Kabar mengenai ditemukannya mayat di ruang mesin dengan identitas yang sudah dipastikan bernama Renita Raya berkewarganegaraan Indonesia mengguncang hampir seluruh pegawai dan pengunjung kapal pesiar ini. Terlebih lagi untuk Asharia, Elina, Rangga, dan Marlo. Mereka seolah dipukul oleh sesuatu yang tidak nyata. Bagaimana Renita bisa meninggal? Kenapa Renita bisa ditemukan di ruangan mesin yang mana aksesnya sangat susah? Dan siapa yang membuat Renita kehilangan nyawanya? Apa Renita yang memutuskan untuk mengambil keputusan ini?
"Ini nggak mungkin kan?" Asharia pucat dan dirinya sepenuhnya di tarik dari kenyataan. Renita meninggal. Bagaimana bisa? Ada perasaan bersalah membelenggu hatinya saat ia berpikiran negatif soal Renita. Ia pikir Renita— tidak, ini mustahil.
Setelah pihak kapal pesiar menemukan bahwa Renita sudah meninggal di ruangan mesin, mereka segera menghubungi pihak kepolisian. Dibantu dengan tenaga medis yang bertugas, jasad Renita di bawa kembali ke daratan Singapura untuk di selidiki di rumah sakit. Mereka semua masih menunggu kabar dan kelanjutannya.
Tidak ada seorang pun diantara mereka yang tidur. Bahkan memejamkan mata pun tidak. Kabar ini terlalu mengejutkan. Lebih lagi, besok adalah hari kepulangan mereka ke Indonesia.
"Kan udah gue bilang harusnya kita dari sore nyari Renita. Kalo kita langsung cekatan mungkin aja dia nggak mati." Elina berujar sambil menangis tersedu-sedu.
"Lo bisa nggak sih, El sekali aja nggak memperkeruh suasana? Dengan lo menyesal dan nyalahin yang lain kayak gini juga Renita nggak mungkin hidup lagi." Ujar Rangga setengah berteriak. Dia mengacak-acak rambutnya secara kasar. Menunjukkan bahwa dia juga frustasi dengan situasi ini.
"Kok lo gitu ngomongnya? Ini Renita loh, Ngga. Temen kita. Orang yang berjuang bareng sama kira di dunia entertain yang keras ini. Sekarang dia pergi kok lo nggak ada terpukul-terpukulnya?" Elina masih menangis tersedu-sedu. Asharia memeluk sahabatnya itu, dia juga menahan tangis. Kaget, sedih, kecewa, bingung, dan bertanya-tanya sukses menyelimuti kesadaran Asharia.
"Gue terpukul. Gue berduka. Tapi apa gue lampiasin itu ke lo semua? Nggak, kan? Lo pikir bijak gitu kalo lo cuma menebarkan emosi sampah lo ke temen-temen lo yang lain yang notabene masih sama-sama berduka ini?" Cetus Rangga.
"El, kita semua kaget. Kita nggak ada yang menduga ini bakalan terjadi. Lo pikir kita bakalan tau kalo Renita bakal meninggal? Kita semua ngerasa terpukul dan bersalah. Lo nggak perlu makin nyalahin kita lagi." Ujar Asharia.
"Mendingan kita tunggu hasil investigasinya aja. Kepolisian dan orang medis kan udah dateng buat ngasih kita kejelasan." Marlo berujar. Dia satu-satunya yang berkepala dingin di sini. Walau wajahnya pun tampak kaku dan dingin.
"Jangan-jangan Renita di bunuh." Ujar Elina.
"El! Gue tau lo sedih dan kehilangan tapi jangan sangkutin kematian Renita ke pembunuhan. Ini musibah, El. Jangan bikin asumsi soal temen lo yang baru aja kehilangan nyawa!" Ujar Asharia. Ia tidak lagi mengerti jalur pikiran Elina yang berbicara semaunya.
"Terus jelasin ke gue kenapa Renita bisa ditemuin di ruang mesin? Gimana caranya? Dia nggak sejahil itu buat masuk ke ruang mesin!" Ujar Elina. Ia kembali terisak dan hatinya terasa sakit. Mengetahui temannya meninggal kedinginan di ruangan itu menjadi momok tersendiri bagi Elina.
