..........................
Angin malam berhembus pelan di atas atap penginapan kota Galarc. Udara dingin menyusup di antara sela-sela dinding, membawa keheningan yang hanya bisa didengar mereka yang terbiasa hidup dalam sunyi. Di hadapan Kirito, sebuah layar bercahaya biru keunguan melayang diam. Tulisan digital terpampang jelas di permukaannya.
_____________________________________
[NEXUS VEIL SYSTEM: CHAT GROUP]
▸ Calon kandidat terdeteksi...
▸ Koneksi antar dunia sedang dipersiapkan...
▸ Ingin bergabung dengan grup ini?
[ YES ] [ NO ]
_____________________________________
Kirito menyipitkan mata. Ia membaca ulang kata-kata itu perlahan, mencerna satu per satu baris seperti sedang menimbang langkah di medan yang belum dikenalnya.
"...Nexus Veil?" gumamnya. "Koneksi antar dunia...?"
Tak ada suara lain. Hanya embusan angin yang menampar pelan rambutnya. Ia memandang langit malam sebentar, lalu kembali ke layar di depan. Pilihan [YES] dan [NO] seolah menunggu keputusannya dengan sabar.
Ia menarik napas pendek. Dalam pikirannya, tidak ada alasan kuat untuk ikut campur. Dunia ini sudah cukup damai, dan ia sendiri tidak lagi terikat pada ambisi masa muda. Tapi...
"Aku ingin tahu," katanya dalam hati. Rasa ingin tahu itu bukan sekadar soal teknologi atau dunia lain, melainkan tentang apa yang sebenarnya tersembunyi di balik sistem ini—dan mengapa sistem ini muncul sekarang, di hadapannya.
Dengan gerakan tenang, ia menyentuh pilihan [YES].
Tidak ada ledakan cahaya.
Tidak ada perubahan di sekelilingnya.
Hanya satu getaran kecil yang terasa di dada—seperti detak jantung yang lama tertidur, dan kini perlahan terbangun kembali.
Kirito tetap diam. Ia menatap layar itu sampai perlahan memudar, digantikan oleh kegelapan malam yang kembali mendominasi.
Di tempat lain, jauh dari kota Galarc—sesuatu mulai bergerak.
..........................
Lokasi: Kota Nagazora – Malam yang sunyi setelah hujan
Kota Nagazora larut dalam diam, ditemani bayangan hujan yang belum sepenuhnya pergi. Langit masih diselimuti awan kelabu. Genangan di jalanan memantulkan cahaya lampu kota, buram dan bergetar oleh angin malam yang menusuk. Di kejauhan, suara kendaraan terdengar samar, namun cepat menghilang ditelan dingin yang menggantung.
Di lantai atas salah satu apartemen tua di pinggir kota, Raiden Mei duduk menyandar di balkon sempit. Tubuhnya memeluk lutut, kepala bersandar pada dinding beton yang kasar. Hujan memang telah reda, tapi bekasnya masih ada di udara... dan di pikirannya.
Tidak ada makanan sejak pagi. Tidak ada kabar. Tidak ada tempat yang benar-benar bisa ia sebut rumah.
Ayahnya dikurung karena tuduhan konspirasi korporat. ME Corp—seluruh warisan keluarganya—direnggut begitu saja. Teman-teman yang dulu ada... menghilang satu per satu. Dan ia sendiri? Tersisa di pinggir dunia, diam-diam dilupakan.
Namun ia tidak menangis. Ia sudah terlalu lama melewati batas itu. Kini, hanya ada kesunyian.
Di sampingnya, ponsel tua yang rusak tergeletak tanpa daya. Layarnya retak. Baterainya hampir mati. Tidak ada sinyal. Bahkan jaringan kota sebagian besar masih lumpuh sejak kerusuhan terakhir.
Malam itu seharusnya berlalu seperti malam-malam sebelumnya—datar, dingin, dan sunyi.
Tapi ketika ia mendongak, sesuatu muncul.
Cahaya lembut, biru keunguan, melayang di udara tepat di hadapannya. Tidak berasal dari ponsel. Tidak dari alat proyeksi. Tidak ada suara mesin. Tidak ada kedipan lampu.
Layar itu... muncul begitu saja.
Mata ungu Mei melebar. Tubuhnya menegang. Tapi ia tidak panik. Hanya diam, menganalisis.
"...Apa ini?"
Ia berdiri perlahan, tangannya menyentuh tembok untuk menyeimbangkan diri. Layar itu tetap di tempatnya, setinggi mata, tidak bergerak, tidak bergoyang. Tidak ada suara. Tapi keberadaannya—sangat nyata.
Yang lebih penting—tidak ada reaksi Honkai. Tidak ada partikel abnormal. Tidak ada gelombang elektromagnetik.
Ponselnya tetap mati.
Tubuhnya tidak menunjukkan respons pertahanan. Tidak ada sistem internal yang bereaksi. Sensor sarafnya—diam.
Ia mulai berpikir cepat. Ini bukan ilusi. Bukan pantulan. Bukan proyeksi visual biasa. Ia mencoba mencari port sumber, mencari pola, celah logika... namun nihil. Ini... bukan teknologi yang dikenalnya.
Tapi ia bisa membacanya.
_______________________________________________
[NEXUS VEIL SYSTEM: CHAT GROUP]
▸ Calon kandidat terdeteksi...
▸ Koneksi antar dunia sedang dipersiapkan...
▸ Ingin bergabung dengan grup ini?
[ YES ] [ NO ]
_______________________________________________
Matanya terpaku. Pikirannya menimbang.
"Kalau ini jebakan, ini... terlalu rapi untuk jebakan biasa."
Ia tidak bisa mengabaikannya. Dunia sudah gila sejak lama—Honkai, organisasi bayangan, teknologi absurd. Tapi ini? Ini melangkah lebih jauh. Seolah... bukan dari dunia yang sama.
Ia menatap dua pilihan itu. Yes dan No.
"Kenapa aku?" bisiknya.
Tidak ada yang menjawab.
Ia ragu. Tapi hanya sesaat.
Tangannya terangkat, bergerak pelan.
"Aku hanya ingin tahu."
Lalu ia menyentuh [YES].
Tak ada kejutan. Tak ada kilatan.
Hanya satu denyut halus—hampir seperti desahan lembut dari dunia yang selama ini menolaknya... kini menyambutnya.
Layar berubah.
