"AUUUNTY―"
"―ssht!"
Jam delapan pagi seperti ini, rumah Sopan sudah dipenuhi oleh suara cempreng milik dua bocah cilik. Bahkan, ketika jarum pendek jam menunjukkan pukul lima pagi, Sopan langsung dibangunkan oleh keduanya.
Astaga, mereka sudah bisa bangun tidur sendiri. Didikan Duri memang bagus, ya. Anaknya ini sudah disiplin dan mandiri sejak kecil, kasih sayangpun juga tetap diberikan. Alias, mereka ini seimbang. Tak seperti yang sana.
Ketika Lila ingin berlari menuju kamar Sopan untuk membangunkan [Name], dengan cepat Sopan langsung mencegahnya. Kalau tidak, pasti sekarang gadis itu sudah lompat di atas ranjangnya dan berteriak agar [Name] bangun.
[Name] sedang tidak bisa diganggu sekarang. Tubuhnya benar-benar butuh istirahat.
"Main sama Aunty [Name] nya nanti saja, ya? Sekarang sarapan dulu sama Iris."
"Om Opan? Salapan ndak?"
"Om ingin membawa sarapan milik Aunty ke kamar. Kalian sarapan berdua saja, ya."
Aneh. Lila merasa aneh dengan mereka. Atau memang mereka itu setiap pagi selalu sarapan di kamar? Tapi orangtua Lila dan Iris selalu di meja makan tuh. Dengan sesekali menebar aura bucin pada mereka yang belum cukup umur.
"Dadah Om ... hati-hati di jalan."
"... Om hanya ke kamar, loh."
"Siapa tau Om jatuh."
Astaga, anaknya Duri.
Tak lama, pemu―eh, kok pemuda, sih. Pria lah. Sopan sudah DEWASA. Mari mulai sekarang kita panggil dia jantan pemberani.
Sopan membuka pintu kamar mereka dengan sikunya―kedua tangannya dipakai untuk membawa nampan. Sopan tak berani jika membawa nampan hanya dengan satu tangan.
Pemandangan yang pertama kali Sopan lihat begitu masuk ke dalam kamar adalah istrinya. Istrinya yang masih tertidur di atas ranjang dengan tubuh eum terbuka ditutupi oleh selimut. Tidak. Sopan tidak akan membuka selimut tersebut.
Ia hanya menaruh nampan bawaannya tadi di meja dekat ranjang. Agar saat bangun [Name] tak perlu turun ke bawah, cukup menoleh ke samping saja dan di sana ada sarapannya.
Hari ini Sopan mengambil cuti, walau sebenarnya tadi Glacier sempat marah karena akhir-akhir ini Sopan cuti terus. Namun, pada akhirnya Glacier tetap mengizinkan Sopan.
Lagipula, dengan kondisi [Name] yang seperti ini, mana mungkin si kembar akan terurus. Setidaknya Sopan harus di rumah untuk menjaga mereka.
"Heung...."
Suaranya membuat Sopan menoleh, padahal tadi dirinya ingin meninggalkan ruangan ini dan membiarkan istrinya tidur lagi. Namun, sepertinya sang istri sudah ada sedikit tenaga untuk bangun tidur.
"Pagi, [Name]."
Itu yang Sopan ucapkan begitu kedua kelopak mata milik [Name] sedikit demi sedikit mulai terbuka. Untuk sesaat, wanita itu diam. Masih mencoba mengumpulkan kesadarannya yang sudah hilang sejak permainan malam mereka yang semakin menggila tadi malam.
"..."
"Kamu masih belum sepenuhnya bangun. Kalau masih mengantuk, tidur saja lagi. Aku yang mengurus anak-anak."
Itu reflek atau gimana ya, Pan?
"... Ini kamar siapa sih?"
"Kamar kita...?"
[Name] menyipitkan matanya. Pandangannya masih terasa buram untuk saat ini. Astaga, dia benar-benar butuh kesadaran penuh untuk diajak mengobrol.
"... Oh."
