I know whutt u feel... Kalau lagi enak enaknya baca tapi digantung lama. It's, gak enak banget. Bener
Haha gue gak mau bikin anak orang nunggu dong.
Tapi ya gimana ya baru di up kemaren soalnya wkwk. Btw part kemaren gimana? Keknya makin haruedang. Yang satu ngeship Ali Prilly, yang satunya mau Prilly sama Gavin. Ga ada yang ijinin gue sama Gavin atau Ali gitu? 🙋
Happy reading 🌈🍻
****
"Kak udah belom??" tanya Prilly tidak sabaran. "Panas nih, gitu aja gak bisa." cewek itu menghentakkan kakinya sebal.
"Sabar unyill, gue juga lagi usaha inilohh. Lo pikir gue daritadi ngapain? Nyangkul?" gerutu Revan yang masih sibuk mengganti ban mobilnya.
"Lagian, ngapain sih pake segala lewat jalan ini? Biasanya juga lewat jalan biasa." Prilly menghentak kesal. Pasalnya ini jalan dekat dengan komplek perumahan Ali.
"Yee guekan harus ketemu temen gue. Ambil tugas tadi oneng, sekalian lewat sini, sekalian nyambung sekolah lo," gerutu Revan.
"Nyambung-nyambung, buntung iya. Mana pake kempes bannya. Kalau telat gimana?!" kesal Prilly. Bibirnya sudah manyun-manyun tak karuan. Mana dia sudah kesal setengah mati daritadi kakaknya yang sok tau ini tidak berinisiatif sama sekali untuk menelpon bengkel.
Revan mendongak, mengusapi jidatnya yang berkeringat.
"Telat ya di hukum," celetuk Revan santai sambil fokus kembali.
Prilly sontak memukul bahu Revan sebal, "Besok-besok gausah lewat sini lagi. Sial begini nih jadinya," katanya sambil merengut sebal.
Revan kembali mendongak, "Kenapa emang?" cowok itu mengerut. "Bukannya deket sama rumah temen lo kan?" cowok itu tersenyum sumringah. "Nahhh!" seperti baru saja mendapat ide cemerlang, Revan buru-buru bangun mendekati adiknya itu.
Prilly beringsut menjauh sambil memeluk dirinya sendiri seakan hampir diserang, "Apa?" sentaknya seakan baru saja mendapat firasat buruk.
"Waktu itukan gue jemput lo dirumah temen lo noh, daripada telat sekolah, ayo gue anter kesana aja." Revan tersenyum sumringah. "Gue titipin," ucapnya lalu tertawa.
Nahkan, benar apa katanya. Revan pasti berniat gila.
"Ogah!" tolak Prilly terang-terangan. "Lo pikir gue gorengan, dititipin." gerutunya.
"Kenapa eh?" Revan menggerutu, "Gue ada jam kuliah Pril anjay. Lo tuh tinggal gue temenin kesana sekalian gue titipin, tenang aja kalau dia gamau, biar gue bogem." kata Revan sambil memainkan alisnya.
"Gak mau," Prilly menggeleng sekali lagi.
"Kenapa lo?" Revan mengerut, "Berantem ya?" godanya menoel pipi tembam adiknya itu. "Ahh atau jangan-jangan dia cowok lo? Iyaa? Dihh jahat gak dikenalin gue," Revan semakin menggoda.
Prilly memutar bola matanya, "Gaklah," jawabnya dengan ogah-ogahan. Semalam dia sudah memikirkan kembali, dia kemarin sudah menolak Ali, jadi sekarang dia tidak boleh memikirkan cowok itu lagi. Anggap saja hari kemarin tidak terjadi.
Revan mencibir, cowok itu menatap Prilly menyelidik, "Ngaku gak lo?" paksanya.
"Ngaku apa?!" omel Prilly sewot. Mendelik kesal pada Revan yang pasti sudah berpikir macam-macam. Pasti kakaknya ini akan berlaku aneh-aneh.
"Ngaku kalooo---" Revan menggantungkan kalimatnya sambil mendekatkan wajahnya pada Prilly sampai wajah adiknya itu mengerut ngeri sampai mundur menjauh. "--kalau lo sama dia barusan putuskan? Hahahhaa... " Revan tertawa.
Sedangkan Prilly mengerut kecil sambil mengusapi dadanya. Dia menggambar garis vertikal lurus di jidatnya dengan telunjuk lalu geleng-geleng menatap kakaknya itu.