[Nexus Veil System: Chat Group]
Tidak ada instruksi. Tidak ada penjelasan. Hanya daftar nama yang belum ia kenal. Tidak ada yang mengirim pesan. Tidak ada sambutan.
Mei menatap layar itu, alisnya mengerut. "Forum? Grup uji coba sistem?"
Tapi dalam hatinya, ia tak tahu...
Bahwa orang-orang dalam grup itu...bukan berasal dari dunia yang sama seperti dirinya.
...........................................
Lokasi: Wilayah Suci Ruberius - Malam hari.
Malam hari di wilayah suci Ruberius senyap seperti biasa. Bangunan marmer putih bersih, lorong panjang dengan pilar-pilar tinggi, dan taman beraroma bunga malam menjadi pemandangan tetap setiap kali bulan menggantung rendah di langit.
Di dalam ruang pribadi istananya, Luminous Valentine bersantai. Tidak ada pertemuan dengan para pendeta malam ini. Tidak ada urusan administratif gereja. Tidak ada diplomasi antarbangsa. Ia memilih waktu ini untuk dirinya sendiri.
Sofa panjang dengan sandaran rendah menopang tubuhnya yang ramping. Gaun hitam panjang berhias renda mengalir menutupi sisi sofa, kontras dengan kulit pucatnya. Segelas wine merah gelap ada di tangannya, bergoyang perlahan seiring gerak jari. Ia menyeruputnya pelan, tanpa suara. Rasanya kuat, dengan sisa aftertaste buah dan tanah—anggur langka yang disajikan hanya untuk dirinya, dipetik dari kebun yang tersembunyi di wilayah bawah tanah milik gereja.
"Masih enak, meskipun panen tahun ini sedikit," komentarnya ringan, nyaris seperti gumaman. Tatapannya tidak fokus, tertuju ke langit-langit ruangan yang dipenuhi lukisan dan ukiran sejarah panjang umatnya.
Gunther, pelayannya yang paling loyal, berdiri beberapa meter dari sofa. Tegak. Tidak bergerak. Wajahnya datar seperti biasanya, seolah menjadi bagian dari ruangan itu sendiri.
"Gunther," ucap Luminous, memecah keheningan, "apa ada kabar dari Hinata Sakaguchi?"
"Masih tidak ada perubahan, Yang Mulia. Dia tetap di Ibukota Kerajaan Barat, mengatur barisan pasukan dan memperkuat struktur gereja."
Luminous mengangguk kecil.
"Seperti yang kuduga. Dia bukan tipe yang mudah ditarik ke permainan politik terbuka. Tapi... dia menarik. Tegas. Lurus. Dan keras kepala." Bibirnya melengkung tipis, tidak benar-benar tersenyum, tapi ada ketertarikan di matanya. "Aku suka wanita yang seperti itu."
Namun, belum sempat ia mengangkat gelas kembali, sesuatu menghentikannya.
Sebuah cahaya samar muncul di hadapannya—perlahan, tanpa suara, tanpa tekanan energi, tanpa tanda sihir apa pun. Hanya muncul... seperti ditaruh di sana.
Sebuah layar transparan, mengambang, tidak menyentuh lantai, tidak memproyeksikan bayangan. Berpendar biru keunguan, dengan antarmuka asing yang tidak ia kenali.
_______________________________________________
[NEXUS VEIL SYSTEM: CHAT GROUP]
▸ Calon kandidat terdeteksi...
▸ Koneksi antar dunia sedang dipersiapkan...
▸ Ingin bergabung dengan grup ini?
[ YES ] [ NO ]
_______________________________________________
Luminous tidak bergerak sesaat. Matanya menyipit.
"Gunther," panggilnya singkat. "Apa kau merasakan sesuatu?"
Pelayan itu menatap lurus. "Tidak, Yang Mulia. Tidak ada fluktuasi energi. Ruangan tetap stabil."
"Kau tidak melihat apa pun di depanku?"
Gunther melangkah satu langkah ke depan, menatap arah yang ditunjuk majikannya, lalu menggeleng. "Tidak, Yang Mulia."
Luminous tidak memberi respons langsung. Ia kembali menatap layar itu, mempelajari setiap detailnya.
Font-nya bukan dari sistem sihir manapun. Tidak ada mantra yang menyusun antarmukanya. Tidak berasal dari teknologi apapun yang dikenal—baik milik manusia maupun iblis.
Bukan magic sense. Bukan komunikasi ilahi. Bahkan bukan bagian dari sistem suci yang dimiliki Gereja.
Layar itu ada di sana, dan... hanya bisa dilihat olehnya.
Ia bisa saja menghilangkannya. Meninggalkannya. Memanggil seluruh barisan ahli gereja dan menguji realitas ruangan ini.
Namun ia tidak melakukan itu.
Karena ada sesuatu yang mengusik rasa ingin tahunya. Sesuatu yang belum pernah ia lihat. Dan di balik semua perannya sebagai dewa, pemimpin agama, dan iblis primordial—ia masih makhluk yang tertarik pada kekuatan yang belum terdefinisi.
"Chat Group?" gumamnya.
Konsepnya terdengar seperti alat komunikasi biasa. Tapi... antardunia?
Ia tidak tahu siapa yang mengirim ini. Ia tidak tahu dari mana asal sistem ini. Tapi rasa penasaran yang muncul terlalu kuat untuk diabaikan.
Luminous mengangkat satu tangan. Jari telunjuknya menyentuh [YES].
Tidak terjadi apa pun yang mencolok. Tidak ada suara. Tidak ada perubahan suhu ruangan. Tidak ada sinyal sihir. Gunther tetap berdiri seperti biasa, tidak sadar bahwa sesuatu baru saja berubah.
Namun layar berganti.
[Nexus Veil System: Chat Group]
Beberapa nama muncul. Ia tidak mengenali satu pun. Tidak ada yang mengirim pesan. Belum ada interaksi.
Ia mendengus kecil. "Jadi... ini seperti jaringan pesan instan antar makhluk dari dunia lain?"
Tidak ada balasan. Hanya antarmuka statis.
Namun instingnya berkata, ini bukan sekadar alat komunikasi.
Ini... sesuatu yang lebih besar. Sebuah sistem yang bahkan dirinya belum pahami.
Dan itu cukup untuk membuat Luminous tetap menatap layar itu selama beberapa menit. Diam. Menunggu. Mengamati.
