社区

4 Billion's Game [ C O M P L...

By helloitsadel

62.4K 4.4K 420

Ketika nominal empat miliar rupiah membuatmu mempermainkan kesakralan sebuah pernikahan. Ketika nominal empat... More

:: Prolog ::
:: Bab I ::
:: Bab II ::
:: Bab III ::
:: Bab IV ::
:: Bab V ::
:: Bab VI ::
:: Bab VII ::
:: Bab VIII ::
:: Bab IX ::
:: Bab X ::
:: Bab XII ::
:: Bab XIII ::
:: Bab XIV ::
:: Bab XV ::
:: Bab XVI ::
:: Bab XVII ::
:: Bab XVIII ::
:: Bab XIX ::
:: Karakter ::
:: Bab XX ::
:: Bab XXI ::
:: Bab XXII ::
:: Bab XXIII ::
:: Bab XXIV ::
:: Bab XXV ::
:: Bab XXVI ::
:: Bab XXVII ::
:: Bab XXVIII ::
:: Bab XXIX ::
:: Bab XXX ::
:: Bab XXXI ::
:: Bab XXXII ::
:: Bab XXXIII ::
:: Bab XXXIV ::
:: Bab XXXV ::
:: Bab XXXVI ::
:: Bab XXXVII ::
:: Bab XXXVIII ::
:: Bab XXXIX ::
:: Bab XL ::
:: Bab XLI ::
:: Bab XLII ::
:: Bab XLIII ::
:: XLIV ::
:: Bab XLV ::
:: Bab XLVI ::
:: Bab XLVII ::
:: Bab XLVIII ::
:: Bab XLIX ::
:: Bab L ::
:: Bab LI ::
:: Bab LII ::
:: Bab LIII ::
:: Bab LIV ::
:: Bab LV ::
:: Bab LVI ::
:: Bab LVII ::
:: Bab LVIII ::
:: Bab LIX ::
:: Bab LX ::
:: Bab LXI ::
:: Bab LXII ::
:: Bab LXIII ::
:: Bab LXIV ::
:: Bab LXV ::
:: LXVI ::
:: LXVII ::
:: Bab LXVIII ::
:: Bab LXIX ::
:: Bab LXX ::
:: Bab LXXI ::
:: Bab LXXII ::
:: Bab LXXIII ::
:: Bab LXXIV ::
:: Bab LXXV ::
:: Bab LXXVI ::
:: LXXVII ::
:: Bab LXXVIII ::
:: Bab LXXIX ::
:: Bab LXXX ::
:: Bab LXXXI ::
:: Bab LXXXII ::
:: Bab LXXXIII ::
:: Bab LXXXIV ::
:: Bab LXXXV ::
:: Bab LXXXVI ::
:: Bab LXXXVII ::
:: Bab - Extra [Epilog] ::
:: Bab - Behind The Scene ::
:: Announcement - 5th STORY ::
:: Announcement - 6th STORY ::

:: Bab XI ::

572 51 1
By helloitsadel

Kedatangan 2 orang baru di tingkat C-Level Wara Hotel & Resort Management tentu saja menciptakan cukup banyak kegaduhan di kalangan staff. Kabar burung bermunculan mengenai kedua orang itu. Salah dua yang paling sering terdengar adalah CEO baru yang memanfaatkan kekuatan sang ayah untuk menduduki jabatan tersebut dan CSO baru yang katanya setampan aktor papan atas.

2 orang yang menjadi topik pembicaraan hangat tersebut kini berjalan bersama rombongan eksekutif termasuk juga Putra selaku pemilik perusahaan. Mereka berkeliling untuk memperkenalkan diri kepada setiap divisi sebelum akhirnya diantarkan ke ruangan masing-masing.

Karena Mita datang lebih dulu kemarin, ia sudah tahu dimana ruang kerjanya berada. Ia meminta bantuan Ashraf untuk menyimpan hadiah yang diterimanya tadi pagi di dalam ruangannya.

"Apa itu?" tanya Putra saat melihat Ashraf membawa parsel buah dan buket bunga di tangannya. Pria itu baru saja menemani Bram ke ruang kerjanya yang nyatanya berada di satu lantai yang sama dengan Mita.