"Sinting," ucap Prilly kesal sambil meninggalkan kakaknya itu. Cewek itu malah maju mendekati ban mobil kempes itu. "Sialan banget sih lo, ngapain kempess jam segini sih--ehhh!!" Prilly hampir saja menendang ban mobil depan kakaknya itu jika saja tangannya tidak dicekal oleh seseorang dan ditarik mundur.
"Apaan sih Kak, gue cuma--eehh anjir?" Prilly semakin membelalak ketika melihat bukanlah Revan yang mencekal tangannya. Bahkan badannya hampir terhuyung kebelakang jika cowok itu tidak menahan pinggangnya.
"Tiati jatoh," dia tertawa melihat Prilly seperti orang shock melihatnya. Posisinya masih memeluk pinggang Prilly jika saja tidak terdengar decakan dari Revan.
"Wah wahh, Pril," Revan tertawa seketika. "Pelukan jangan di jalan raya kek, diliatin noh," Revan tertawa melihat adiknya yang langsung kelabakan dan melepaskan diri dari cowok itu.
"Apaan sih, Kak?" kesalnya menatap Revan. Namun saat kepalanya menoleh pada cowok itu, pipinya seketika memanas. Bahkan senyumnya mengembang.
"Haii cantik?" sapanya sambil tersenyum manis. "Pagi-pagi jangan ngomel mulu kenapa? Jelek nanti," cowok itu membenarkan jaketnya sambil menatap ban mobil Revan yang kempes. "Kempes, Bang?" tanyanya pada Revan.
"Iya njir," Revan justru mengerut menatapnya, "Eh bentar deh, keknya gue pernah kenal lo deh. Lo itu--" Revan sampai menyipitkan matanya meneliti cowok itu. Wajahnya nampak sangat familiar.
"Gavin kan?" sambung Prilly sambil tersenyum lebar.
Gavin sedikit mengerjap sambil menoleh pada Prilly. Senyumnya terbit seketika. Tidak menyangka gadis ini masih mengenalinya.
"Udah inget?" tanyanya sumringah.
Prilly mengangguk seketika, "Kenapa kemaren gak bilang?" tanyanya seolah disana tidak ada Revan yang tengah melambai karena diabaikan keberadaannya. Garis wajahnya benar-benar terlihat bahagia.
Walaupun rasanya sedikit canggung karena lama tidak berjumpa.
"Gak apa-apa, cuma mau ngetes aja, gue ternyata emang makin ganteng. Sampe lo lupa sama gue kan? Jahat sih gue dilupain gitu aja," Gavin memasang wajah seakan tersakiti.
"Gak gitu, gue tuh cuma--"
Gavin malah seketika memeluk Prilly erat, membuat Prilly mengerjap kaget sampai badannya tidak bereaksi lebih selain menerima.
"I miss u so much," bisiknya sambil memeluk Prilly erat.
Prilly mengerjap, merasakan eratan pada pelukan Gavin.
"I say i miss u, Dania," Gavin benar-benar tersenyum dan makin mengeratkan pelukannya. Tau sebenarnya jika Prilly masih shock bahkan badannya masih menegang sekarang. Tapi cowok itu tidak peduli, dia sangat merindukannya.
Tapi lama-lama cewek itu ikut membalas pelukan Gavin. Bahkan jauh lebih erat.
"Kangen," rengeknya sambil memeluk Gavin erat. "Kenapa baru balik?" cewek itu bahkan hampir meneteskan airmatanya. "Jahat, selama ini selalu ilang-ilangan. Ga ada kabar, ga ada apa. Gue pikir lo udah lupa sama gue." katanya sambil merengek kecil.
Gavin tertawa, "Mana bisa gue lupain cinta pertama gue sih?" kekehnya lalu mengurai pelukannya. Menangkup wajah Prilly yang sudah memanas akibat ucapannya, "Pacaran lagi yuk?" ajaknya lalu tertawa dan mengusap pipi Prilly yang memerah lucu.
"Gav!!" omelnya sambil memukul lengan cowok itu sambil tertawa kecil, walaupun airmatanya tiba-tiba menetes.
Gavin tertawa dan mengusap airmata Prilly gemas, "Dasar cengeng," ucapnya gemas sambil mengacak rambut Prilly, "Gausah nangis," ucapnya sambil memeluk Prilly lagi. "Guekan udah balik?" ucapnya sambil melirik Prilly yang kini mendongak menatapnya..