Satu hal pasti—ia kini menjadi bagian dari sesuatu yang tidak dikendalikannya.
Dan untuk makhluk sekuat dirinya... itu bukan hal yang biasa.
Tapi justru karena itu... ia ingin tahu lebih jauh.
................................
Lokasi: Kota kecil di Jepang, malam hari, di dekat toko cemilan lokal.
Langit malam sudah menjingga kehitaman. Lampu jalan menyala satu per satu, menerangi sudut kota kecil yang mulai lengang. Di depan sebuah minimarket, seorang remaja laki-laki duduk bersandar santai di tangga beton, menggoyang-goyangkan kakinya. Tangannya memegang sebungkus cemilan keju, yang baru saja ia beli.
Ckruk.
"Uwaaahh! Rasa kejunya nendang banget!" serunya pelan, sambil memejamkan mata menikmati rasa renyah asin yang menyebar cepat di lidahnya. "Ini sih... cemilan sempurna buat malam-malam begini..."
Ia mengunyah dengan tenang, bahu terangkat sedikit karena hawa malam mulai terasa. Shoma—remaja dengan hoodie lusuh dan rambut agak berantakan itu—tampak seperti anak biasa yang baru pulang nongkrong atau les tambahan. Tak ada kesan "pahlawan" dalam dirinya... setidaknya dari luar.
Ia baru saja akan mengambil potongan berikutnya, saat sesuatu yang asing terjadi.
Swiip.
Sebuah layar transparan—bercahaya biru lembut—tiba-tiba muncul tepat di hadapannya. Tidak muncul dari HP, bukan dari papan reklame, bahkan bukan pantulan kaca. Hanya... muncul begitu saja. Melayang di udara. Stabil. Tenang.
"Eh?" gumam Shoma pendek, setengah terbatuk karena hampir tersedak potongan cemilan kecil yang masih di mulutnya. "Lho... ini...?"
Ia mengedip beberapa kali. Layar itu tetap ada.
Refleks, ia melirik ke kanan dan kiri. Sepi. Tak ada yang bereaksi. Bahkan kasir minimarket di belakangnya masih asik bermain HP, tak menyadari apa pun.
"...Oke. Ini... bukan efek makan terlalu banyak, kan?" gumamnya sembari menepuk pipinya sendiri dua kali. "Bukan mimpi, bukan ilusi, bukan... eh, ini bukan prank, kan?"
Ia mencondongkan tubuhnya sedikit, menatap isi layar yang kini menunjukkan tulisan aneh tapi terasa familiar:
_______________________________________________
[ NEXUS VEIL SYSTEM: CHAT GROUP ]
▸ Calon kandidat terdeteksi...
▸ Koneksi antar dunia sedang dipersiapkan...
▸ Ingin bergabung dengan grup ini?
[ YES ] [ NO ]
_______________________________________________
"Chat group? Apa ini, semacam grup chat di sosial media?" bisiknya. Tapi tidak ada ikon aplikasi. Tidak ada notifikasi. Ini seperti... sesuatu dari game, atau... film sci-fi.
Shoma mengangkat alis, sedikit menyipit.
"Ini... serius?" gumamnya lagi, lalu menatap kembali cemilan di tangannya. "Baru juga niatnya mau santai... Eh, tapi... kalau ini serius..."
Alih-alih panik, Shoma malah menunduk sejenak, berpikir.
Rasanya... seperti ada dorongan dari dalam dirinya. Bukan bisikan, bukan tekanan. Lebih seperti... rasa ingin tahu. Rasa yang tidak bisa dijelaskan. Seolah-olah, ada bagian dari dirinya yang tahu: ini bukan kebetulan.
Ia menatap layar itu lagi. Senyum kecil muncul di sudut bibirnya.
"Kalau ini jebakan... yah, palingan juga... aku bisa kabur. Tapi kalau ini awal dari sesuatu yang seru... masa iya aku nolak?"
Dengan satu gerakan ringan dan santai, jari telunjuknya—yang masih ada sisa remah keju—menyentuh tombol [ YES ].
Layar langsung berubah.
.....................................
Lokasi: Rooftop Yujing Terrace, Liyue Harbor – Larut malam.
Langit malam di atas pelabuhan Liyue terbentang luas tanpa awan. Kota itu telah memasuki jam-jam tenangnya. Lampu-lampu lentera mulai padam satu per satu, dan suara riuh pasar telah digantikan oleh deru ombak yang menghantam pelabuhan serta angin laut yang lembut.
Di atas salah satu gedung pemerintahan di dekat Yujing Terrace, seorang wanita berdiri sendirian di atap. Rambut ungu panjangnya terikat rapi, pakaiannya terawat bersih meski ia telah melewati hari yang panjang. Dialah Keqing, Yuheng dari Liyue Qixing. Dalam posisi resminya, ia bertanggung jawab atas banyak urusan administratif dan pengambilan keputusan penting bagi Liyue—urusan yang kebanyakan orang tidak tahu betapa beratnya.
Baru saja ia menyelesaikan tumpukan dokumen yang menumpuk sejak pagi. Semua itu tersusun rapi di dalam map-map yang diletakkan di atas meja rendah di ruang kerja yang terbuka di belakangnya. Meski waktu telah lewat tengah malam, Keqing belum pergi dari kantornya.
Ia berdiri di sana, memandangi kota dari ketinggian. Bukan karena ingin bersantai, melainkan karena sedang mengevaluasi ulang kebijakan anggaran untuk perbaikan jalan lintas desa. Ia selalu menyempatkan waktu untuk berpikir di tempat terbuka ketika beban pekerjaan menumpuk.
"Hm. Perhitungan subsidi dari otoritas Harbor tidak sesuai dengan angka pengiriman terakhir... akan kutinjau ulang nanti pagi." gumamnya pada diri sendiri.
Namun baru beberapa detik kemudian, ketika ia hendak berbalik, sesuatu yang sangat tidak biasa muncul.
Sebuah layar—transparan, mengambang, muncul begitu saja di udara hanya beberapa sentimeter dari wajahnya. Keqing berhenti bergerak. Matanya langsung menyipit tajam.
"...Apa ini?" tanyanya pelan, tapi tegas.
Refleksnya tetap terjaga. Ia melangkah mundur dua langkah dan mengangkat tangan kanan ke posisi siap, seolah siap meraih senjatanya. Namun, tidak ada ancaman langsung yang terasa. Tidak ada tekanan aura, tidak ada energi geo atau electro di udara. Tidak ada efek visual seperti ketika Vision diaktifkan. Layar itu hanya... diam.