"El, jangan bawa-bawa hal kayak gini kalo situasinya belum jelas. Lo mau situasinya makin keruh karena lo nyebut-nyebut pembunuhan?" Ujar Marlo.
"Gue nggak mau situasinya keruh, tapi apa yang bisa menjelaskan kematian Renita, Marlo?!" Ujar Elina. Asharia pun menelungkupkan wajahnya di atas meja.
"El, tenang dulu, okay?" Asharia berujar, masih dalam posisi yang sama.
"Rangga, lo tau sesuatu kan? Iya kan? Ayo bilang ke kita lo tau apa?" Ujar Elina.
"Gue nggak tau apa-apa, Elina. Jangan bawa-bawa gue." Ujar Rangga.
"Gimana nggak bawa-bawa. Renita meninggal waktu liburan sama kita. Pas kita sampe di Jakarta, nggak mungkin nama kita nggak ikutan keseret dalam kasus kematiannya Renita!" Ujar Elina.
"Tapi di pikir bener juga. Setelah jasad Renita dikebumikan kita nggak mungkin bisa menghindari spekulasi masyarakat." Ujar Asharia.
"Tapi bukannya di sini yang paling mencurigakan itu lo ya, El?" Marlo berujar.
"Maksud lo apa?" Elina membalas dengan nada tinggi.
"Sekarang gini deh. Diantara kita semua nggak ada yang musingin Renita di awal. Cuma lo doang yang kekeh kalo ada sesuatu yang terjadi sama Renita. Itu aneh tau, El. Kayak lo udah tau sesuatu. Ayo lo jujur sama kita, apa yang udah lo lakuin ke Renita?" Desis Marlo. Ia mencondongkan tubuhnya ke depan. Membuat Elina bergidik ngeri, dan Asharia yang mendadak menatap Elina dengan pandangan terkejut.
"Jadi lo nuduh gue yang bunuh Renita?" Ujar Elina.
"Gue nggak pernah bilang kalo lo bunuh Renita. Tapi ini seolah lo lagi ngaku tau gak sih, El?" Ujar Marlo.
"Lo gila ya, Mar. Gue murni khawatir sama Renita karena dia nggak bisa di hubungin berjam-jam. Tapi lo malah nuduh gue? Kalo gitu gue bisa dong nanya ke lo, kenapa lo satu-satunya yang nggak percaya sama gue sejak awal?" Elina membalas.
"Gue merasa omongan Asha tadi make sense soal Renita yang ngamar sama orang." Jawab Marlo.
"Gue tau, Sha. Lo itu ada masalah personal sama Renita karena Braga. Tapi lo kan tau sendiri Renita nggak mungkin kaya gitu. Kenapa lo nuduh kaya gitu?" Elina menunjuk Asharia.
"El, gue bingung arah pembicaraan lo ya. Dari tadi lo nyalahin kita semua. Seolah-olah kita punya kesalahan dibalik kejadian ini. Gue emang ada masalah sama Renita karena skandal gue sama mantannya. Tapi yang tadi itu gue bercanda, dan bukan berarti gue terlibat sejauh ini. Yang paling aneh itu lo, karena lo sejak tadi sibuk nyalahin kita. Ini belum ada pengumuman resmi nya loh, El. Lo tega nuduh satu-satu temen lo?" Desis Asharia. Ia sepenuhnya terduduk dan menatap Elina dengan pandangan tidak percaya.
"Apapun itu, yang jelas salah satu diantara kita bohong." Elina beeujar dingin.
Elina menatap satu per satu temannya. Matanya sembab dan wajahnya pucat akibat menangis terlalu banyak.
tok... tok...
"Excuse me, we are from the police. We are here to inform you all about Miss Renita's case. After a thorough check, we discovered that there was a misuse of high doses of narcotics which resulted in Miss Renita having a heart attack." Ujar salah satu anggota kepolisian.
Mereka menunjukkan berkas hasil test dan testimoni dari pihak medis. Karena lokasi kejadian ada di kapal pesiar, segalanya membutuhkan waktu lebih lama.