"Hadiah dari seseorang, Pah," jawab Mita singkat. Ia rasa tak perlu baginya menjelaskan terlalu banyak, terlebih sedang banyak orang di sekitar mereka.

Begitu Ashraf selesai, Mita langsung mengingatkan agenda mereka selanjutnya, "Ashraf, kamu bilang kamu akan menjelaskan profil perusahaan dan proyek-proyek yang sedang ditangani. Mungkin, kita bisa mulai sekarang?"

"Tentu. Mari. Ruang rapatnya ada di lantai 2."

Rombongan itu kemudian beranjak. Tapi, tidak dengan Bram yang menghentikan langkahnya sejenak tepat di depan ruangan Mita.

Berkat wood blind yang tidak dalam keadaan rapat, Bram bisa mengintip isi ruangan gadis itu. Sebuah buket dengan jenis bunga gladiol tergeletak di atas meja kerja Mita. Di sampingnya, terdapat pigura foto keluarga berukuran kecil.

Potret bahagia keluarga kecil Adiswara belasan tahun yang lalu.

Mimik wajah Bram tak dapat dibaca dengan mudah. Ia hanya menatap kedua benda di atas meja Mita itu dengan tatapan yang maknanya sukar dimengerti.

...

Mita dan Bram duduk berhadapan di ruang rapat sementara Ashraf tengah memaparkan profil perusahaan serta proyek-proyek baru yang tengah dijalankan. Putra Adiswara mengawasi jalannya 'masa orientasi' itu tanpa sedikitpun melepas pandangan dari Mita dan juga Bram selaku peserta.

"Dikarenakan adanya rencana pengembangan terhadap Senja Resort di beberapa wilayah yang memiliki potensi daya tarik wisata, maka perlu adanya pembaharuan terhadap merk tersebut dengan menghapus kata 'Sanur' di belakangnya. Pembaharuan ini menjadi salah satu proyek yang akan dijalankan oleh Wara Hotel & Resort Management tahun ini."

Ashraf menjelaskan di saat bersamaan dengan slide presentasinya yang berganti, "Selain itu, untuk menyokong perkembangan ekonomi dan bisnis yang semakin pesat seiring dengan meningkatnya ekspor-impor serta kedatangan pekerja asing di beberapa provinsi, Wara Hotel & Resort Management juga tengah mencanangkan pembangunan cabang-cabang baru Royal Crown Hotel yang bersertifikat bintang 5 dengan harapan bisa membantu perkembangan ekonomi dan bisnis itu sendiri."

"Lalu, bagaimana dengan Dandelions Hotel?" Pertanyaan itu datang dari Mita yang baru selesai membaca penjelasan pada print-out slide. "Di sini tertulis bahwa Dandelions Hotel menjadi satu-satunya properti hotel milik perusahaan yang tidak pernah mencapai okupansi di atas 50 persen meski di high season sekalipun. Kenapa bisa begitu?"

"Ada berbagai faktor yang menyebabkan hal ini terjadi, baik itu faktor internal maupun eksternal. Semenjak tragedi pengebom-an yang pernah terjadi di Dandelions Hotel 5 tahun yang lalu, kepercayaan tamu terhadap sistem keamanan di sana terus menurun. Hal ini kemudian menjadi faktor eksternal mengapa okupansi tidak pernah mencapai lebih dari 50 persen dan berdampak pada revenue hotel.

Sementara faktor internalnya adalah banyak staff yang kemudian memilih untuk keluar karena gaji yang mereka dapatkan dirasa tidak cukup. Alhasil Dandelions Hotel kekurangan banyak sekali sumberdaya yang menyebabkan pelayanan jadi kurang maksimal."

Sambil mendengarkan, Mita menulis beberapa catatan di buku jurnal-nya. Ia tampak sangat serius. Tentu saja. Tanggung jawab yang harus ia emban sangatlah besar. Mita tidak bisa bekerja secara asal-asalan.

"Oke, jadi kesimpulannya, yang perlu diperhatikan dalam kasus Dandelions Hotel adalah memperbaiki sistem keamanan untuk mendapatkan kepercayaan tamu serta menambah sumberdaya manusia, begitu?"