Ia menatapnya lebih dekat. Tulisan di layar terbaca jelas:
_______________________________________________
[NEXUS VEIL SYSTEM: CHAT GROUP]
▸ Calon kandidat terdeteksi...
▸ Koneksi antar dunia sedang dipersiapkan...
▸ Ingin bergabung dengan grup ini?
[ YES ] [ NO ]
_______________________________________________
Keqing mengernyit lebih dalam. "Chat group? Koneksi antar dunia?" Ia mengulangi kata-kata itu dalam hati.
Ia belum pernah mendengar sesuatu seperti ini. Ini bukan teknologi dari Liyue. Jelas bukan produk Fontaine—mereka mungkin terkenal dengan mesin uap dan kamera, tapi tidak pernah ada yang menyebut tentang teknologi semacam antar dunia. Sumeru memiliki reputasi tinggi dalam penelitian teori ruang dan waktu, namun bahkan dari mereka, tidak pernah ada yang menyentuh konsep seperti ini dalam pertemuan antarnegara.
Keqing menengok ke sekeliling, memastikan tidak ada pengaruh dari lingkungan sekitarnya. Tapi udara tetap tenang, dan tidak ada pengunjung dari Millelith. Keadaan tampak normal... kecuali layar ini.
Ia mencoba menyentuhnya. Tangannya melewati layar itu, seperti menembus asap. Tidak ada rasa, tidak ada tekanan. Tapi gambar di layar tetap ada, tidak bergeming.
"Kalau ini buatan manusia... seharusnya ada elemen dasar yang bisa terdeteksi. Ini bahkan lebih misterius daripada mekanisme yang dipakai para Fatui," pikirnya.
Ia menimbang. Jika ini adalah semacam ilusi, maka seharusnya akan menghilang ketika dia mengabaikannya. Tapi sejauh ini, benda itu tampak terlalu stabil untuk disebut sebagai ilusi biasa. Ia bahkan telah memastikan tidak sedang terkena efek mental dari artefak, makanan, atau pengaruh dari Vision-nya sendiri.
Dan lebih dari segalanya—hal ini muncul tepat di hadapannya. Bukan orang lain, bukan di pelabuhan, bukan di tempat umum. Tapi saat ia sendirian. Seolah... memang sengaja dipilih.
"Apakah ini... bentuk seleksi?" pikirnya. Kemungkinan itu membuatnya merasa tak nyaman, tapi ia tetap tenang.
Keqing adalah orang yang mengambil keputusan dengan tegas, bukan seseorang yang menunggu petunjuk datang dari langit. Ia tidak percaya pada Archon, dan bahkan dalam situasi seperti ini, ia tidak akan berpangku tangan.
"Menolak sesuatu hanya karena aku tidak memahaminya—itu bukan sikap yang benar. Jika ada kemungkinan bahaya... aku akan hadapi dengan mata terbuka."
Ia menatap layar itu sekali lagi. Lalu, dengan satu sentuhan jari yang mantap, ia menekan tombol bertuliskan [YES].
............................................
Lokasi: Perbukitan sunyi dekat desa kecil – waktu malam.
Langit mulai berubah warna, dari biru terang menuju gradasi jingga keemasan. Senja membentang perlahan di atas perbukitan yang sunyi, hanya ditemani desiran angin dan kicau burung yang hendak kembali ke sarang. Di atas sebuah batu datar besar, Elaina duduk menyilangkan kaki. Rambut peraknya dibiarkan tergerai, diterpa angin lembut yang lewat sesekali.
Di sampingnya, termos kecil terbuka, mengeluarkan uap hangat dari teh herbal racikannya sendiri. Cangkir mungil ia genggam santai, sesekali diseruput dengan wajah tenang. Sebuah buku catatan lusuh terbuka di pangkuannya, sementara pena melayang sendiri di udara, menuliskan entri baru tanpa perlu sentuhan tangan. Sihir sederhana, tapi sangat efisien.
Ia baru saja kembali dari desa kecil di bawah sana — tempat di mana dua keluarga berselisih hanya karena hal sepele: pembagian lahan ladang dan rebutan anjing peliharaan. Tidak ada monster. Tidak ada konspirasi besar. Hanya manusia dan drama khas desa terpencil. Tapi berkat bantuannya, semuanya beres... dan ia pulang membawa sekantong kue manis buatan rumahan.
"Hm... tidak buruk," gumamnya pelan. "Hari ini bisa ditulis sebagai: 'Sore Tenang di Perbukitan Bersama Teh dan Masalah Manusia Klasik.'"
Ia menggeliat ringan, meregangkan punggung sebelum kembali duduk tegak. Matanya menatap cakrawala dengan pandangan lelah tapi puas. Tidak ada yang meledak. Tidak ada penyihir aneh yang mengejarnya. Tidak ada makhluk tak dikenal memohon bantuan.
Namun, sebagaimana biasanya hidup seorang penyihir pengembara... ketenangan itu tidak pernah bertahan lama.
Di depan wajahnya — begitu saja — seberkas cahaya biru samar terbentuk dalam diam. Tidak ada tanda peringatan, tidak ada mantra sihir, tidak ada pusaran energi. Hanya... muncul. Begitu saja. Melayang diam, menampilkan layar semi-transparan dengan tulisan asing.
Elaina tersentak kecil, menegakkan tubuh. Cangkir tehnya hampir terjatuh dari tangan.
"...Apa itu tadi?"
Tatapannya segera fokus, mempertahankan ketenangan meski pikirannya bekerja cepat. Layar itu tidak memancarkan sihir apapun. Tidak seperti sihir elemen, atau sistem sihir dari Kerajaan, ataupun sihir hitam yang pernah ia pelajari secara diam-diam. Ini... berbeda.
Ia mengedip pelan, lalu mengerutkan kening.
"Aku tidak sedang bermimpi, kan?" gumamnya.
Tulisan yang muncul semakin memperjelas rasa aneh di dadanya:
[NEXUS VEIL SYSTEM: CHAT GROUP]
▸ Calon kandidat terdeteksi...
▸ Koneksi antar dunia sedang dipersiapkan...
▸ Ingin bergabung dengan grup ini?
[ YES ] [ NO ]
Elaina memiringkan kepala.
