抖阴社区

About YOU

By sindiaasari

3.8K 1.7K 1.8K

Pertemuan yang terjadi antara aku dan kamu, ku anggap bukan sekadar kebetulan. Aku tak menyesalinya, sungguh... More

Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 40
Chapter 41
Chapter 42
Chapter 43
Chapter 44
Chapter 45
Extra Chapter

Chapter 39

24 8 3
By sindiaasari

Sudah hampir satu tahun dari kejadian itu tapi selama itu juga Farel tak juga menghubunginya. Cowok itu benar-benar hilang seakan memang benar-benar pindah dan tak akan kembali.

Seminggu-dua minggu pertama Ara masih dilanda gusar. Masih berharap bahwa Farel akan datang atau paling tidak mengiriminya pesan. Rasa hatinya masih tidak tenang walau sebenarnya masih ada kekecewaan yang terselip. Tetapi walaupun kecewa, Ara tetap tak bisa mengelak bila dirinya menginginkan cowok itu. Rasa kehilangan begitu tercetak bahkan sampai hampir bisa menutupi rasa kecewanya. Ara baru sadar ternyata pengaruh Farel begitu besar pada dirinya.

Ara sudah saking seringnya berusaha menghubungi nomor Farel, tetapi tetap hanya suara operator yang membalas. Sampai-sampai Ara lelah sendiri. Ingin sekali rasanya menelepon ibunda Farel, tetapi yang disayangkan Ara tidak memiliki nomor kontak beliau.

Huh, saking tidak bisa melupakan cowok itu Ara bahkan sering mengunjungi tempat-tempat yang dulunya kerap mereka kunjungi. Seperti halnya kedai jus, taman di dekat komplek Ara bahkan gor bulu tangkis yang menjadi tempat terakhir mereka kunjungi.

Ara sering kesana, dari ketujuh hari dalam satu minggu pasti satu hari ia sisihkan untuk kesana. Tetapi dirinya hanya berkunjung, alias tidak melakukan apa-apa ketika sampai. Ara hanya diam dan kadang kala menangis ketika mengingat setiap kebersamaannya dengan laki-laki yang membawa pergi sebagian hatinya.

Kali ini Ara tengah duduk diam di kedai jus. Memesan jus mangga dan alpukat masing-masing satu. Ia duduk di bagian depan dekat jendela kaca. Menandangi setiap pelanggan yang masuk atau hanya sekedar berseliweran di jalanan sana. Ara meneliti satu per satu kalau-kalau saja ada Farel di sana. Ah, Ara masih berandai-andai jika Farel kembali dan menemuinya di kedai ini.

Setiap datang ke kedai ini Ara membutuhkan waktu sekitar setengah jam agar dirinya lega. Bahkan kadang kala bisa lebih. Ia baru mau beranjak pergi ketika sudah lelah menunggu. Ketika pulang pun dirinya sudah pasti membawa jus alpukat yang masih utuh karena si penyuka alpukat tidak pernah datang.

Alhamdulillahnya, akhir-akhir ini Ara sudah tidak terlalu tenggelam pada rasa kecewanya. Ia sudah mulai menerima bila cowok itu memang benar-benar sudah tidak ada disini.

Sepuluh bulan, sudah cukup membuat Ara terbebas dari kecambuk mengenai Farel. Perlahan ia sudah menerima bahwa garis Tuhan tidak bisa dilaluinya. Semua ini takdir. Kedatangan Farel kala itu mungkin sudah cukup untuk memberikan kebahagiaan pada Ara. Walaupun sebentar dan belum merasakan bukti nyata dari perasaan cowok itu, tetapi Ara mencoba paham. Mencoba ikhlas.

Hari-harinya Ara lewati dengan kehidupan baru tanpa adanya cowok itu. Melakukan rutinitas biasa ketika di rumah. Sendirian, kadang kala ia ikut membantu bisnis Revan di cafenya. Dirinya juga jarang keluar rumah karena kesibukan Febby dan Clarissa yang sudah memasuki dunia perkuliahan.

Tahun ini Ara memang belum menjadi seorang mahasiswa. Jika kalian semua berpikir itu semua karena patah hati menelan kekecewaan pada Farel, dengan lantang Ara menjawab tidak! Ara tak sebodoh itu untuk mengorbankan masa depannya hanya demi sosok laki-laki yang entah besoknya milik siapa.

