Disc. Tokoh beserta semua yang ada di dalam cerita ini adalah kepunyaan JK Rowling. Semua kecuali cerita ini, karena cerita ini murni kepunyaan saya. Sekian, terima cinta Regulus Black :)
.
.
Empty Space
KekepUC © present
.
.
Cast : all of main Harry Potter. If u guys found some characters that u don't know, it's out characters—singkatnya, buatan saya.
Genre : drama/family
Warning (s) : typo(s), FemHarry! MaleGinny! for gender-switch, alur sesat, OOC, AU, drama-sinetron, humor-garing, modified-canon (entahlah, aku asal modif aja hehe), and if u don't like, just click the exit button and don't read anything—ofc, setelah kalian membaca peringatan ini, hwhw.
.
.
"Cerita ini terinspirasi dari lagu Empty Space-nya James Arthur, dan beberapa fanfiksi Harry Potter yang lainnya. Ia juga merupakan salah satu sequel dari karya saya yang sebelumnya, Rewrite the Stars.
Sangat dianjurkan bagi para pembaca untuk membacanya terlebih dahulu."
.
.
Chapter 9 — AIR MATA DAN FIREWHISKEY
Enjoy!
I've been drinking
I've been doin' things I shouldn't do
.
.
Malfoy Manor, Wiltshire, Inggris Britani Raya.
Awal Musim Dingin, Akhir Desember 2018
Natal tahun ini adalah hal terbaik, setidaknya itulah menurut Scorpius Malfoy.
Karena selain bisa menghabiskan waktu bersama keluarga besarnya, siapa yang menyangka ternyata kedua sahabatnya juga diperbolehkan untuk menginap selama dua malam di manornya.
Tentunya atas izin Ayahnya langsung. Dan hal itu membuat Scorpius sangat senang.
Bermain seharian dengan sahabatnya kemarin benar-benar langsung menghabiskan semua energinya. Tepat saat Albie dan Zidane datang pada jam sebelas siang. Mereka membaca buku di perpustakaan besarnya, mengerjakan semua PR sampai tuntas, dan mencoba berlatih terbang dengan sapu firebolt pemberian ayahnya saat ulangtahun ke-8 nya dulu.
Mula-mulanya Zidane Louis Zabini dengan tabah mengajari kedua sahabatnya untuk bermain lempar tangkap bola dengan menaiki sapu. Namun, mengingat Scorpius dan Albie sama-sama tidak mahir dalam menggunakan sapu, tidak heran kenapa mereka malah berakhir dengan bencana untuk keduanya.
Well, setidaknya mereka berdua bisa segera diobati oleh Astoria, ibunda tercintanya Scorpius.
Kembali lagi ke waktu kini.
Jam baru menunjukkan pukul delapan pagi dan Scorpius tahu bahwa ia terlambat untuk sarapan bersama keluarganya. Draco dan Astoria selalu menerapkan sikap on-time dalam situasi apapun kepadanya sejak ia kecil.
Karena itulah bocah pirang tampan itu segera mandi kilat, disamping fakta bahwa kedua sahabat nya kini masih terbuai di alam mimpinya.
"Albie! Zidane! Bangun, hey!"
"Woi Al! 'Dan!"
"Albus Potter―"
Secara tiba-tiba, gundukan selimut di kasur besarnya bangkit dan menampakkan sosok bocah 12 tahun dengan rambut hitam acak-acakan. "―It's Weasley okay?!" pekik Albie yang Scorpius maksud.
Bocah bersurai hitam acak-acakan yang jelas merupakan kopian dari Ibunya itu terduduk di kasur besar sahabatnya dengan wajah kusutnya.
Scorpius yang baru saja selesai mandi dan hanya mengenakan selembar handuk yang menutupi asset nya berjengit kaget, tidak menyangka bahwa dengan sekali seruan yang menyerukan surname ibunya akan langsung membuat sahabat Potter-nya itu terbangun.
Bocah pirang duabelas tahun itu terkekeh. "Walaupun ayahmu Weasley, kenyataannya namamu tetap saja just Potter, 'kan? No Weasley..."
Albus Severus Potter mendesah keras. Bocah laki-laki bermanik emerald itu segera menurunkan kakinya dari kasur dan berjalan mengambil peralatan mandinya dari dalam tasnya.
"...tapi mengherankan juga sih. Ibumu Potter, ayahmu Weasley. Kenapa hanya adikmu yang punya marga Potter-Weasley? Kau dan kakakmu..."
"Itu karena adikku perempuan. Sedangkan aku dan kakakku laki-laki. Dan Ibuku membutuhkan penerus untuk nama Potter nya, ayahku bilang tidak apa-apa karena Weasley sendiri sudah memiliki banyak penerus," potong Albus memutar bola matanya saat melihat Scorpius malah meringis.
"Apa-apaan ekspresi itu Scorp?"
Scorpius masih meringis. "Hanya membayangkan betapa banyaknya anggota keluarga besarmu, kau tahu? Ramai," jawabnya seraya bergidik. "Kurasa aku cukup bersama Matthew dan John saja," ucapnya pun mengangguk-angguk setuju dengan pemikirannya.