"Abis lo nyebelin, pergi tiba-tiba sekarang pulang tiba-tiba. Gak pernah ada kabar juga, gue pikir mati." celetuk Prilly saking kesalnya.
Gavin terbahak seketika, "Jahat ya Pril sumpah. Padahal gue selalu doain lo sehat loh, guenya didoain mati," gerutunya keaal.
Prilly hanya cengengesan. Tau jika cowok itu tidak benar-benar marah.
"Aaa kangen," Prilly malah menghirup dalam-dalam aroma Gavin. Cowok yang dulu selalu ada untuknya, bahunya untuk bersandar, raganya untuk berlindung. Gavin ini satu-satunya orang yang paling mengerti dirinya diantara semua orang diluar keluarganya.
"Kangen juga, makanya gue samperin kesini. Gue pulangg, buat nemuin lo, chubby," Gavin tertawa lalu meraih tangan Prilly dan menggenggamnya, "Lo belom punya pacarkan?" tanyanya tanpa basa-basi.
Prilly seketika teringat Ali. Tapi cewek itu jadi memperhatikan tangannya yang digenggam oleh Gavin. Kalau boleh jujur, Gavin itu selalu memiliki tempat tersendiri dihatinya sampai sekarang.
"Belum," cewek itu menggeleng kecil.
"Masak?" tanyanya tak percaya. "Ahh, atau lo abis patah hati ya?" tanya Gavin menyelidik sambil menatap manik hazel Prilly, "Kemaren kan lo abis teriak-teriak di lapangan. Abis putus?" tanyanya sambil menunduk menatap wajah cewek itu.
Prilly tertawa, "Kenapa masih posesif sih?" Prilly tertawa lalu menggeleng, "Gak kok gak sakit ati, dan lo datengnya pas banget." katanya lalu meringis lucu menatap Gavin.
"Bagus deh, gue gausah susah-susah saingan sama cowok lo. Iyapun ada saingannya, tenang aja, gue bakalan dengan senang hati perjuangin lo kok," kerlingnya.
"Apasih!" Prilly tertawa kecil. Pipinya tentu saja memanas. Dan sialnya kalimat Gavin masih sukses membuat hatinya menghangat.
"Bagusss!! BAGUSS!!! WOI MASIH ADA GUE DISINI!" teriak Revan tiba-tiba datang dan memisahkan keduanya. "SEKOLAH!!!!" teriaknya kesal menatap keduanya.
Prilly memukul lengan kakaknya itu, "Apasih, gausah pisah-pisahin deh ya!" Prilly menggeser Revan agar bisa dekat dengan Gavin lagi.
"Sialan," umpat Revan sebal, "Lo niat jadi adek ipar gak sih? Kesel gue, sapa abangnya dulu kek apa kek, ini adeknya mulu yang disosor," omel Revan pada Gavin yang sontak tertawa dan mengajak Revan tos ala laki-laki.
"Apa kabar Bang?" tanyanya dengan ramah. "Lama gue ga ketemu, masih aja ya lo galak begini," Gavin tertawa.
"Sialan," Revan tertawa, "Baik gue, lo gimana?" tanyanya.
"Ya, yang kayak lo liat. Gue baik, lebih baik lagi karena bisa ketemu adek lo. Stress gue bang jauh-jauh dari dia, ngangenin sih anaknya," ucapnya sambil melirik Prilly yang seketika melotot dan mencubit pinggangnya sebal.
"Aww, sakit tau," Gavin tertawa lalu merangkul Prilly dengan santainya, "Biar bareng gue aja bang nih anak. Bolehkan?" tanyanya pada Revan.
"Nahhh, kebetulan. Bawa aja bawa, bagus deh ada yang ngangkut," Revan tertawa.
"Ihh nyebelin, lo kira gue barang loakan diangkut-angkut." Prilly menggerutu sebal.
"Dah deh diem. Daripada lo telat," Revan melihat jam tangannya, "Sana berangkat Gav, ntar kerumah ya. Gue masih mau ngobrol sama elo. Nyokap juga pasti kangen noh ketemu anak cowoknya yang ngilang bertahun-tahun," Revan tertawa..
"Siap bang!" Gavin berlagak hormat.
"Busett, lo kayak Boyband Korea sekarang njir, ngapain aja lo diluar negeri? Perawatan?" ledek Revan.