"Betul, Bu Mita," jawab Ashraf. "Terkait sistem keamanan sebenarnya sudah menjadi PR besar sejak beberapa tahun yang lalu. Namun, sayangnya Chief Security Officer sebelumnya tidak bisa menyelesaikannya. Sehingga..."

Ashraf menggantung ucapannya sesaat dan beralih pada Bram yang sama seriusnya dengan Mita, "Ini akan menjadi PR besar untuk Pak Bram selaku Chief Security Officer yang baru."

Bram menjadi pusat perhatian seisi ruang rapat. Pria itu mengangkat pandangan dari kertas-kertas di hadapannya.

"Tentu, tidak masalah. Saya akan mengevaluasi bagaimana sistem keamanan di sana sejauh ini. Baru setelahnya menyusun beberapa strategi yang nantinya mungkin bisa diterapkan," ujar Bram.

Pria itu kemudian melanjutkan pendapatnya seraya membalas tatapan Mita yang memperhatikan dengan sangat jeli, "Tragedi bom itu terjadi 5 tahun yang lalu. Harusnya pengawasan terhadap apapun yang masuk ke dalam hotel sudah diperketat dan staff keamanannya sudah harus terlatih dalam menangani ancaman bom ataupun ancaman lain yang bisa membahayakan orang banyak."

"Lalu, bagaimana cara meningkatkan kepercayaan tamu ketika sistem keamanannya sudah dibenahi?" Putra Adiswara tiba-tiba saja menyeletuk. Tatapannya mengarah pada Mita, "Mungkin, CEO baru kita punya strategi yang bagus?"

Kini, pusat perhatian berganti menjadi Mita. Meski sebenarnya gugup, gadis itu lebih memilih untuk fokus memikirkan beberapa strategi yang bisa diterapkan. Sesuai pertanyaan Putra barusan.

"Bagaimana dengan campaign bahwa hotel kita sudah memenuhi standar keamanan paling eksklusif? Kita bisa meng-highlight testimoni tamu terkait keamanan hotel kita di urutan paling atas, sehingga testimoni terkait keamanan bisa menjadi hal pertama yang dilihat calon tamu saat membaca ulasan," jelasnya, menatap keseluruh peserta rapat.

"Kita tidak mungkin menambah jumlah personel keamanan, karena revenue mereka juga tidak stabil, kan? Kita bisa memanfaatkan sumberdaya yang ada untuk mengikuti pelatihan keamanan bersertifikat, terutama mengenai penanganan ancaman teror bom atau teror lainnya. Atau jika memungkinkan, melakukan pembaharuan merk bisa dilakukan untuk memberikan kesan yang baru dan fresh untuk calon tamu kita."

Diskusi terus berlanjut, melahirkan banyak sekali tugas yang menjadi catatan penting untuk Mita dan juga Bram. Sekitar 3 jam setelahnya baru mereka bisa keluar dari ruang rapat tersebut, bersamaan dengan jam makan siang.

"Bagaimana kalau kita makan siang bersama?"

Putra mengajak Bram dan Mita ke salah satu cabang Royal Crown Hotel yang dekat dengan kantor Wara Hotel & Resort Management. Satu ruang VVIP telah dipersiapkan untuk mereka. Ashraf yang mengatur itu semua.

Seorang pelayan mengantar mereka menuju ruangan tersebut. Mita dan Bram berjalan bersisian sementara Putra di depan dan Ashraf mengekor di belakang.

Kecanggungan di antara keduanya begitu kental. Jika boleh jujur, Mita benci suasana seperti ini.

Masih terbayang-bayang di dalam kepalanya kejadian malam itu. Kesan yang ia dapatkan dari Bram pun masih sama. Ia menganggap pria itu adalah orang yang berbahaya dan tak seharusnya ia berada di samping pria itu sekarang.

Bukan tidak mungkin jika Bram tengah merencanakan sesuatu yang buruk untuknya ataupun sang Papa. Ia benar-benar harus waspada.

Grab!

Sibuk dengan pikirannya sendiri menyebabkan Mita tak memperhatikan jalan dengan baik. Ia bahkan tak sadar hampir menabrak seorang pelayan yang tengah membawa semangkuk sup panas, jika saja Bram tidak cepat tanggap. Pria itu merangkulnya dan menariknya ke sisi jalan yang lain.