"Then, what is the explanation regarding Renita who was found dead in the engine room?" Asharia berujar.
"We haven't find any clue, Miss. We are sorry because there is no camera in the engine room and all the cameras near there are completely shut down at that momment." Ujar pihak kepolisian lagi.
Mereka berempat terkaku di tempat duduk. Tidak ada bukti. Tidak ada bukti apakah Renita di bunuh atau bunuh diri. Kenapa situasinya jadi sekacau ini? Kenapa Renita harus mati?
"Can we take a closer look on this? We need your cooperation to fill the data." Lanjut pihak kepolisian. "We can start from Miss Asharia, please."
Asharia kini keluar mengikuti salah satu petugas kepolisian untuk dimintai keterangan yang mungkin bisa memecahkan situasi ini.
"So, Miss Asharia. When is the last time you met with Miss Renita?" Ujar polisi tersebut setelah mereka duduk di ruangan terpisah.
"I don't really remember but it was around 9 a.m. To be precise, it was after the breakfast time. We are about to go in separate ways because i have to make a video for my youtube channel. So i don't engage too much with Renita or even the others during that time. Here is the last video i took, there is also Renita in it." Asharia menunjukkan rekaman video dari ponselnya kepada polisi tersebut.
Tepatnya, video itu menunjukkan kapan terakhir kali dia berpisah dengan Renita berdasarkan dengan time stamp yang ada dalam rekaman tersebut.
"I went to some facilities to have a tour in this cruise and—oh i went alone. I don't know where Renita went at that time because i'm busy taking videos." Ujar Asharia.
"Can we have that video for evidence?" Polisi tersebut bertanya.
"Yes, sure. I'll send it to you." Asharia mengangguk lalu mengirimkan video tersebut via jaringan bluetooth.
"So how and when did you know that Miss Renita was missing?"
"It was Elina. My friend. She's freaking out saying that Renita is missing, and we have to look for her. At first i thought it was just an exaggerate. I mean, Renita is a grown up. There is no way she's missing out of nowhere. But still, we went to look up for her."
"Okay, Miss Asharia. Thank you for the explanation. Can you call Miss Elina for me?"
"Sure."
Asharia masuk kembali ke private room dan memanggil Elina.
"El, dipanggil." Ujar Asharia. Ia sepenuhnya duduk di tempat asalnya. Ada di ruangan yang sama dengan Rangga dan Marlo. Mereka berdua sama-sama diam. Suara yang terdengar hanya suara beberapa polisi yang sedang membicarakan kasus Renita.
"Hello, Miss Elina. I heard that you are the first one to realized that Miss Renita was missing. Is that true? Can you explain it to me?" Polisi tersebut bertanya sesaat setelah Elina mendudukkan bokongnya di sofa.
"Yes, so it's about 2 p.m. I went to her room to borrow a digital camera. When i knocked the door, there is no one responding. So i called Renita thinking maybe she's asleep or maybe she went somewhere. She likes to stroll around to be honest, so i'm not that worry at first. But she didn't answer my calls for 2 hours straight. I thought maybe there is something that she's doing at that momment so i stop calling her. But when i went to my friends's rooms, none of them saw Renita eversince the breakfast time."
"Are you sure there is no one sees her after the breakfast time?" Polisi tersebut kembali memastikan.
"That's what they said. And i didn't see her anywhere too, so maybe it's true that they didn't see her either."
"Do you know how is Miss Renita's mental health condition?"
"Well, we are all working in an entertainment industry so it's kinda hectic there. We didn't talk a lot about mental health either. You know, there is always a hater no mater who you are. Moreover, Renita is a well known actress. So i think, in my personal opinion. There is no way that she didn't stres or something. But to say that she is doing drugs, i can not say it. Because, Renita isn't someone like that. It was a news to me too, that she died because of overdose."
"Is that so?"
"I'm sure it is. Please, Sir. We need your help to clarify the situation."
"It's okay Miss. We will try at our best to find the right answer. The cruise is already saying that they will be cooperative. So it's about the time. Now, Miss. Who is the closest person to Miss Renita in your friend group?"
"I think, it is Rangga."
"Can you call Sir Rangga for me, Miss?"
"Absolutely."