"Enggaklah anjir," Gavin tertawa, "Yang jelas cakepnya juga buat mikat adek lo bang," Gavin memainkan alisnya.
Revan sontak terbahak.
"Sa ae lu bocah," Revan malah mendorong Prilly agar buru-buru pergi dengan Gavin. "Udah sana, buruan. Katanya gamau telat? Daritadi aja udah heboh ini itu, ngatain sial segala. Sekarang ketemu Gavin dah kek bunga disiram air, seger bener," cibirnya.
Gavin tertawa sedangkan Prilly melotot.
"Udah deh diem, shhtt.." ucapnya pada Revan sambil menempelkan telunjuk pada bibirnya.
Gadis itu masih senyum-senyum menatap Gavin yang berjalan mendekatkan motornya pada Prilly. Sialan, Gavin memang benar-benar bertambah tampan. Gilanya memang Prilly hampir tidak mengenalinya.
"Ayo naik," ucapnya sambil melirik jok belakangnya. "Mau pake helm gak? Gue beliin didepan," tanyanya saat Prilly berusaha naik dan dibantu olehnya.
"Gausah ah, deket ini kok. Ga ada polisi didepan," cewek itu meringis kecil. Lalu tanpa canggung memeluk perut Gavin erat, "Gak papakan?" tanyanya sambil menempelkan pipinya pada bahu Gavin..
"Sampe KUA juga gue jabanin Pril," kekehnya lalu mengusap tangan Prilly di perutnya.
Prilly tersenyum kecil. Cewek itu memejamkan matanya sejenak dibahu Gavin.
Dan ketika Gavin melajukan motornya, batinnya tak sengaja berteriak kecil.
"Lo selalu dateng disaat gue bener-bener lagi terpuruk Gav, makasih. Kenapa cuma lo yang bisa begini sama gue? Kenapa cowok yang sekarang gue sayang, malah enggak?"
***
"Prilly mana?" tanya Ali pada Shafa, Jean dan Keira yang barusaja ingin masuk ke lobby sekolah.
"Lah?" Jean mengerut, "Kenapa nanya kita?" tanyanya heran.
"Lo semuakan sahabatnya, dia belom berangkat nih. Dah hampir masuk, tumben banget." katanya sambil menoleh terus kearah gerbang.
Kiano menggeleng-geleng lalu menghampiri Keira dan merangkulnya.
"Dah daritadi tuh begitu, diemin aja. Ntar ketemu anaknyakan tenang sendiri," katanya sambil memainkan rambut Keira.
"Masih di jalan kali Al. Tenang ajasih, emang mau ngapain sama Prilly?" tanya Keira pura-pura tak tahu. Seperti perjanjian semalam, mereka akan pura-pura tidak tahu.
Ali mengusap tengkuknya, "Ah gak papa Kei. Cuma masalah naskah, gue ada yang belom dapet chemistrynya, mau nanya dia doang," bohongnya.
"Ohhh soal naskah? Keira yang buatkan, bisa tuh nanya sama dia," celetuk Shafa.
"Ehh, enggak," Ali menggeleng terlalu cepat. "Maksud gue tuh, gak usah. Maksudnya gue mau nanya bagusnya kita gimana gitu. Gue sama Prilly," kilahnya.
Jujur saja, semalaman cowok itu tidak bisa tidur. Ditambah lagi kakaknya yang barusaja pulang dari luar negeri membuatnya kesulitan tidur karena kakaknya itu terus mengganggunya dan bercerita banyak mengenai dirinya. Tidak tahu saja, Al sudah sangat pusing dengan kisah cintanya.
"Btw kenapa tuh banyak cewek-cewek di luar?" tanya Nathan ikut nimbrung.
"Eh iya, banyak banget yang masih diluar. Kenapa dah?" Shafa ikut mengerut.. "Ada artis mau dateng ya? Pada dandan begitu," cewek itu menggeleng kecil melihat banyak yang sudah sibuk membawa kaca dan bedak.
"Ya gatau, mau mangkal berjamaah kali?" celetuk Jidan sambil melihat-lihat.
"Tapi ini rame sih? Banyak banget yang pada berdiri deket gerbang." Kiano ikut menambahkan.
"Eh eh eh, tau gak hari ini ada murid baru loh, ganteng banget anjir. Selebgram kaya raya anjir," ucap seorang siswi yang baru saja lewat didepan mereka. "Gue dah cantik belom eh? Gaboleh jelek nih, siapa tau dia naksir gue," ucapnya sambil membenarkan rambutnya.