"Anda harus lebih berhati-hati, Nona," nasihat Bram, sesaat setelah memastikan Mita baik-baik saja.

Mita tidak mungkin tidak terkejut. Ia terpaku untuk beberapa detik. Tangan Bram yang berada di pundaknya mengantarkan perasaan yang lagi-lagi terasa aneh. Kedua matanya terpaku pada tatapan yang Bram berikan untuknya.

Pria itu... terlihat cemas.

'Aku pasti udah gila,' batin Mita berseru karena apa yang baru saja ia pikirkan. Cepat-cepat ia melepaskan diri dari rangkulan Bram.

"Terima kasih," cicitnya kemudian, sebelum akhirnya meminta izin untuk ke toilet terlebih dahulu.

Bram mengawasi punggung gadis itu, yang tidak membutuhkan waktu lama untuk menghilang di tengah-tengah keramaian tamu restoran siang ini.

"Bram, kamu tunggui Mita."

Titah yang diberikan Putra menyiratkan sesuatu. Membuat Bram menoleh sejenak, lalu melaksanakannya tanpa protes apapun.

...

Mita berusaha menenangkan dirinya sendiri dan menghardik otaknya supaya tidak memikirkan kejadian barusan. Namun, bagaimana hangatnya tangan Bram yang merangkul pundaknya serta aroma parfum khas milik pria itu terus berputar di dalam kepalanya.

Mita menghela napas panjang. Menatap pantulan wajahnya pada cermin sambil terus merapalkan matra bahwa yang terjadi tadi bukanlah sesuatu yang harus terus ia pikirkan. 

Usai membasuh kedua tangan dan juga wajahnya, Mita menyambar selembar tisu dan juga tas miliknya. Langkahnya membawanya keluar dari area toilet. 

Namun, Mita harus dikejutkan oleh kehadiran sebuah tangan yang mengulurkan selembar sapu tangan di hadapannya. Sapu tangan dengan ukiran berbentuk bunga di bagian sudutnya itu sungguh menarik perhatian Mita, sebelum akhirnya ia mengangkat pandangan.

"Untuk mengeringkan wajah Nona."

Lagi-lagi, pria itu. Bramasta.

"Kenapa anda di sini?" tanya Mita, keheranan. Bagaimana caranya menatap Bram menunjukkan ketidaksukaan.

"Saya perlu memastikan Nona aman. Itu sudah menjadi tugas dan tanggung jawab saya."

Kerutan di kening Mita muncul samar-samar, "Anda tidak perlu serepot itu. Itu terlalu berlebihan."

Tanpa merespon sapu tangan yang dipinjamkan Bram, Mita berlalu begitu saja. Bram pun tidak bisa tinggal diam. 

Dengan langkah besar, menyamakan posisinya dengan Mita bukanlah perkara sulit untuk Bram. 

"Saya harap kita bisa menjadi partner kerja yang kompak ke depannya," ucap Bram di tengah-tengah perjalanan menuju ruangan makan siang mereka.

"Bagaimana anda bisa membuat Papa saya begitu percaya pada anda?" Balasan tak terduga itu terlontar dari bibir Mita. "Lagipula, bukankah anda membenci Papa saya? Kalau tidak, anda tidak mungkin membuat kegaduhan seperti malam itu. Kenapa sekarang anda berada di pihak Papa saya?"

Bram mendengus kecil, "Memang benar saya membenci Tuan Putra Adiswara. Sangat membencinya."

Pengakuan tersebut sukses menghentikan langkah Mita. 

"Jika saja anda tidak datang malam itu, mungkin saya akan berhasil mendapatkan apa yang seharusnya saya dapatkan darinya."

Mita memutar tubuh, menghadap sepenuhnya ke arah Bram. Menampakkan kecurigaan yang begitu jelas di mimik wajahnya.

"Apa yang sedang anda rencanakan untuk Papa saya sekarang? Anda ingin mencelakai Papa saya lagi?" todong Mita setelahnya.

"Maaf, tapi... sepertinya saya tidak bisa menjawab pertanyaan itu. Saya tidak mungkin membeberkan strategi yang saya buat kepada musuh saya, bukan?" 