Tahun ini, Ara sudah berusaha mencoba berbagai jalur untuk bisa masuk PTN. Tetapi mungkin bukan rejeki Ara untuk kuliah tahun ini. Mungkin tahun depan? Ara tak patah semangat.

"Tumben nggak ke cafe sayang?"

Ara yang tadinya fokus pada lamunan tersentak kaget. Berusaha mengingat pertanyaan bundanya tadi agar tidak bertanya ulang. "Engg.... enggak bun, libur."

"Oh gitu."

Ara mengangguk-angguk. Karena bosan dan serasa tak ada yang bundanya bicarakan lagi, Ara mengambil ponsel yang berada di meja depannya.

Tidak ada notif. Ah sepi sekali. Iseng-iseng dirinya membuka aplikasi berbentuk kamera berwarna ungu yang jarang sekali ia buka. Tak seperti Clarissa yng dikit-dikit membukanya hingga sekarang sahabatnya itu kebanjiran endorse. Ah selebgram abal-abal.

Drrt-drrt-drrt.

Clarissa is calling!

"Astagfirullah, baru aja gue ngomongin dia."

Bunda yang berada di sebelahnya menoleh ketika putrinya berbicara sendiri.

Tak lama, Ara menggeser tombol bergambar telepon itu ke samping. "Halo--"

"......"

"Apasih? Pagi-pagi ribut aja lo. Kuliah woi kuliah, malah--" ucapan Ara terhenti ketika mendengar penuturan Clarissa di seberang sana.

"Lo-lo nggak lagi ngibulin gue kan? Cla gue nggak suka ya kalo lo--"

"Oke!"

Pas sekali dirinya sedang membuka aplikasi yang tadi dibicarakan oleh Clarissa di telepon. Ara beralih ke tombol pencarian. Mengetik satu persatu huruf yang ternyata membentuk satu nama. Jari-jari Ara bergetar ketika benar-benar menemukan akun instagram milik seseorang yang Clarussa bicarakan.

Merasa tak kuasa berada di sana, Ara buru-buru berlari ke kamarnya di lantai dua. Tingkah grusak-grusuk Ara tadi membuat bundanya mengernyit bingung. Tapi tak dipusingkan karena putrinya itu memang suka tiba-tiba.

Sampai di kamar, Ara mengunci pintu. Bersandar di sana sebentar sembari mengatur napasnya yang tersenggal. Tangan yang tidak membawa ponsel ia gunakan untuk memegang dada kiri yang berdetak tak karuan.

Santai, Ra. Santai.

Mata Ara melirik kembali ke arah ponsel. Akun itu benar-benar ada. Kemudian ia berjalan pelan ke tempat tidur. Duduk disana dan mulai menjelajahi sebuah akun yang tertampil di layar ponselnya.

"Postingan terakhir 17 Desember? Jadi..."

Ara menggigit bibir bawahnya. Desember? Ara melirik ke kalender yang berada di meja belajarnya dulu. Februari. Desember dan Februari, artinya sekitar dua bulan lalu. Farel, cowok itu bisa bermain sosial media dua bulan lalu?

Hati Ara mencelos. Kali ini ia kembali menelan pil kecewa. Cowok itu benar-benar sudah tak peduli dengannya.

Air mata yang akhir-akhir ini tak pernah meluncur kini terjun juga. Hanya satu tetes disetiap kelopak matanya. Tak ingin larut, Ara langsung menyekanya.

***

Aradella Farista
Kalian ada waktu?

Febbyola Calista
Calon dokter sibuk.

Clarissa Aurella
Ayo nanti ketemu.

Aradella Farista
  Nanti malem ya.
Kalo lo sibuk nggak
papa kok, Feb.

Clarissa Aurella
Oke, gue masuk dulu.
Ada kelas.

Febbyola Calista
Eh-eh bentar, kenapa sih?

Aradella Farista
Farel.

***

Tepat ketika pesan dari grup chat itu dibaca oleh Febby, langsung saja cewek bongsor calon dokter itu menelepon sahabatnya.

Ia takut kejadian yang dulu membuat Ara down terulang kembali.

Ara yang baru saja akan mengetik balasan dari Clarissa di chat pribadi dikejutkan oleh sebuah panggilan dari Febby. Tak berpikir panjang, Ara mengangkatnya.

Belum selesai Ara mengucapkan sapaan seperti halnya orang ketika mengangkat telepon, sudah dulu suara di seberang sana berbicara panjang.