"Chat group?" ulangnya lirih. "Apa ini semacam permainan? Sistem sihir dari benua lain? Atau ini lelucon buatan salah satu murid akademi?"
Ia berdiri perlahan dari duduknya, menyipitkan mata ke layar itu. Lalu melihat ke sekeliling. Tak ada siapa pun. Tak ada perubahan angin. Tak ada fluktuasi sihir. Tak ada tanda-tanda jebakan. Bahkan ia tidak merasakan keberadaan penyihir atau makhluk hidup selain burung dan serangga.
"Kalau ini perangkap, ini terlalu rapi. Dan kalau ini sihir baru, kenapa bisa lolos dari indraku?" gumamnya sambil memeluk lengan.
Biasanya ia akan bersikap lebih waspada. Tapi rasa penasaran yang begitu kuat mulai muncul. Elaina memang cenderung hati-hati, tapi juga tidak tahan terhadap hal-hal aneh dan misterius, terutama yang belum pernah ia temui. Dan layar ini... jelas memenuhi semua kriteria itu.
Ia mengangkat satu alis. "Jadi ini tentang 'koneksi antar dunia'? Dunia lain, ya? Huh... terlalu tidak masuk akal. Tapi aku pernah membaca catatan tentang perpindahan dimensi dalam satu jurnal kuno dari selatan. Ah, atau itu hoax? Aku lupa."
Elaina menyilangkan tangan di dada, berpikir keras, lalu menghela napas panjang.
"Yah... aku tidak merasakan ada yang mengganggu pikiranku. Tidak ada kontrak sihir otomatis. Dan tidak ada tulisan 'menyerahkan jiwamu ke iblis' di sini." Ia menyipitkan mata menatap tombol [ YES ].
Sesaat ia ragu. Tapi hanya sesaat.
"Aku cuma melihat, kan? Belum tentu aku langsung terseret ke dunia aneh atau semacamnya..."
Dengan setengah geli dan setengah waspada, Elaina mengangkat telunjuknya dan menyentuh tombol [ YES ].
.....................................
[NEXUS VEIL SYSTEM: CHAT GROUP]
—Connecting...
—Stabilizing multi-dimensional bridge...
—Session Established.
Di saat yang hampir bersamaan, keenam individu dari tempat berbeda — bahkan dari dunia berbeda — melihat layar baru terbuka di hadapan mereka.
Tampilan itu sederhana, dengan desain antarmuka semi-transparan, latar biru keunguan dan teks putih yang terang, tampak canggih namun bersih. Tidak ada suara. Tidak ada efek dramatis. Hanya muncul... seperti jendela informasi yang 'dipaksakan' ke dalam realitas mereka masing-masing.
Mereka melihat barisan nama yang muncul perlahan satu demi satu.
╔═════════════════════════════╗
Welcome to the Chat Group
╚═════════════════════════════╝
Participants Connected:
• Black Swordsman
• Fallen Heiress
• The Workaholic
• Vampire Ancestor
• Ashen Witch
• Red Gavv
Untuk beberapa detik, tidak ada yang mengetik apa pun. Semua diam, menatap layar yang tidak mereka pahami.
Kemudian, satu pesan muncul.
[Fallen Heiress]:
"Uhm, halo?"
Pesan pendek itu membuka percakapan. Tulisannya bersih dan sopan, tapi terlihat ragu. Orang yang menulisnya seperti mencoba bersikap tenang... sambil mempertanyakan realitas.
[Ashen Witch]:
"Halo juga, kurasa?"
Balasan datang tak lama kemudian, dengan nada santai. Seseorang yang penasaran tapi tidak panik. Sikap seseorang yang sudah terbiasa dengan hal aneh — atau setidaknya, menganggap semuanya bisa dijelaskan... nanti.
[Vampire Ancestor]:
"Salam."
Dingin. Formal. Kata itu ditulis dengan hati-hati, seolah sedang menyapa dalam ruang diplomasi. Tapi ada nada bermain di baliknya, semacam ujian.
[Red Gavv]:
"Uhm, halo semua."
Nada anak muda. Bingung, tapi tidak takut. Seperti seseorang yang terbawa ke dalam sesuatu yang terlalu besar, tapi mencoba bersikap sopan.
[The Workaholic]:
"Salam."
Kaku. Formal. Seperti pesan dari pejabat yang tidak yakin ini adalah rapat yang benar. Tapi tetap menanggapi secara serius.
Kirito membaca semua pesan itu tanpa menunjukkan reaksi. Lalu menulis.
[Black Swordsman]:
"Halo semua. Di antara kalian, ada yang tahu apa sebenarnya layar ini?"
[Vampire Ancestor]:
"Aku punya pertanyaan yang sama. 'Fenomena aneh' ini muncul begitu saja di depanku. Aku cukup yakin ini bukan sihir, bukan teknologi... dan bukan mimpi."
[Red Gavv]:
"Uh... aku nggak tahu. Tadi aku cuma mau beli cemilan. Terus tiba-tiba, layar ini muncul gitu aja... kayak, ya, nongol gitu aja."
[The Workaholic]:
"Sama. Tidak ada tanda-tanda sebelumnya. Tapi... aku penasaran, apakah ini teknologi dari Fontaine atau mungkin Sumeru? Karena tidak ada energi elemental yang bisa menjelaskannya."
[Fallen Heiress]:
"Fontaine? Itu... nama organisasi? Atau sistem baru dari Anti-Entropy?"
[The Workaholic]:
"Anti... Entropy? Tidak pernah dengar. Fontaine adalah salah satu dari tujuh bangsa di Teyvat. Tapi aku yakin tak ada teknologi seperti ini, bahkan di antara para penemu Sumeru."
[Ashen Witch]:
"Teyvat? Anti-Entropy? Fontaine? Itu nama-nama yang asing. Aku sudah mengunjungi banyak tempat... tapi tidak pernah mendengar satu pun dari itu."
[Red Gavv]:
"Aku juga nggak kenal. Serius. Sama sekali nggak familiar."
[The Workaholic]:
"...Eh?"
[Fallen Heiress]:
"...Eh?"
Kirito menyipitkan mata. Dari semua pengalaman virtualnya, ini bukan simulasi. Nama-nama tempat yang mereka sebut tidak saling berkaitan. Bahkan satu pun tak cocok dengan database yang ia tahu.