Jika sebelumnya Mita yang meninggalkan Bram, kini berganti Bram yang berlalu dari hadapan gadis itu. Ada senyum tipis yang ia berikan pada Mita sebelum benar-benar berlalu.

Mita pun mengejar. Harus ia akui bahwa Bram bergerak begitu cepat. Mita harus berusaha lebih keras untuk akhirnya mampu mencekal tangan pria itu hingga Bram menghentikan semua pergerakannya.

"Apa rencana anda sebenarnya? Kenapa anda memanfaatkan kepercayaan Papa saya? Katakan!"

"Anda khawatir saya akan melukai Papa anda?" Ekspresi wajah Bram teramat kontras dengan milik Mita. Ia begitu tenang. Bahkan tak ragu untuk memberikan senyum walau tipis. "Anda juga membenci Tuan Putra Adiswara, kan? Kenapa anda begitu khawatir?"

"Apa yang sebenarnya anda inginkan dari Papa saya? Uang 4 miliar itu? Hanya karena itu anda ingin mencelakai Papa saya?"

Nominal yang disebutkan oleh Mita memberi pengaruh yang cukup signifikan pada Bram. Senyum tipis pria itu menghilang. Kedua rahangnya tampak mengeras. 

 "'Hanya'?" bisik Bram, tidak terima. Mita tak tahu bahwa nominal 4 miliar itu adalah hak milik orang-orang tak berdosa yang harus kehilangan anggota keluarganya karena kejahatan Putra Adiswara belasan tahun yang lalu. Mita tak tahu apa-apa, dan bisa-bisanya mengatakan 'hanya'.

"Sebegitunya anda membutuhkan uang sampai harus mencelakai orang lain? Memangnya apa yang sudah Papa saya lakukan pada anda? Apa kesalahannya?" 

Emosi Bram terpancing. Tatapannya bagaikan belati yang mampu melukai siapapun yang masuk dalam jangkauan penglihatannya. Termasuk Mita yang jelas-jelas berada tepat di depannya saat ini.

Karena amarah yang menggebu di dalam dadanya, Bram tak bisa mengontrol kedua tangannya yang kini mencengkram lengan Mita dan mendorong gadis itu hingga punggungnya membentur dinding. Kondisi koridor menuju toilet yang sepi membuat Bram tak takut jika aksinya memantik kecurigaan orang lain.

Mita tak sempat menolak karena semuanya terjadi begitu cepat. Kini, ia berada dalam kurungan Bram yang wajahnya tidak seramah sebelumnya. Seolah-olah keramahannya beberapa saat lalu hanyalah topeng belaka. Sekarang, pria itu telah melepaskan topeng tersebut dan tengah menunjukkan perangai aslinya kepada Mita.

"Jika saya menceritakan semuanya, apakah kamu masih mau membela Papa kamu itu, Mita?"

Tanpa sadar, Bram sudah mengubah panggilannya pada Mita. Cengkramannya pada kedua lengan Mita semakin kuat. Mita spontan mengaduh sakit. "Lepaskan saya!"

"Kamu itu tidak tahu apa-apa. Mungkin untuk kamu, 4 miliar itu bukan apa-apa. Tapi, tidak untuk saya, tidak untuk orang-orang yang bergantung dari uang itu, tidak untuk orang-orang yang sudah kehilangan hak-nya!"

"Kalau begitu, beritahu saya! Apa yang sudah Papa saya lakukan sampai kamu ingin mencelakainya?!"

Alih-alih langsung menjawab, Bram terdiam. Hanya deru napas memburunya yang turut mengisi suasana menegangkan di antara mereka.

Perlahan tapi pasti, Bram mulai bisa menguasai dirinya. Cengkramannya di lengan Mita mengendur. Ia menyadari bahwa kewalahannya dalam mengontrol emosi bisa menjadi boomerang untuk dirinya sendiri. 

"Tidak sekarang, Mita."

Jawaban yang sangat singkat untuk menjawab rasa penasaran Mita. Pria itu mengambil satu langkah mundur, lalu seolah tidak terjadi apa-apa, ia merapikan bagian lengan blouse Mita yang nampak berantakan dan menatap Mita dengan tatapan sendu yang memancarkan kecemasan.