Temannya tertawa, "Mana mau sama elo njir. Kek remahan rengginang sama isi lava cake mahal njir," ucapnya. "Tapi iya sih, ya ampun gue dah follow dia dari lama. Anjir gila mimpi apa gue, bisa sesekolah sama cogan kek dia."
Jean, Shafa dan Keira hanya diam menyimak ketika banyak yang ikut menyahut sepanjang jalan.
"Kenapa bisa sekolah disini ya? Gila sih, serame apa coba ini sekolah nantinya. Fansnya banyak njir." cewek berikat kuda ikut menyahut.
"Gue denger-denger bokapnya yang punya yayasan disini njir."
"Diakan lama di Sidney, kenapa balik ke Indo ya?"
"Emang dulu orang Indo? Jangan sok tau lo!"
"Iya njir, dia salah satu anak pengusaha terkaya di Indo njir, pindah sama bokapnya ke Sidney 7 tahun lalu." terlihat cewek berambut pendek yang sedari tadi paling heboh, ikut menambahkan.
"Kenapa gak ada yang gelar karpet merah ya? Pangeran datengkan harus ada penyambutan haha..."
"Gue mau bawain kalung bunganya deh, hahaha..."
"Semoga aja dia sekelas sama gue ah." mereka semua saling tertawa satu sama lain.
"Enak aja! Sama gue aja!" lalu mereka kembali berjalan menuju gerbang untuk segera pergi menjemput mimpi mereka.
Shafa, Jean dan Keira sedang saling pandang sekarang setelah mendengar celotehan banyak siswi yang lewat barusan.
"Emang iya ada murid baru? Seganteng itu?" tanya Keira pada mereka berdua. "Kok gue gatau??" Keira meringis kecil ketika Kiano langsung mendelik padanya.
Shafa menggeleng kecil. "Sama njir, gue juga gatau. Lo Je? Lo kan biang gosip?"
"Enak aja," Jean menggeleng tak tahu. "Kalau iya, gebet ah," Jean tertawa. "Perfect amat," Jean sampai heran kenapa banyak sekali cewek-cewek yang sudah heboh diberbagai sudut sekolah.
"Hehhh ingett ada cowoknya disini!" Jidan menggerutu kesal.
"Tolong ya, sejak kapan kita pacaran? Males anying," gerutu Jean kesal. "Kebanyakan mimpi lo nyet. Halu aja mulu!!" Jean meraup wajah Jidan kesal.
"Kei gausah genit loh ya!" giliran Kiano yang memperingati Keira yang hanya menoleh dengan kerutannya.
"Ya ampun aku gak genit Kian, tenang aja." Keira memeluk lengan Kiano dan menyandarkan pipinya pada lengan cowoknya itu.
"Yakin nih makin banyak cabe betebaran di sekolah," Jean menoleh ke kanan kiri. "Kayak apasih anak barunya? Sok cakep amat sampe disambut segala " tanya Jean ikutan penasaran.
"Kedepan yok?" ajak Shafa yang sontak dicekal oleh Nathan..
"Mau kemana lo?" tanyanya.
Nathan menggeleng, "Gausah kesana. Sesek ntar rame. Lo bisa kedorong-dorong. Rame begitu," kata Nathan melarang.
"Ishh sebentar aja Nath. Kepo tau," gerutu Shafa..
"Gaboleh. Udah disini aja," Nathan menggeleng kekeh. Cowok itu menggenggam tangan Shafa lalu menarik Shafa kedekatnya. Setelah itu disusul oleh Kian yang sontak mengeratkan tangan Keira dilengannya.
"Apa apaan sih!" Jean melepaskan tangan kedua sahabatnya itu dari para cowoknya. "Udah gausah posesif-posesif amat, orang masih bisa diliat ini!"Jean menggandeng Shafa dan Keira, lalu asal menarik keduanya untuk kedepan.
Kiano mengumpat disusul oleh Nathan
"Tuh cewek nyebelin amat, cewek gue Je! Woii!" teriak Kiano kesal.
"Pinjem!" teriak Jean balik.
"Anjir si Jean, awas aja kalau Shafa sampe kepincut sama tu anak baru. Lagian anak baru siapa sih?" Nathan ikut kesal.
Jidan malah mendorong semua sahabatnya, "Timbang pada ngoceh kesetanan, mendingan ikutan aja," ajak Jidan pada mereka..