Albus hanya memandangnya dengan pandangan 'yeah-apa-aku-peduli' terbaiknya.
Scorpius nyengir. "Oh sudahlah, sebaiknya kau segera mandi. Keluargaku tidak suka keterlambatan. Aku akan membangunkan Zidane."
Albus mengangguk-angguk mencoba menghilangkan kantuknya dan segera berjalan menuju kamar mandi yang berada di pojok ruangan kamar Scorpius yang super-duper lebar.
Scorpius sendiri segera mengambil pakaian dalam, kemeja putih, dan celana silver-nya, dan langsung mengenakannya secara kilat. Ia baru saja akan menyisir dan menata helaian pirangnya dengan pomade andalannya ketika Albus keluar dari kamar mandi, sudah lengkap dengan kaus putih dalamannya dan celana pensil hitamnya.
"Katamu kau akan membangunkan Zidane," ucap Albus menyeringai kecil.
Scorpius menggeleng tidak peduli. "Kutarik kata-kataku. Aku malas."
Albus hanya memutar matanya dan segera menggumamkan mantra pengering pada rambutnya. Bocah puber duabelas tahun itu pun segera menghampiri sahabat Zabini-nya yang masih tertidur pulas.
"Heh Zabini! Mau sampai kapan kau tiduran disitu?" tanya Albus seraya menepuk-nepuk betis Zidane. "Bangun woi, bangun!"
Zidane menggerang. "Lima menit lagi Mum," rengeknya kembali menenggelamkan kepalanya ke bantalnya.
Zidane kembali menggerang pelan saat merasakan lemparan botol dan handuk mandinya yang mengenai wajahnya. "Itu sakit Potter!" serunya jengkel.
"Aku bukan ibumu, bodoh!" ucap Albus, si pelempar peralatan mandinya Zidane, tak kalah jengkel. "Lima menit lagi kami akan meninggalkanmu sarapan kalau kau tak segera bergegas!"
Zidane kembali meresponnya dengan erangan. Ia pun bangkit dari tidurnya dan segera berjalan sempoyongan ke kamar mandi.
"Awas ada pintu!" seru Scorpius terkekeh sekilas saat mendengar suara gedebuk sedang dan gerutuan dari kamar mandinya.
"Berisik!" balas Zidane dari dalam kamar mandi. Scorpius hanya tertawa.
Masih sambil mengenakan pomade-nya, Scorpius melirik Albus lewat ekor matanya. "Kau tahu kau berbakat menjadi seorang ibu, 'kan, Albus?" ledeknya.
Albus hanya mencibir.
Scorpius kembali terkekeh. "Omong-omong kau bawa jubahmu, 'kan?"
Albus mengangguk mendesah. "Untungnya aku bawa," jawabnya segera memakai kemeja abu-abunya. "Aku selalu heran kenapa para bangsawan selalu saja tetap memakai pakaian formal seperti ini sekalipun saat sedang musim panas."
"Percayalah, aku saja yang bangsawan pun juga masih bertanya-tanya," tandas Scorpius seraya meng-accio jubah hitam dengan lambang Slytherin kebanggaannya.
Albus mendengus, lalu melakukan hal yang sama.
Setelah itu, mereka berdua pun berteriak pada Zidane yang masih belum keluar dari kamar mandi, dan keduanya segera bergegas keluar dari kamar Scorpius. Turun ke ruang makan yang berada tepat di samping ruang tengah dan dapur. Meninggalkan Zidane yang tampaknya masih membutuhkan banyak waktu untuk mendandani dirinya.
Sepanjang perjalanan mereka, Scorpius terus menceritakan bagaimana ekspresi tidak terkesan milik Ayah dan Ibunya kalau Scorpius terlambat datang saat jam makan atau jam-jam penting lainnya.
Tentunya, cerita itu langsung ditanggapi ringisan ngeri oleh Albus.
Scorpius menghela nafas. "Ayo cepat, kuharap Father dan Mother belum memulai sarapan mereka," ajaknya seraya mempercepat langkahnya menuju ruang makan.
"Kurasa mereka belum bangun, Scorp."
"Hah?" Scorpius segera berbalik melihat sahabatnya berhenti tepat di pintu yang menghubungkan antara ruang makan dan ruang tengah. "Apa maksudmu, Albus?" tanyanya heran.
Albus balas menatap Scorpius yang masih menatapnya heran. Ia mengangkat bahunya dan mengendikkan kepalanya ke arah sofa panjang di ruang tengah.
"Apa sih?" Scorpius berdecak, mulai tidak sabar. Ia pun melangkahkan kakinya tepat di samping Albus. "Serius deh, kalau kau hanya menunjukkan peri rumah, barang-barang orang tuaku, atau sesuatu yang sekiranya tidak penting..."