Ara menyimak, mendengar segala rentetan kalimat Febby yang panjang bak didongengkan.

"Feb, gue nggak papa."

Helaan napas tak percaya dari seberang membuat Ara tersenyum kecil. Heboh sekali Febby itu. Katanya sibuk?

"Enggak, udah nggak gitu lagi kok gue. Gue kan strong, hehe."

"......"

"Katanya sibuk."

"....."

"Yaudah see u."

Selesainya panggilan itu Ara kembali menghela napas karena sedari tadi dadanya sesak. Pikirannya sudah melayang entah kemana. Berkelana entah mencari apa.

Malamnya Ara datang ke sebuah cafe yang menjadi tempat janjian mereka akan bertemu. Sengaja dirinya berangkat lebih awal karena rasanya ia seperti dikejar gusar. Entah, sedari siang tadi dadanya terus bergemuruh.

Ara sudah duduk rapi di sebuah meja dengan sofa empuk di bagian dalam. Sengaja memilih tempat terdalam dan beruangan sekat karena mungkin nanti dirinya tak bisa mengontrol apa yang dibicarakan. Mengantisipasi kalau-kalau malah mengganggu para manusia yang juga berada disana.

Satu gelas jus mangga sudah bertengger di depan tangannya yang terlipat. Masih saja dan mungkin akan terus minuman itu ketika dirinya memesan minum. Sudah lima belas menit ia menunggu dan tersisa lima belas menit lagi dari waktu yang mereka janjikan. Ah tidak peduli bila nanti teman-teman karetnya itu molor waktu. Biarlah, kali ini Ara yang butuh. Jadi biarlah sesuka mereka akan datang kapan dan dirinya harus menunggu.

Tak selang lama dari lima belas menit pertama, Febby sudah terlihat batang hidungnya. Berjalan tergesa ke arah Ara yang tengah melamun lalu langsung memeluk.

"Ra?"

Sebenarnya Ara kaget, tetapi tak terlalu. "Lo kenapa? Lepas ah."

Cewek bongsor itu melepaskan. Menyorot pada Ara seolah menanyakan apa kabar hatinya.

"Gue nggak papa."

"Ra, cukup. Apa lo mau sakit lagi? Lo belum capek?"

Ara menggigit bibir bawahnya tanda dirinya juga ragu. Ia mendudukkan diri lagi yang langsung disususl Febby disebelahnya.

"Gue mau kesana."

"Ra..."

"Gue--gue belum bisa, Feb. Atau mungkin gue nggak bisa. Gue nggak bisa bohongin diri gue sendiri. Gue emang kecewa, tapi gue nggak bisa lupain dia gitu aja. Apalagi dia pergi setelah itu. Seenggaknya kalo kalimat dia nggak berarti lagi, dia bisa jelasin kenapa pergi."

Febby memandang nanar pada sahabatnya itu. Ah ternyata perasaan Ara tak sekecil itu untuk bisa dienyahkan. Padahal sudah hampir satu tahun cewek itu menanggung rasa sakit. Tetapi nyatanya? Perasaan itu masih besar. Febby mampu melihatnya di kedua bola mata Ara yang menginginkan.

Tidak ada air mata kali ini.

Yang ada ialah sebuah sorot rindu yang ingin segera bertemu.

"Lo bisa temenin gue kesana?"

# # #

Hai, apa kabar?
Lama enggak nanyain kabar kalian, semoga selalu baik ya

Aamiin

Eh sekarang udah bulan Desember aja ya, cepet. Padahal target aku cerita ini bakal selesai di bulan ini. Tapi enggak tau bisa apa enggak. Kemungkinan masih ada sekitar 8 chapter lagi :)

Enggak tau bakalan keburu apa enggak. Tapi aku usahain ya

Semoga suka❤

Continue Reading

You'll Also Like

116 9 11
Vanya Vania Clarissa seorang gadis remaja yang menemukan kebahagiaan setelah air mata kesedihannya.Mungkin ini yang dinamakan INDAH PADA WAKTUNYA馃挅馃挅...
3.5K 395 26
Dalam kesendirian, hadirnya memberikan banyak perubahan meski hanya dalam zona pertemanan. Copyright 漏 Juni 2020, Ainikta
1.6K 15 11
Cerita tentang aku, keluarga, teman, sahabat, sekolah, guru, dan cerita tentang 'dia' orang yang membuatku ingin bersamanya setiap saat.
1.7K 268 31
Cerita ke-satu Hanya permulaan