Lagi dan lagi... Kau lukai harga diri ini...
*
'aku sudah punya pacar'
Kata-kata itu membakar diri Daniel, dia terus uring-uringan sepanjang hari yang membuat Nyonya Helena heran.
"Kamu kenapa Niel?" Tanya Nyonya Helena.
Daniel menggeleng, "Ga apa-apa kok Ma, cuma masalah kerjaan aja".
Perhatiannya terpecah saat melihat Rose dan Lisa turun dari tangga, gadis itu terlihat seperti malaikat memakai dress berwarna putih tulang.
"Eeh... Cantik-cantik mau kemana?" Tanya Tuan Collins.
Rose tersenyum berlari memeluk Ayahnya, "Kan Rose udah bilang ada temen ulang tahun".
Nyonya Helena tersenyum melihat keakraban Rose dengan Suaminya, tapi senyumnya hilang ketika melihat tatapan Daniel pada Lisa.
"Lisa... Bisa ikut saya!" Nyonya Helena tersenyum.
Lisa menelan ludahnya, apa lagi sekarang?.
"Ma... Aku uda telat sama Lisa, besok aja yah!" Rengekan Rose menyelamatkan Lisa saat Nyonya Helena mengangguk.
"Berangkat sama siapa?" Tanya Daniel, dia berharap bisa mengantar dua gadis cantik didepannya.
"Teman... Pacar Lisa yang jemput!" Jawab Rose cepat, dia sengaja berbohong agar bisa diantar jemput oleh William.
"Pacar?" Tanya Tuan Collins dengan nada tidak suka.
Daniel setuju dengan nada suara Ayahnya, 'pacar' untuk anak SMA itu tidak boleh.
"Bukan pacar Tuan, kami masih berteman dekat sampai lulus nanti" jawab Lisa.
Tuan Collins tertawa ringan, "Oh sekarang bahasa pacar diperhalus menjadi teman dekat, Rose ingat kau baru boleh pacaran setelah lulus SMA!".
Rose cemberut, dia ingin sekali menjadi Lisa tanpa orang tua yang mengatur bagaimana kehidupannya.
Tiiin
Suara klakson mobil mengembangkan senyum Rose, "Yuk Lisa!" Dia menarik tangan Lisa setelah pamit pada Ayah dan Ibunya.
Sementara Daniel masih masam, dia melempar majalah yang dia baca kemudian berlari menaiki tangga.
Dari jendela kamarnya dia bisa melihat William dan Lisa melempar senyum satu sama lain.
Nyonya Helena mengintip dari balik pintu kamar Daniel.
Sarapan pagi seperti biasa, hanya saja kali ini Ayah terlihat pendiam, seperti sedang marah pada Ibu.
Rose menuruni tangga sambil bersenandung indah yang menandakan hatinya senang.
Daniel memakan sandwich buatan ibunya.
Tuan Collins berdeham saat Nyonya Helena menyikut lengannya.
Rose dan Daniel menatap Ayahnya.
"Papa punya informasi untuk kalian".
Rose tersenyum, "Relaks Papa, kenapa tegang begitu?".
"Kalian kenal Tuan Alfredo, rekan bisnis kita di Italia".
Rose menatap Daniel tidak mengerti, "Tuan Alfredo pemilik Auto L Company?" Tanya Daniel.
Nyonya Helena tersenyum, "Kau mengenalnya Niel?".
Daniel mengangguk, "Beberapa kali dia jadi rekan bisnis kita".
"Bagus, kau kenal putrinya?" Nyonya Helena bersemangat.
Daniel seperti tahu kemana arah pembicaraan ini, "Apa kalian akan menjodohkan aku?".
Tuan Collins menatap tidak suka pada istrinya, dia selalu menginginkan kebebasan untuk anak-anaknya.
"Ya... Karin adalah wanita yang baik dan berpendidikan tinggi, dia juga seorang dokter" jawab Nyonya Helena.
Rose tersedak hingga buru-buru meminun air yang di sodorkan Ayahnya.
"Mama... masa iya kakak di jodohin!" Protes Rose.
