Hallow i'm comeback
Absen sini dulu Vren😌👉
Happy reading teman-teman🤗💖💖
•
•
•
•
•
•
"Val, makan dulu sini!"
"Bentar, Riel. Gue agak lupa sama materi ini."
"Santai, Val. Ini hari terakhir ujian," kekeh Ariel.
"Justru itu."
"Hm, yaudah lo belajar gue yang suapin." Ariel membuka bekal berisi nasi goreng yang ia bawa dari rumah.
"Buka mulut lo, Val!" pinta Ariel ketika menyodorkan sendok berisi nasi goreng ke mulut Excel.
"Enak?"
"Em...." Excel hanya berdeham tapi deheman itu sudah mampu membuat Ariel tersenyum senang.
"Gue yang bikin."
"Sejak kapan lo bisa masak?" tanya Excel bingung.
"Akhir-akhir ini gue sering minta ajarin Lilac masak," jawab Ariel dengan senyum merekah masih menghiasi wajahnya.
Setelah satu minggu bertempur dengan puluhan soal ujian, hari ini adalah hari terakhir ujian semester kelas XI. Sedari hari pertama hingga hari terakhir ini, Excel tidak pernah lepas dengan yang namanya buku.
Ariel yang selalu berada di samping gadis itu merasa agak aneh, pasalnya gadis yang hampir tidak pernah memegang buku pelajaran akhir-akhir ini justru tidak pernah lepas dengan yang namanya buku.
Entah apa yang gadis itu kejar, nilai? Bagus kalau caranya dengan bekerja keras seperti ini. Tapi kalau kita sebagai pelajar mengejar nilai yang tinggi dengan cara menghalalkan segala cara, seperti menyontek itu yang salah besar.
Cacatnya pendidikan di Indonesia -- nilai lebih berarti dari pada kejujuran, karena mereka akan dihargain dan dicap sebagai siswa pintar jika nilai mereka lebih tinggi dari yang lain, tidak peduli dengan proses yang dilalui untuk mendapatkan nilai tinggi itu.
Bel ujian sudah berbunyi bertepatan dengan suapan terakhir nasi goreng yang Ariel suapkan ke Excel.
Cowok dengan kancing seragam terbuka semua itu menyodorkan air mineral pada gadis yang pandangannya masih fokus pada buku pelajaran. Excel menerima botol mineral yang Ariel berikan kemudian meneguknya.
Ariel mengacak rambut Excel, gemas. "Semangat bos kecil!"
"Makasih," kekeh gadis dengan rambut tergerai.
"Gue ke meja dulu, jangan kangen, haha."
"Idih!"
Ariel nyengir kemudian tangannya dengan lihai mengumpulkan rambut Excel yang panjang jadi satu dan menguncirnya asal.
"Biar fokus ngerjainnya, bos kecil." Ariel terkikik geli lalu beranjak dan pergi dari meja Excel menuju ke mejanya yang posisinya berada di depan.
Baru saja cowok itu mendaratkan pantatnya, guru pengawas sudah masuk saja ke dalam kelasnya. Excel yang berada di meja barisan belakang mengembuskan napas berat kemudian memasukkan buku yang ada di tangannya.
Bimo -- ketua kelas XI IPA 2 yang kebetulan satu ruang ujian dengan Excel dan Ariel tengah membagikan lembar ujian ke setiap anak.
Ariel menengok ke meja belakang. Cowok itu tersenyum tipis membuat jantung Excel berdetak tidak karuan, untung saja tidak sampai loncat ke mata kaki. Excel menerima lembar soal ujian yang diberikan Bimo, gadis itu tersenyum senang, dengan cepat dia mengisi setiap butir soal ujian.
Tiga puluh menit berjalan, Excel beranjak -- berjalan ke depan menyerahkan lembar jawaban ke pengawas.
"Ngapain, Cel?" tanya Bapak pengawas dengan kaca mata tebal.
"Saya sudah selesai, Pak," jawab Excel semangat.
"Ini ujian Excel, kerjakan yang serius!"
"Saya serius, Pak. Saya kemarin belajar, terus soalnya persis sama yang saya pelajari," jelas Excel membuat satu ruangan melotot tidak percaya terkecuali Ariel.
Ariel berdiri kemudian ikut menyerahkan lembar soal dan jawaban ke Bapak pengawas berkacamata tebal itu.
"Bener, Pak. Excel kemarin belajar sama saya."
"Tuh, 'kan. Bapak kenapa nggak pernah percaya sama saya?"
"Percaya sama kamu, musyrik."
"Iya, deh, Pak, iya."
Ariel yang berada di samping Excel terkekeh. Dia lalu merangkul bahu Excel. "Saya sama Val, keluar dulu Pak," pamit Ariel yang hanya dibalas anggukan oleh Bapak pengawas.