Akhirnya, [Name] ingat. Kesadarannya mulai terkumpul sembilan puluh persen. Tentang semalam juga sudah mulai tercetak kembali di otaknya. Dan [Name] tak masalah, tak malu sedikitpun. Habisnya cukup menyenangkan namun menyakitkan di waktu yang sama tadi malam itu.
"Kamu sarapan dulu. Aku akan kembali ke bawah. Memantau Lila dan Iris."
"... Sopan, tunggu."
"Ya? Butuh sesuatu?"
"... Dalamanku, di mana?"
"... Sudah masuk ke dalam cucian kotor."
"Terus aku ke kamar mandi gimana?"
"...."
Ya masa bugil? Lawak lo?
"Uh, ditutupi dengan selimut saja. Selimut nya boleh dibasahkan kalau kamu mau. Biar bisa dicuci juga."
Bisa tidak sih, pagi-pagi tidak usah membahas hal yang membuat Sopan teringat tentang semalam? Dia jadi malu, tau.
"Oke."
"Kalau begitu, aku ke bawah dulu―"
"―eh, lagi."
"... Ada apa lagi?"
"Tadi malam itu ... aku ditindih singa, ya? Badanku sakit banget hari ini."
[Name] ini sengaja sekali, sih. Jika saja [Name] itu FrostFire, pasti sekarang [Name] sudah dilempari barang oleh Sopan.
"... Shut! Mandi dan sarapan, [Name]."
Oh, salting? Malu?
; bahasa.
Jujur saja, nyeri yang [Name] rasakan saat ini mengingatkan [Name] pada hari pertama atau hari kedua ketika kedatangan tamu. Hanya saja, ini setiap saat nyeri.
Ingin menyalahkan Sopan juga tak bisa. Habisnya saat ini [Name] sedang membuat review, dan ini lumayan worth it walau setelahnya nyeri. Lagipula, ini kan permintaannya.
Haruskah [Name] beri bintang lima pada go*ek yang satu ini? Ah tidak, deh. [Name] pelit bintang. Mari beri bintang empat.
"Gitu ya, rasanya?"
[Name] jadi berpikir. Kira-kira tujuh puluh anak bisa tidak? Apa perlu dicoba lagi?
Selesai memakan sarapannya, [Name] mengirim pesan pada Sopan yang saat ini ada di bawah bersama ponakannya. Suara teriak dan tawa mereka terdengar sampai atas.
Sopan katanya.
I'm done. |
08.57
Aku mau join kalian |
08.57
Tapi masih sakit haish. |
08.57
| [Name]
08.58
| Taruh saja di situ. Nanti aku
ke atas setelah menggambar dengan
Lila.
08.58
Iris? |
08.58
| Sedang merakit lego.
08.59
| Mau bergabung?
08.59
| Aku bisa menggendongmu.
08.59
| Ada banyak cara untuk turun, [Name].
Tak hanya berjalan ke bawah saja. Bisa
digendong.
08.59
Memangnya kuat? |
09.00
Bukannya kamu juga masih lemes? |
09.00
| [Name], jangan dibuat ambigu
seperti itu. 😃
09.00
| Aku akan ke atas kalau kamu ingin.
09.00
Boleh, deh |
09.00
Gendong aku dong! |
09.00
| Hahaha, okayy
09.01
Tak tahu saja, sebenarnya Sopan sedang berusaha menyembunyikan salah tingkahnya setelah membaca chat nya dengan [Name]. Habisnya, tak seperti biasanya [Name] begini.
Ini the power of tadi malem, kah?
Memang ya, monopoli mempererat hubungan mereka berdua. Eh, monopoli kah? Hayo apa.
"... Om meyah."
"Uh, Iris―rakit saja legomu."
"Oteee."
____
😳😳 apaan tuh
Ini agak gaje rill karena aku sptinya sdah tdak ada tenaga dari jam enam sore tadi. tenagaku udah ga ada jadi seadanya deh
padahal hari ini aku ga begitu cape tapi KENAPA DEH GA ADA TENAGA, padahal biasanya kalo cape banget pun masih ada tenaga euy
dadaah! besok aku double up!