"Diam Rose, suatu hari nanti mama juga akan menjodohkan kamu dengan laki-laki yang pantas!" Bentak Nyonya Helena yang membuat seisi meja makan diam.
"Aku harus ke kantor!" Tuan Collins beranjak pergi dari meja makan, diikuti oleh Rose yang marah pada Ibunya.
Daniel menyilangkan tangan di depan dada, "Kenapa?".
Nyonya Helena menelan ludah melihat sikap anaknya yang mengintimidasi, Daniel seperti Collins waktu muda bedanya anaknya ini terlalu dingin dan senang mengintimidasi sehingga menyeramkan.
"Ibu hanya ingin kau menikah dengan wanita yang tepat".
Daniel tertawa kecil, "Ayolah Ma, aku bisa mencari calon istriku sendiri!".
Nyonya Helena mendesah, mungkin dia hanya terlalu takut Daniel memiliki rasa pada Lisa.
"Baiklah, ibu percaya padamu!".
Disekolah Rose terlihat murung, Lisa yang mengamati sahabatnya itu hanya bisa mendesah resah.
"Cerita dong, ada apa?".
"Mama... dia mau jodohin kakak!".
Lisa tercekat, di jodohin? Daniel? Orang arogan itu di jodohin?.
"Mama juga bilang suatu saat aku juga pasti akan di jodohkan, sebel!" Rose mengebrak mejanya.
Lisa mengelus punggung Rose, "Mungkin Nyonya Helena cemas saja Kak Niel ga nikah-nikah!".
Rose menoleh kearah Lisa, "Kakak suka kamu, apa kamu ga mau nikah sama kakak?".
Lisa tertawa kecil, "Ngga mungkin kakak kamu suka aku, dia cuma bercanda aja!".
Rose ikut tertawa, "Iya juga, selera kakak tinggi banget".
Lisa terdiam sambil tersenyum, dia tidak ingin bermimpi terlalu tinggi, Lisa harus bisa menahan rasa ini walau terkadang Daniel membuatnya sesak.
Dirumah keluarga Collins, Lisa mengucap salam pada Nyonya Helena sebelum naik ke kamar Rose.
"Bulan depan sudah ujian nasional, sejauh ini aku puas dengan hasil kerja mu".
"Terimakasih Nyonya".
Lisa naik ke lantai dua menuju kamar Rose, tapi bukannya Rose yang berada di dalam.
Daniel duduk diatas tempat tidur menunggunya.
"Rose?" Panggil Lisa.
Daniel menarik tangan Lisa agar masuk ke dalam kamar, menutup pintu.
"You make me crazy!" Bisik Daniel.
Seharian tadi Daniel mencari tahu apa benar Lisa mempunyai seorang pacar, hasilnya nihil tidak ada satu teman sekolah dan teman kerja yang pernah melihat pacar Lisa.
Itu tandanya Lisa sengaja berbohong.
Lisa menelan ludahnya, dia seperti menghadapi seekor singa yang marah.
"Kak Niel, jangan..." Tolak Lisa sambil mendorong tubuh Daniel yang memeluknya.
"Kenapa?, Apa karena pacar?, I dont care".
Lisa menahan nafasnya, jantungnya berdegup kencang, darahnya berdesir deras. Ini bukan mimpi... Ini kenyataan...
Bibir Daniel menyentuh bibir mungil Lisa, melumat lembut seolah melepaskan apa yang selama ini di tahannya.
Brakkk
Pintu terbuka lebar, Nyonya Helena menatap nanar ke arah dua orang di depannya, tangannya yang memegang baki berisi sandwich dan susu coklat bergetar.
"Kalian?!".
Rose keluar dari kamar Daniel, dia menutup mulut saat melihat Ibunya meletakkan baki dengan kasar di mejanya kemudian menarik Lisa keluar dari kamarnya.
"Mama!" Teriak Daniel mengikuti Nyonya Helena yang menyeret Lisa.
Hingga langkahnya terhenti didepan ruang kerja Ayahnya yang tertutup rapat.
"Sial!" Daniel memukul pintu ruang kerja yang kokoh itu.
"Kak Niel, apa yang kakak lakukan pada Lisa?, Kenapa Mama semarah itu pada Lisa?!" Teriak Rose meminta penjelasan.