Albus memutar manik jamrudnya jengah. "Apa Mr. Malfoy yang tertidur di sofa ruang tengahmu merupakan sesuatu yang tidak penting?" tanyanya tanpa repot-repot menyembunyikan nada jengah di dalam kalimatnya.
"Ayahku...apa?" Scorpius mengerjapkan manik kelabu kebiruannya.
Albus kembali mengendikkan kepalanya ke sofa, yang kali ini berhasil membuat atensi tuan muda Malfoy itu teralihkan pada sosok pirang yang tertidur di sofa rumahnya. Mendengkur halus.
Scorpius mengerjap sekali. Lalu dua kali. Lalu berjengit. "Seriusan itu Ayahku?" bisiknya dengan alis terangkat.
Albus memutar matanya lagi. "Lihat deh, memangnya di rumahmu ini ada berapa orang yang punya rambut pirang panjang?"
"Kakekku?"
"Memangnya kakekmu disini?"
"Err―tidak?"
Albus memandang langit-langit, mencoba mencari kesabaran disana. Dan tampaknya ia berhasil, karena selanjutnya ia mengajak Scorpius untuk mengendap-endap mendekati sofa yang kini tengah ditiduri oleh sang Malfoy senior, Draco Malfoy.
Kedua bocah puber duabelas tahun itu berdiri memandang seksama sosok Draco yang kini tidur dengan posisi membelakangi punggung sofa.
Helaian pirang panjangnya yang diikat tampak kusut, merontok di punggungnya dan badan sofa. Sweater hijau tua yang dikenakannya dan celana hitam tampak sedikit berdebu dan memiliki noda minuman. Wajahnya yang putih pucat persis seperti Scorpius kini tampak lebih pucat dari biasanya dan memiliki bekas airmata di sekitar pipinya.
Tunggu―apa? Air mata?
Scorpius dapat merasakan matanya―dan mata sahabatnya kini melebar, seperti menyadari sesuatu. Mereka saling bertukar pandangan kaget.
"Ayahmu menangis?" bisik Albus.
"Aku bahkan tidak tahu Father bisa menangis..."
Albus meringis kecil saat mendengar jawaban sahabatnya.
Mereka kembali memusatkan atensi pada Draco dan berpandangan lagi. Scorpius pun menjentikkan jarinya dengan pelan. Peri rumah Malfoy muncul dengan bunyi pop kecil di belakang mereka.
"Yes, Young-Master..."
"Katakan padaku, Binki, apa semalam Father menangis?"
Peri rumah yang dipanggil Binki itu menggeliat tidak nyaman. "Saya tidak mengerti apa yang young-master maksud. Master Malfoy tidak mungkin menangis..."
"Yeah, pertanyaan selanjutnya, apa semalam Father mabuk?"
Binki kembali menggeliat tidak nyaman. Manik bulatnya mendapati satu botol firewhiskey yang tergeletak tidak jauh dari ujung kaki sofa. "Tidak young-master..."
"Lalu botol apa yang kulihat di dekat kaki Father?"
"Saya ti-tidak tahu young-master..."
"Lalu apa yang kau tahu, Binki?" desis Scorpius mendengus tidak sabar.
Albus yang seumur hidupnya tidak pernah melihat sahabatnya segusar ini hanya diam, mencoba untuk tidak berjengit saat melihat ekspresi dingin di wajah sahabatnya. Manik jamrudnya kembali ia arahkan pada Mr. Malfoy yang masih tertidur.
Tidak ada kata damai yang mengambarkan wajah Mr. Malfoy saat tidur. Wajahnya jelas menampakkan raut gelisah dan tidak nyaman. Hal itu terlihat jelas walaupun tubuhnya seperti diam, beku, tidak bergerak.
Sebenarnya apa yang terjadi pada Mr. Malfoy semalam? Pikir Albus bingung.
"Jujur, atau aku akan membuatmu menyesal, Binki."
Binki mulai terisak. "Binki ti-tidak bisa memberitahu young-master huks...huks... Master Malfoy sendiri yang me-menyuruh Binki untuk tidak mem-memberi ta-tahu si-siapa-ppun, ter-ter-masuk young-master."
Albus dan Scorpius saling berpandangan.
Tahu bahwa mereka tidak bisa memaksa Binki si peri rumah, Scorpius pun memutuskan untuk membiarkan Binki mengambil botol firewhiskey dan ber-aparate, pergi dari hadapan mereka.
"Sekarang apa?" tanya Albus.
Scorpius hanya mengangkat bahu dan kembali melirik Ayahnya.
.
.
to be continued
[K/N ― 7 Juni 2020] ini bagian favoritku btw, interaksi scorpius-albus-sm anaknya blaise. seriusan deh, kenapa blaise ga sama pansy aja si di canon?! T.T
oiya khe lupa kalau jadwal update khe tuh siang hehehehe /nggaruk kepala/ gapapa deh telat dikit kan ya haha.
[K/N ― 14 Juni 2020] yowes, moga yang baca suka ya! terus kalo bisa, kalo bisa siiihh. jangan lupa tinggalin jejak! hehehehe. thanks, pal!