[Black Swordsman]:
"Aku ingin mengajukan satu pertanyaan. Kalian bisa sebutkan... tempat tinggal kalian saat ini?"
[Fallen Heiress]:
"Nagazora... Jepang."
[Red Gavv]
"Eh?! [Fallen Heiress]-san tinggal di Jepang? Tapi... aku juga tinggal di Jepang... meski aku nggak pernah dengar nama 'Nagazora' sebelumnya."
[Fallen Heiress]:
"Eh? Tidak ada... Nagazora...?"
[Vampire Ancestor]:
"Jepang? Nagazora? Menarik. Aku belum pernah mendengar satu pun tempat itu."
[The Workaholic]:
"Aku juga. Di Teyvat, hanya ada tujuh bangsa besar: Mondstadt, Liyue, Inazuma, Sumeru, Fontaine, Natlan, dan Snezhnaya. Aku tinggal di Liyue Harbor. Tidak ada tempat bernama Jepang."
[Vampire Ancestor]:
"Aku juga tidak mengenali satu pun nama tempat itu. Bukan dari peta dunia yang aku tahu."
[Red Gavv]:
"...Maaf... aku juga nggak ngerti semuanya. Nama-nama itu asing banget."
[Ashen Witch]:
"Aku seorang pengelana. Sudah mengunjungi berbagai wilayah. Tapi nama-nama seperti 'Liyue' atau 'Nagazora' tidak pernah muncul di perjalanan manapun."
[The Workaholic]:
"...Kalau begitu... ini mulai tidak masuk akal."
[Vampire Ancestor]:
"Bagaimana denganmu, 'Black Swordsman'? Kau tinggal di mana?"
[Black Swordsman]:
"Saat ini aku berada di Galarc. Ibu kota dari kerajaan di dunia yang... kurasa tak satu pun dari kalian kenali."
Semua hening. Entah kenapa, meski mereka berada di tempat berbeda, keheningan itu terasa serempak. Hening digital yang aneh, tapi nyata.
[Vampire Ancestor]:
"Aku paham sekarang."
"Tidak ada satu pun tempat yang kalian sebutkan eksis di duniaku."
[Black Swordsman]:
"Jadi, kemungkinan besar... kita semua berasal dari dunia yang berbeda."
[Fallen Heiress]:
"Dunia... berbeda? Maksudmu... dunia lain? Bukan cuma negara atau benua?"
[Red Gavv]:
"...Dunia... lain?"
"...Aku... tidak menyangka... ada dunia lain selain yang aku kenal."
[Vampire Ancestor]:
"Hou... Jadi kau tidak asing dengan istilah itu?"
[Red Gavv]:
"T-tidak... Maksudku, aku pernah dengar. Tapi... ya... aku tak yakin bisa menjelaskannya."
Kirito membaca ulang pesan itu. Analisisnya menguat. Jika benar mereka semua berasal dari dunia berbeda, maka sistem ini—Nexus Veil System—mampu menyatukan entitas dari seluruh realitas.
Di sisi dunia lain, mata Keqing menyipit, skeptis seperti biasa.
[The Workaholic]:
"...Tunggu. Dunia berbeda? Kau sungguh ingin bilang bahwa ini... bukan hanya antar negara... tapi antar dunia?"
[Ashen Witch]:
"Kalau itu benar... maka fenomena ini adalah sesuatu yang luar biasa. Di atas sihir, teknologi, bahkan mungkin—"
[Vampire Ancestor]:
"—ilahi."
Kalimat itu memotong seperti bisikan. Luminous menyeringai kecil di balik layar, senang melihat kebingungan di balik kata-kata digital itu.
[Fallen Heiress]:
"...Kalau ini dunia lain... kenapa kita?"
[Black Swordsman]:
"...Itulah yang harus kita cari tahu. Tapi satu hal pasti—sistem ini menghubungkan kita karena suatu alasan."
Diam kembali mengisi ruang komunikasi itu. Bukan lagi karena kebingungan, tapi karena semua peserta sedang mencerna apa yang baru saja mereka bicarakan.
Lalu, tepat ketika suasana mulai mereda...
[SYSTEM MESSAGE — Visible to All Participants]
━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━
Selamat datang, para Kandidat.
Kalian kini telah terhubung ke jaringan lintas dimensi yang disebut:
Nexus Veil System: Chat Group.
Grup ini bukan diciptakan oleh makhluk hidup dari dunia manapun.
Tujuan utama sistem ini akan dijelaskan secara bertahap.
Untuk saat ini, kalian dapat menggunakan ruang ini untuk berkomunikasi, berbagi informasi, dan mempersiapkan diri.
━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━
Pesan itu muncul tanpa peringatan.
Beberapa peserta duduk lebih tegak. Sebagian lainnya hanya menatap layar diam-diam. Tapi satu hal pasti—perhatian mereka kini sepenuhnya terpusat pada sistem ini.
Tanpa menunggu reaksi, pesan lanjutan pun muncul.
[SYSTEM INFO: Fitur Lengkap Nexus Veil System]
━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━
SISTEM NEXUS VEIL
Kelas Sistem: Makroeksistensial Multirealitas
Fungsi: Menghubungkan individu dari berbagai dunia untuk menjaga keseimbangan antar dimensi.
FITUR UTAMA:
[1. Cross-Dimensional Chat Interface]
Komunikasi real-time antar peserta dari dunia berbeda.
• Tersedia dalam format teks.
• Dilengkapi sistem pembacaan ekspresi ringan (Echo Feedback) untuk konteks emosional.
[2. Skill Archive & Share]
Fitur pertukaran dan pengembangan kemampuan individu.
• Peserta dapat berbagi skill yang diizinkan kepada peserta lain.
• Skill dari dunia tertentu dapat disimpan setelah terlibat dalam Quest.
• Fitur Fusion Mode memungkinkan penggabungan kemampuan yang kompatibel.
[3. Dimensional Search Engine]
Sistem pencarian data lintas dunia.
• Dapat melacak identitas, lokasi, atau riwayat peserta lain.
• Mampu mengakses informasi tersembunyi—baik oleh teknologi, sihir, atau sistem keamanan lokal.
• Fungsi lanjutan terbuka jika pengguna mencapai status Initiator Class.
[4. Dimensional Gate Travel]
Fasilitas untuk berpindah antar dunia.
• Dunia Peserta: Dapat dikunjungi setelah mendapat izin dari pemilik dunia. Setelah diizinkan, akses akan bersifat permanen.