Daniel seperti orang gila yang mondar-mandir menunggu pintu terbuka.
Didalam ruang kerja Nyonya Helena melepas kasar tangan Lisa hingga gadis itu terjatuh.
Lisa masih terkejut dengan semuanya, ciuman Daniel dan kemarahan Nyonya Helena adalah paket yang lengkap untuk menghancurkan apa yang selama ini dia pertahankan.
Pekerjaannya, yang membuatnya bisa bersekolah dan tinggal sebulan yah sebulan sebelum dirinya lulus.
"Nyonya..."
Plaaakkk
Kedua kalinya orang itu membuat pipinya di tampar, tapi tamparan kali ini adalah tamparan kekecewaan seorang Ibu.
"Aku mempercayai mu Lisa!" ucap Nyonya Helena.
Dada Lisa sesak, seolah dia adalah pengkhianat padahal selama ini dia selalu menjaga kepercayaan .
"Saya..."
"Diam Lisa, kau membuatku kecewa!".
Lisa terduduk memegang dadanya dia menangis, "Saya tidak tahu Kak Niel akan berbuat seperti itu".
Nyonya Helena berbalik menatapnya, mata itu seperti menyambarnya "Kau menuduh putraku mendekatimu?".
Lisa terisak, apapun yang dia katakan akan percuma. Di depannya adalah seorang wanita, tidak dia seorang Ibu yang terluka karena ulahnya.
Dia juga bersalah membiarkan Daniel menciumnya.
"Aku menggangap diri mu sebagai putri ku, tapi aku lupa kalau kau juga orang miskin yang bisa lupa diri!".
Lisa menatap Nyonya Helena, lagi-lagi harga dirinya hancur.
Nyonya Helena memberikan amplop pada Lisa, "Aku sudah
memutuskan Rose akan belajar dengan guru privat lain, ini gaji terakhirmu!".
Lisa menatap amplop putih ditangan Nyonya Helena, "Oh, apa ini kurang? Kau ingin aku membayar biaya untuk menjauhi Daniel seperti di drama-drama?".
Lisa mengusap air matanya, dia berdiri mengambil amplop berisi gaji terakhirnya. "Tidak perlu Nyonya, saya disini untuk bekerja maka saya akan pergi setelah pekerjaan saya selesai".
"Bagus!" Sahut Nyonya Helena angkuh.
Daniel duduk di kursi menghadap pintu yang masih tertutup, Rose sama cemasnya dengan dirinya.
Seharusnya dia bisa menahan diri, seharusnya dia yang berada di ruangan itu menerima semua kemarahan ibunya.
Ckrek
Pintu terbuka, Nyonya Helena menatap marah kearah dua anaknya "Kalian akan menerima hukuman atas apa yang kalian lakukan!".
Daniel masuk kedalam ruang kerja diikuti Rose, tapi mereka tidak menemukan Lisa didalam ruangan.
Gadis itu keluar melalui jendela ruangan yang cukup besar setinggi dua meter.
Jendela itu terbuka dengan angin malam yang dingin masuk kedalam ruangan.
"Shit!".
Daniel berlari keluar rumah berusaha menyusul Lisa, tapi dia tidak menemukan gadis itu dimana pun.
Rose berjalan keluar rumah, "Aku akan kerumah sewa Lisa".
Daniel menggandeng lengan adiknya, "Aku antar!".
Mereka pergi menaiki mobil Daniel.
---------------
Di sudut taman yang tidak jauh dari rumah keluarga Collins, Lisa duduk diatas ayunan.
Kata-kata Nyonya Helena dan puzzle kejadian terus berulang di kepalanya.
Pipinya berkedut nyeri, dua kali dia ditampar... Dua kali dia dihina dan dua kali harga dirinya di injak-injak.
Lisa meneteskan air mata, berapa kali dia harus menangis?.
Berapa?.
Apa kehidupannya akan terus kejam seperti ini?.
Lisa membenci kehidupan seperti ini, dimana dia harus di injak-injak, ditampar dan dihina tanpa bisa melawan.
"Lisa!" Tegur Miss Louis.