-•🦋•-
Taman belakang sekolah saat ini Ariel dan Excel berada. Duduk di bangku taman ditemani semilir angin. Sepi, suasana siang ini. Bisa dipastikan semua orang masih sibuk mengerjakan soal ujian mereka masing-masing.
Ariel mengacak rambut Excel, membuat gadis di sampingnya melotot. "Pinter banget sih cewek gue."
"Suka banget sih lo ngacak-ngacak rambut gue?" tanya Excel sinis.
"Kalo disuruh milih, gue lebih suka ngacak-ngacak hati lo," cicit Ariel yang langsung mendapat cubitan dari Excel.
"Jangan mulai!"
"Sepi yang, nggak ada orang," kekeh Ariel.
"Ya... terus?"
"Nggak peka. Dasar cewek!" Ariel mengerucutkan bibirnya.
Excel terkikik geli melihat tingkah cowok ini. "Kantin?"
"Nggak mau, nggak bisa manja-manjaan kalo di sana."
"Riel, lo masih jadi pacar gue aja udah kayak gini, apalagi entar kalo udah jadi suami." Excel menggelengkan kepalanya tidak habis pikir.
"Ya... gue lebih manja lah," celetuk Ariel.
"Please, Riel. Ini sekolah," peringat gadis dengan kardigan pink.
"Waktu itu bilangnya nggak apa-apa kalo nggak ada anak-anak," jawab Ariel dengan suara manjanya.
"Riel, lo kalo kayak gini terus gue yang malu. Keliatan kayak cowok letoy."
Ariel mendelik mendengar ucapan gadisnya. "Mau gue lihatin perut gue yang sixpack, hah?"
"Kurangin manjanya, Riel!"
"Nggak mau. Kalo gue manja pasti lo langsung jinak, nggak bakal marah-marah."
"Gue bukan mak lampir yang suka marah, ya, Riel!"
"Tuh, 'kan. Baru gitu aja udah marah."
"Riel!"
"Marah, aja, marah. Entar gue tinggal cium lo sampai mampus!"
"Jangan macem-macem lo!"
"Ngode, ya. Biar gue macem-macem in?"
Excel mendelik tajam membuat Ariel terkikik geli.
"Ngomong sekali lagi gue tendang juga lo ke neraka!"
"Nggak ada niatan nendang gue ke hati lo, gitu?"
"Udah."
"Apa?"
"Nggak."
"Malu-malu, lo mau bilang kalo nama gue udah terukir di hati lo, 'kan?"
"Gajelas."
"Ya emang, 'kan gue udah pernah ngomong yang jelas itu cuma cinta gue ke lo doang."
"Terserah."
"Dih, lemah, gitu aja salting."
"Siapa yang salting."
"Ngelak terus. Udah jelas-jelas itu satu muka merah semua," kata Ariel sembari mencubit hidung Excel.
"Bisa diem nggak lo?!"
"Nggak bisa."
"Mau lo apa sih?"
"Gue? Mau cepet lulus, terus jadi orang sukses, terus kita nikah, punya anak sebelas."
"Halu, siapa juga yang mau nikah sama lo."
"Pernah denger dulu ada yang ngomong gitu, terus pas gue jawab dia malah marah-marah."
"Lo nyindir gue?"
"Gue nggak nyindir kali."
"Jelas banget itu gue."
Ariel menatap gadis dengan kardigan pink yang duduk di sampingnya. "Makin cantik."
"Hah?!"
"Kalo marah makin cantik, gemes, pengen gigit."
"Ariellllll...."
"Apa sih, yang?" Ariel menaik-turunkan alisnya, menggoda.
"Entar pulang sekolah mau ikut gue nggak?"
"Kemana?" tanya Ariel semangat.
"Neraka, lelepin otak lo biar waras."
"Astaghfirullah Ayang..."
"Val, sebelum anak-anak keluar. Jadi cewek soft buat gue dong!" lanjut Ariel dengan jurus andalannya -- suara manja dan puppy eyes.
"Nggak!"
"Sepuluh menit aja. Pengen dimanja," rengek Ariel.
"Stop, Riel!"
"Kenapa sih, Val?"
"Entar kalo gue nggak ada di samping lo, mau manja ke siapa?"
"Ke Bunda," jawabnya dengan bibir di monyongkan.
"Lo juga manja ke Bunda?" tanya Excel, kaget.
"Hehe kadang, tapi sering digetok kepala gue sama Bunda."
"Kurangin Riel, ya?!"
"Hm...."
"Nggak usah cemberut gitu, keliatan kayak cowok letoy mau?"
"Lo dari tadi bilang letoy mulu."
"Habisnya lo emang letoy."
"Yang penting ganteng."
"Val, bentar lagi lo 'kan ulang tahun. Mau gue kasih apa selain cinta?" tanya Ariel mengalihkan pembicaraan.
"Masih lama, sekarang masih Juni."
"Dua bulan tuh sebentar."