• Dunia Quest: Terbuka hanya saat sistem memberikan misi. Akses tetap setelah Quest berhasil diselesaikan.
• Silent Infiltration: Perjalanan diam-diam hanya tersedia untuk pengguna dengan lisensi khusus.
[5. System Inventory]
Penyimpanan pribadi berskala dimensi.
• Bisa menyimpan item, artefak, hingga makhluk kecil.
• Beberapa objek lintas dunia membutuhkan adaptasi sebelum dapat digunakan.
[6. Mission Hub: Dimensional Quests]
Pusat misi lintas realitas.
• Misi diberikan untuk menjaga kestabilan dunia atau menyelesaikan konflik lokal.
• Misi dapat bersifat individu maupun kelompok.
• Hadiah bisa berupa:
– Akses ke dunia baru
– Hadiah misterius (Gift Mystery)
– Hak atas jalur waktu tertentu
• Beberapa misi berisiko tinggi mengandung Veil Point — titik lemah struktural antar dimensi.
Batasan Sistem:
• Perjalanan ke dunia peserta lain tetap membutuhkan izin pertama kali.
• Setelah izin diberikan, kunjungan bebas tanpa batasan.
• Sistem akan menyesuaikan perlindungan dan adaptasi otomatis tergantung kondisi dunia tujuan.
━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━
Pesan berhenti sejenak.
Beberapa peserta mungkin masih membaca. Beberapa lainnya mungkin belum bisa membayangkan semua fitur ini. Tapi sistem tidak memberi waktu lama.
Lalu muncul satu pemberitahuan terakhir.
[REWARD UNLOCKED: Hadiah Awal untuk Semua Anggota]
━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━
Sebagai bentuk penyambutan, setiap peserta menerima dua kemampuan pasif:
[Skill: Adaptia Core]
Kemampuan untuk menyesuaikan diri secara otomatis terhadap energi, atmosfer, dan hukum realitas dunia mana pun.
Tidak dibatasi oleh elemen, sihir, atau teknologi. Tubuh akan beradaptasi secara bertahap tanpa efek samping.
[Skill: All-Language]
Kemampuan untuk memahami dan berbicara semua bentuk bahasa—baik lisan, tulisan, simbol, maupun bentuk komunikasi non-verbal.
Berfungsi secara otomatis selama komunikasi lintas dunia.
━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━━
Begitu pesan itu menghilang, masing-masing anggota merasakan sensasi aneh di kepalanya. Ringan, seperti hembusan angin, lalu... sebuah arus informasi masuk ke benak mereka—seolah mereka baru saja mempelajari sesuatu yang selama ini sudah mereka miliki sejak lahir.
[Red Gavv]:
"...Wah... rasanya kayak menelan manual buku pelajaran dalam dua detik..."
[Ashen Witch]:
"Baru kali ini aku merasa... lebih pintar tanpa membaca buku."
"Apakah ini yang kalian sebut... 'sistem' teknologi canggih? Atau sihir yang menyamar jadi mesin?"
[The Workaholic]:
"Teknologi canggih? ...Kalau kamu maksud perangkat cerdas atau sistem terintegrasi... ini jauh lebih kompleks. Tapi tidak sesuai struktur mana pun yang kukenal."
"...Tidak berasal dari teknologi yang aku ketahui... atau bahkan mungkin dari Celestia."
[Vampire Ancestor]:
"Hmph... bukan sihir, bukan skill, bukan 'item'. Tapi bisa menyusup ke dalam pikiranku tanpa kutahu caranya."
"Menarik. Sistem ini mungkin melampaui batas realitas kita, tapi tetap... memperhatikan etika, dan bahkan memberi izin."
"Fitur izin dunia... aku menyukainya."
[Fallen Heiress]:
"...Ini bukan kekuatan yang aku kenal. Tapi... aku bisa merasakan bagaimana tubuhku kini mengenali... fluktuasi energinya."
"...Kalau aku pergi ke dunia kalian... tubuhku tidak akan kolaps hanya karena frekuensinya berbeda. Sistem ini melindungi kita."
[Red Gavv]:
"Jadi... artinya kalau aku ke dunia 'Heiress'-san, aku gak bakal pingsan cuma karena udara atau energinya beda? Keren juga ya..."
"...Eh, bukan berarti aku ngerti ini semua, ya. Tapi... seru juga kalau bisa lihat dunia kalian!"
[Ashen Witch]:
"Tunggu, tunggu. Jadi... kalian benar-benar tahu cara kerja sistem seperti ini?"
"Aku cuma bisa pakai tongkat sihir dan bicara dengan kucing... sekarang disuruh 'berbagi data'? Apa itu semacam transfer mantra?"
[The Workaholic]:
"Konsepnya mungkin... mirip transmisi energi, tapi dengan struktur basis yang jauh lebih logis."
"...Meski, aku sendiri pun tak tahu kenapa sistem ini bisa membaca pikiranku."
"Aku tidak suka ketidakpastian seperti ini."
[Vampire Ancestor]:
"Kau terlalu serius, gadis Liyue. Kadang, menerima sesuatu tanpa harus memahaminya... juga sebuah bentuk kekuatan."
Luminous menyeringai kecil, seolah menyindir sekaligus memancing perdebatan.
[The Workaholic]:
"Apa kau bilang?!"
[Black Swordsman]:
"Sudah sudah. Yang jelas... sistem ini memilih kita. Dan memberi kita kemampuan dasar untuk bertahan di dunia satu sama lain."
"Bukan hanya sebagai tamu... tapi mungkin... sebagai penyelaras realitas."
[Ashen Witch]:
"'Penyelaras realitas'? Hmm... itu kalimat yang cocok untuk bab pembuka kisah besar. Semoga tidak terlalu tragis."
[Red Gavv]:
"Yah... aku sih cuma mau keliling dunia sambil makan cemilan. Kalau bisa nyelamatin dunia sekalian... ya syukur."
Tak lama setelah itu, sistem sekali lagi menampilkan notifikasi samar:
[SYSTEM STATUS: Stabil. Komunikasi aktif lintas dunia terhubung.]
Grup pun kembali tenang.
Beberapa mulai menjelajah antarmuka, mencoba fitur pencarian, atau hanya membaca ulang obrolan tadi. Dunia mereka tetap berjalan seperti biasa, namun semua tahu...
Mulai sekarang, sesuatu telah berubah.