"Gue gak ikut deh," Ali menggeleng. Dia hendak berbalik tapi Jidan mendorongnya agar ikut. "Ogah Dan."
"Udah deh, sebentar. Siapa tau Prilly bentar lagi dateng, ayok ah." Jidan memaksa.
Akhirnya setelah dipaksa-paksa dan Kiano juga Nathan ikut serta, Ali akhirnya ikut dengan malas-malasan.
"Acara apaan sih nih! Kayak jumpa fans aja," Jidan menggerutu. Sampai akhirnya setelah sekian lama menunggu, mereka semua langsung terheran dan juga kaget ketika melihat ada sebuah motor hitam besar yang memasuki sekolah.
Para cewek memang sudah heboh daritadi, sekarang semakin heboh ketika melihat cowok yang sedari tadi mereka tunggu.
Tapi kehebohan itu ditambah dengan keberadaan seorang cewek yang duduk dibelakang jok motornya sambil memeluknya erat.
Bahkan Ali yang tadinya malas-malasan langsung menegakkan punggungnya. Jangan ditanya bagaimana reaksi Kiano, Nathan dan Jidan yang sudah melotot dan saling senggol.
"Anjir-anjir!!!" Jidan jelas sudah heboh setengah mati.
"Al sabar Al," Kiano menepuk bahu Ali ketika melihat wajah cowok itu memerah dengan kesal. "Lo gausah emosi, bisa aja gak sengaja bonceng," ucapnya ngawur.
Nathan menoyor Kiano, "Salah kali tuh bukan tuh cowok yang dimaksud nih cewek-cewek." kata Nathan tak yakin.
Karena dia bisa melihat ketika cowok itu memarkirkannya motornya, semua cewek-cewek mulai mendekatinya walaupun dengan sungkan karena melihat cewek diboncengannya.
Jidan malah melongo sendiri, "Gila sih, Prilly tuh yang diboncengin kan?" tanyanya sambil menoleh prihatin pada Ali. "Yahh, kasihan sahabat gue," gumamnya kecil.
"Al?" panggil Kiano. "Kenapa lo diem aja?" tanyanya. "Lo kenal?" tanya Kiano.
Ali yang tadinya sudah mengepalkan tangannya langsung menoleh.
Cowok itu memandang datar pada Prilly dan Gavin yang baru saja turun dari motor.
Bagaimana Gavin yang menggandeng Prilly, dan Prilly yang tidak sungkan berbisik pada Gavin jelas mengusik dirinya.
"Kenapa sih Al? Lo beneran kenal?" tanya Nathan heran. Kenapa cowok ini tidak asal maju atau apa, tapi malah diam. Justru menatap kaku pada keduanya.
Tanpa disangka Ali justru mengangguk. Cowok itu menoleh pada ketiga sahabatnya.
"Dia Gavin, Gavin Altair." kata Ali sambil menoleh pada ketiga sahabatnya yang melongo dan membelalak kaget.
"Gavin Altair?" Kiano melongo seketika. "Loh? Kok? Anjir, dia--" Kiano sampai ikut was-was sendiri..
Nathan justru terdiam kaku. Menatap Gavin yang mencoba menarik Prilly pergi dari kerumunan itu.
Jidan terdiam lemas, "Perang sodara nih." gumamnya yang mengakhiri semuanya. "Gavin Altair, Galin Alterio, lo berdua??" tanyanya menggantung sambil menatap Ali dengan prihatin.
Ali menghela nafasnya dalam. Bahkan menekan emosinya kuat-kuat. Cowok itu menunduk sekilas lalu mendongak dan mengangguk pada teman-temannya yang pasti berpikir sama dengan apa yang dia pikirkan.
"Iya, dia abang gue. Dia sodara kembar gue."
***
Duarr!!!
Hahaha, ga ada yang tau ya? Ga sadar cuma gara gara aku gapernah panggil Ali itu Galin apa gimana? Oppsss semoga kalian gak pada ngegas lagi ya. Wkwkwk seneng aku tu wk.
Gimana sama part ini?
Menguras emosi?
100 komen, lanjut wkwk.
Ini pol polan nulisnya loh. Kalau gak ngefeel sorry :(
Semoga suka ya.
Meet Gavin.
Anyyonggg semua :)))
Kembarnya gak identik yaa dijelasin di part berikutnya :)