"Lo tadi nanya apa?"
"Mau gue kado apa?"
Mendengar jawaban Ariel membuat Excel melotot. "Nggak salah lo nanya itu? Di mana-mana orang kalo mau kasih kado tuh diem-diem, bukan kayak gini."
"Kan entar gue ngasihnya nggak cuma satu."
"Terserah."
"Val, nanti kita rayain ulang tahun lo di rumah pohon gimana, kayak kita waktu dulu?"
"Dasar cowok nggak ada romantis-romantisnya."
"Entar gue hias pake banyak lilin, terus rumput-rumputnya itu gue hias jadi love pake kelopak mawar, ada nama lo juga. Buat lampion, terus banyak lampu-lampu, pokoknya dibuat bagus, mau?" kata Ariel panjang lebar.
"Kalo gue nggak pergi."
"Hah?"
"Enggak."
"Lo mau pergi ke mana? Jangan tinggalin gue, Val." Ariel memegang kedua bahu Excel -- menggoyang-goyangkan.
"Gue mau ke toilet, mau berak, ikut?"
"Nggak, bau!" jawabnya sembari menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Gue ke toilet dulu. Lo tunggu di kantin sana, pasti Afghan sama Atlas juga ada di sana!"
Ariel langsung berdiri dan spontan hormat. "Demi bos kecil, laksanakan!" ucapnya jenaka.
Ariel menatap wajah cantik Excel kemudian menyodorkan tangannya ke depan wajah gadis itu.
"Nggak jelas!" Excel beranjak tidak menghiraukan tangan Ariel.
Ariel mendengkus. "Kenapa lo nggak pernah peka sih, Val? Harusnya lo tadi berdiri pegang tangan gue biar kayak di film-film."
"Jangan halu!"
-•🦋•-
"Gimana?"
"Gue makin yakin kalo yang dibalik ini semua, El," jawab Afghan.
Seperti yang disuruh Excel, Ariel saat ini sudah berada di kantin bersama Atlas, Afghan, Starla, juga Mikha.
"Tahu dari mana lo?" celetuk Atlas.
"Gue seminggu ini 'kan pepet tuh cowok, nggak lihat lo pada? Waktu itu gue nggak sengaja lihat dia lagi ngobrol sama Cecil."
"Nggak usah ngada-ngada!" titah Atlas.
"Gue serius. Waktu gue sama Mikha mau pulang, gue lihat El ngobrol sama Cecil di parkiran."
"Bener Mikh?" tanya Ariel sembari menatap Mikha yang tengah makan gado-gado buatan Mpok Weni.
Mendengar namanya dipanggil, Mikha mengalihkan pandangannya dari gado-gado ke wajah Ariel. "Iya."
Ariel langsung beranjak ketika mendapat jawaban dari Mikha.
"Mau kemana?" tanya Atlas datar.
"Nyamperin El."
"Kita belum ada bukti. Jangan gegabah!" cicit Afghan kemudian mengambil cireng milik Atlas dan memakannya.
"Duduk!" titah Atlas.
"Tapi-"
"Gue bilang duduk!"
Ariel mendesis mengkal. Cowok itu kembali duduk di samping Afghan. "Yang salah di sini gue apa, El?"
"Maksut lo nanya gitu apa?" Mikha yang mendengarnya langsung bertanya dengan tatapan mengintimidasi.
"Gue nggak mau bahaya in, Val. Sekarang emang cuma sepele, tapi kita kan nggak tahu ke depannya," jelas Ariel.
"Diapa-apain yang salah tetep, El. Kalo dia mau jadi pelakor dihubungan lo sama Excel berarti dia egois," sahut Starla.
"Bukan gue?"
"Lo tuh udah terlalu banyak ngalah, Riel," celetuk Mikha.
Baru saja Ariel ingin menimpali tapi dia urungkan niatnya, karena melihat Excel yang baru saja masuk ke dalam kantin dan berjalan menuju mejanya.
"Eh... lagi ngobrolin apa sih?" tanya Excel kepo, kemudian dia mendaratkan pantatnya di samping Ariel.
"Hei pacar," sapa Ariel sembari mengacak rambut panjang Excel, gemas.
Excel membiarkan perbuatan Ariel, dia menatap wajah tampan yang berada di depannya. "Ngobrolin apa?"
"Nggak kok-"
"Habis dari mana, Mi?" potong Afghan membuat Ariel mengembuskan napas lega.
"Berak, kenapa?" jawab dan tanya Excel dengan muka julid.
"Pantes, bau," kekeh Afghan membuat Excel melotot.
"Lo yang bau, dasar siluman curut!"
"Neng Mikha, masa dedek Afa-"
"Diem, nggak usah mulai!" pekik Mikha membuat yang lain terkikik geli kecuali Atlas dan Mikha.
"Salah mulu."
•••🦋•••
Mau update kapan, Vren??