.....................................
Lokasi: Penginapan kota Galarc, malam hari
Kirito duduk di kursi kayu dekat jendela, membiarkan angin malam meniup rambutnya perlahan. Jendela terbuka setengah, dan suara serangga malam menemani pikirannya yang mengembara.
Ia menatap layar sistem yang masih melayang pelan di hadapannya—sekarang dalam mode diam, hanya menampilkan daftar anggota dan riwayat obrolan.
"Adaptia Core.... Bahasa universal. Dunia yang saling terkoneksi..."
Tangannya mengepal perlahan di pangkuan. Sudah berapa lama ia hidup? Di dunia yang bukan dunianya. Menjaga dunia maya selama berabad-abad, hanya agar makhluk hidup digital bisa tetap memiliki masa depan.
Kini, ia kembali di dunia fisik—tetapi dipindahkan lagi ke tempat yang bukan miliknya.
"Apakah ini... pengulangan? Atau peluang baru?"
Kirito sudah melewati titik itu.
Yang ia rasakan sekarang... adalah keheningan. Dan di dalamnya, sesuatu yang sangat halus, seperti desakan tak terlihat:
"Mungkin... aku tidak harus menanggung ini sendirian."
.....................................
Lokasi: Balkon apartemen Nagazora, larut malam
Mei menatap langit kota yang suram, matanya memantulkan pantulan layar biru samar. Teks di layar masih ada tetapi hening, namun sensasi informasi yang masuk ke dalam pikirannya masih terasa segar.
"Skill... kemampuan untuk beradaptasi... semua bahasa..." Gumamnya.
Ia menarik napas dalam. Rasanya seperti sesuatu mulai bangkit di dalam hatinya—bukan kekuatan, tapi sesuatu yang lebih rapuh.
Harapan.
"Kalau aku bisa memahami mereka... jika mereka bisa memahami aku... mungkin... aku tidak sendiri lagi?"
Ia mengepalkan jemari, menahan emosi yang naik ke tenggorokan.
"Tidak seperti dulu. Tidak seperti saat semua orang menjauh. Ini... berbeda."
Untuk pertama kalinya setelah ayahnya ditangkap dan ME Corp runtuh, Mei merasakan sesuatu mengalir di dadanya. Bukan hanya keterkejutan.
Tapi... koneksi.
.....................................
Lokasi: Ruang pribadi istana suci Ruberius
Luminous menyesap sisa wine-nya yang kini sudah kehilangan suhu sempurna. Ia memiringkan kepala, menatap langit-langit dengan senyum kecil di bibir.
"Makhluk dari dunia lain... dengan pemahaman dan kekuatan yang saling bertolak belakang. Sistem yang melampaui bahkan kehendak mahkluk tertinggi di dunia ini." Gumamnya.
tangannya menyentuh dagu, dan untuk setelah sekian lama ia hidup... ia tidak tahu jawabannya.
"Aku, tidak tahu segalanya."
Rasa penasaran merambat naik dari dasar jiwanya. Bukan ketakutan. Tapi dorongan eksistensial.
Ia menoleh ke arah jendela, tempat langit malam membentang luas.
"Dunia lain... dan aku dipilih. Jadi, wahai 'sistem tak dikenal'... Tunjukkan padaku kenapa aku harus peduli."
.....................................
Lokasi: Tangga dekat Toko kecil, malam hari
Shoma masih duduk di tempat semula, tangan kirinya menggenggam cemilan keju yang mulai melempem karena diabaikan terlalu lama.
Ia melamun.
"Dunia lain... orang-orang asing yang ramah tapi juga aneh. Tapi... kenapa aku?" Gumamnya.
Tatapannya kosong sejenak, lalu ia menengadah ke langit.
"Apa karena aku seorang Granute...? Atau karena... aku punya kekuatan yang aneh...?"
Hatinya sedikit berdebar.
Ia pernah kehilangan segalanya. Ibunya, rumahnya, bahkan tempatnya di dunia lama. Kini dunia lain memanggilnya... bukan sebagai ancaman, tapi sebagai bagian.
Perlahan, ia tersenyum kecil.
"Kalau ini artinya aku bisa punya teman... yaudah, kenapa enggak?"
.....................................
Lokasi: Rooftop Yujing Terrace, Liyue
Keqing berdiri di depan layar yang melayang, menatapnya seolah menantang. Bukan dengan marah, tapi dengan kebingungan intelektual.
"Struktur yang tidak dikenali. Bukan leyline. Bukan Visions. Bahkan bukan teknologi yang aku ketahui. Baik dari Sumeru... atau Fontaine."
Ia mengepalkan tangan.
"Bagaimana bisa sistem ini menembus batas dunia tanpa campur tangan Archon maupun Celestia?" Gumamnya.
Namun... saat informasi masuk ke pikirannya, ia sadar sesuatu.
"Meski aku tidak menyukainya... sistem ini tahu caranya memberi ruang."
Ia menatap langit Liyue.
"Mungkin aku harus... membuka diri sedikit. Tapi bukan karena takdir. Karena aku memilih untuk mengetahui lebih."
.....................................
Lokasi: Bukit sunyi, dekat desa kecil
Elaina masih duduk di batu besar, teh di termosnya sudah dingin. Buku catatannya terbuka di sebelahnya, pena masih mencatat otomatis berkat sihir ringan yang ditinggalkan.
Tapi ia tidak memperhatikannya.
"Sistem. File. Adaptasi energi... dunia lain. Semua itu..." Gumamnya.
Ia tertawa pelan. Bukan tawa bahagia. Tapi tawa seorang pengelana yang menemukan peta baru dalam gulungan peta lama.
"Ternyata... masih banyak hal yang belum kutahu."
Untuk seseorang yang mengaku telah melihat banyak hal, kenyataan bahwa ia hanya menjelajahi satu dunia terasa menampar.
Ia menghela napas pelan, lalu berbisik:
"Baiklah... sistem aneh. Aku penasaran sekarang. Tapi jangan membuatku kecewa, ya?"
.....................................
Dan di tempat yang berbeda, dalam waktu yang berbeda, di dunia yang tak pernah terhubung sebelumnya...
Enam jiwa yang asing satu sama lain kini telah membuka pintu ke satu ruang yang sama.
Bukan ruang yang mereka pilih.
Tapi ruang yang kini menjadi bagian dari takdir baru mereka.
To be Continue...