"Apakah ada yang sakit?" tanya Bram. Menyebabkan Mita mengernyit, antara kebingungan dan takut.

Bagaimana Bram bisa berubah secepat itu?

Jantung Mita hampir meledak karena berdebar terlalu kencang. Kemarahan yang mengelilingi Bram tadi sukses membuatnya harus menahan takut setengah mati. Ia bahkan tak tahu apakah kali ini Bram benar-benar cemas, atau sedang menggunakan topengnya yang lain. Mita semakin yakin bahwa pria itu adalah orang berbahaya yang harus ia waspadai.

Demi keselamatan dirinya sendiri, Mita memutuskan untuk segera pergi dari hadapan Bram. Tanpa kata-kata. Mengabaikan sedikit nyeri akibat cengkraman Bram, ia berjalan cepat, hampir berlari untuk menjauhi pria itu.

Akan tetapi, nyatanya tak semudah itu. Bram jauh lebih cepat untuk menggapai pergelangan tangannya, sebelum akhirnya menariknya dengan kuat hingga ia masuk ke dalam dekapan Bram. Aroma parfum khas pria itu menyerbu indra penciuman, sementara deru napas hangatnya menyerang pucuk kepala Mita. 

Prang!

Menyusul apa yang dilakukan Bram, terdengar suara pecahan yang keras dan hebat. Teriakan keterkejutan orang-orang turut mengelilingi mereka.

Mita berusaha mengintip apa yang terjadi dari balik dekapan Bram yang sangat kuat pada tubuhnya. Hanya berjarak 5 langkah dari posisi mereka, sebuah lampu kristal berukuran besar jatuh menimpa sebuah meja kosong. Sisa pecahannya menyebar kemana-mana. 

Mita berusaha melepaskan diri dari dekapan Bram untuk melihat lebih jelas efek dari jatuhnya lampu kristal tersebut. Dan yang pertama ia temukan adalah sebuah luka gores yang cukup lebar pada wajah Bram yang berada tepat di atas kepalanya.

"Kamu baik-baik saja, kan?"

Perasaan aneh menelusup ke dalam hati Mita. Perasaan aneh yang berhasil menggetarkan hatinya.

to be continue

HAI! HAI!

Wah, udah sebulan lebih yaaa Bram dan Mita gak nongol di lapak ini hehe!

Adakah yang merindukan Bram dan Mita?! Bab ini isinya Bram-Mita semua, nih. Suka, gak? Atau masih kurang? wkwk

Sabar, yaaa. Akan ada saatnya bagian Bram-Mita aku kasih sampai tumpeh-tumpeh nanti wkwk cukup doain aku bisa lancar nulisnya dan bisa update setiap bab-nya untuk teman-teman semuaa!

Seperti biasa, kritik dan saran sangat dibutuhkan di sini. Kalau kalian punya kritik dan saran untuk cerita ini ataupun untuk aku selaku penulis, boleh yaaa ditulis di kolom komentar atau lewat DM. Dan kalau kalian suka sama ceritanya, bisa juga vote dan share ke teman-teman kalian yang lain hehe.

Sampai ketemu dengan Bram dan Mita di bab selanjutnya bersama kejutan-kejutan lainnya! 

Selamat membaca, selamat malam, dan terima kasih!

— 🤗🫶🏻❤️





Continue Reading

You'll Also Like

1M 59K 36
[Series Transmigrasi 1] Revisi dan repost ulang!! Shannon Elvaretta adalah seorang gadis biasa biasa saja, hidupnya terlalu santai dan juga monoton. ...
1M 30.2K 34
Amara berhenti menjadi Sugar Baby, namun ia malah terjebak menjadi sekretaris pribadi mantan Sugar Daddy-nya sendiri. ****
3.2M 37.2K 69
Romantic | Comedy | Adult 21+ Setelah kematian istrinya, Daniel seorang konsultan bisnis berusia 38 tahun, merasa terasing dan terjebak dalam rutinit...
323K 9.2K 52
"Itu mantan lo," ucap Tita, mencoba memastikan. "Ya, dia si brengsek itu," Tita melirik Linggar, "Dia makin tampan Ling," gumam Tita. Linggar mengeru...