Author pov's
"Hah? apa aku tidak salah deng—" belum selesai Herin dengan kalimatnya, mulutnya sudah disumpal Dasha menggunakan tangan.
"Shhht! Bicaramu keras sekali, bagaimana nanti jika ada yang dengar?!" gadis itu menelisik pandangan ke sekitar, ini taman kampus, akan ada banyak sekali mahasiswa berlalu lalang. Bahaya jika ada fans NCT yang mendengarnya, bukan?
Oh iya, mereka berdua—tentu saja Dasha dan Herin—sedang duduk berdua dibawah pohon oak besar, menikmati sebotol susu coklat di masing-masing tangan. Dasha menceritakan semua hal yang terjadi padanya kemarin pada gadis blasteran Manchester-Korea itu, tentang Mark yang confess padanya secara blak-blakan, tentang keningnya yang masih ingat rasa hangat bibir Mark, tentang pelukan nyaman itu, Dasha menceritakan semuanya, detail.
Dan tentu saja, Herin membelalakan matanya terkejut, hampir saja kedua bola mata itu keluar dari tempatnya, tak lupa ciri khasnya yang menutup mulutnya dengan kedua tangan saat kaget, dan suara melengkingnya yang menginterupsi tak percaya, sangat Herin sekali.
"B-benarkah? Mm-mark, melakukan itu?!" kali ini ia memelankan suaranya.
Dasha mengangguk meyakinkan, gadis itu menggigit bibir bawahnya gemas.
"Ohhh-hhhaahh, lagi-lagi aku hanya menjadi saksi ke-uwu-an orang lain" ujar Herin tak berdaya, langsung merebahkan dirinya di atas rumput.
Dasha memicingkan mata hazelnya, "Uwu?" ia menoleh menatap Herin yang matanya tertuju ke langit, entah memperhatikan daun-daun pohon oak mungkin?.
Gadis bermarga Seo itu bangkit membetulkan posisinya, "Iya, uwu. Kau dan Mark itu uwuuu sekalii tau?!" ia memaju-majukan wajahnya ke wajah Dasha, membuat gadis bermata hazel itu otomatis mundur perlahan.
Dasha terkekeh, "Kenapa namanya uwu begitu? apa tidak ada kata lain?"
"Tidak, pokoknya kalian berdua itu uwu sekali, hahhh sepertinya memang aku ini dulunya adalah pelakor jaman Fir'aun, sehingga tuhan tidak mengijinkanku merasakan ke-uwu-an, bahkan sedikitpun" cercahnya kembali menjatuhkan badannya ke atas rumput.
Gadis itu terus mengomel merutuki dirinya sendiri, sementara Dasha? Ia ikut berbaring di sebelah Herin, turut serta menghadap langit yang sebagian tertutup daun oak itu.
Dasha tersenyum, memperhatikan gumpalan-gumpalan awan yang tiada lelahnya bergerak maju, hembusan angin begitu kuat, dan juga jahat.
Angin tidak pernah mengijinkan awan untuk memilih tempatnya sendiri, ia selalu saja berhembus kencang, membuat awan yang sudah betah di tempatnya menjadi terpaksa berpindah. Padahal Sang Awan juga makhluk hidup, angin tak berhak mengaturnya, angin tak tahu apa-apa.
.
.
Aku baru saja menutup macbook-ku dan hendak ke dapur untuk mengambil minum ketika tiba-tiba saja ponselku berdering.
Markku🦁 is calling you by video call
"Ee-ehh??" Aku mematung di tempat, gelisah tiba-tiba memikirkan apa penampilanku sudah benar, apakah wajahku terlihat baik.
"Ekhemm, hemm" Aku menyamankan tenggorokanku, mempersiapkan agar suaraku tidak sumbang nanti. oke, lebay.
Jempolku pun akhirnya menggeser tombol hijau di layar benda pipih itu, dan langsung menampilkan wajah Mark serta wajahku di kolom kecil bagian atas kanan.
Kulihat pria itu tersenyum, ia sedang di dalam mobil.
"Halo Shaa"
Aku ikut tersenyum menampikkan barisan gigiku, "Haii"
"Sedang apa?"
"Baru selesai mengerjakan tugas, kau?"
"Ohh begitu, aku menuju ke studio rekaman"
Aku mengangguk paham, ia pasti sangat sibuk.
"Sudah makan kan?"
"Sudah Mark ... kau bagaimana? sudah juga kan?"
"Hehe, sudah kok"
Lagi-lagi aku hanya mengangguk, tak tahu lagi harus membahas apa. Masih canggung bagiku setelah hari itu ketika Mark akhirnya menyatakan perasaannya padaku, aku selalu berdebar jika mengingatnya kembali.
"Cantiknya" begitu sepertinya kata yang ia ucapkan, ia tak bersuara, aku hanya membacanya dari gerakan mulutnya, jangan bilang aku ke-geer-an ya, tapi sepertinya aku benar ia bilang begitu.
"A-apa?"
"Tidak ada"
Aku mencembikkan bibir, sekarang screen bagian wajahku memenuhi layar, aku mendekatkan wajahku ke layar ponsel, berpura-pura ngambek.
"Kau bilang apa Mark? aku tidak dengar"
"Tidak adaa Sha, aku takut nanti wajahmu memerah, hehe" ia tertawa di seberang sana.
Dahiku mengkerut heran, "Memangnya kenapa? coba katakan lagi, aku jamin wajahku tak memerah" ucapku membantah. Jujur, apakah aku terlalu cringe? hehe.
"Kau yakin? Aku akan katakan lagi nih"
"Oke, katakan saja" tantangku.
"Aku sayang kamu, Dasha"
Oh.
Lagi-lagi, pipiku mengeluarkan rona nya tanpa izin. Dan ya, Mark menang.
"Tuh kan, wajahmu memerah, aahaha lucu sekali"
"Ah tidak, itu karena kau melihatku di kamera, pasti karena cahaya disini makanya wajahku seperti memerah" tuturku mengeles.
Mark hanya tertawa renyah, tampan sekali.
"Ya sudah deh, aku sudah sampai Dasha, nanti ku kabari lagi"
"Oh begitu? baiklah, semangat!"
"Dadaaa shaa" ujarnya melambaikan tangan.
Beep! Sambungan pun terputus.
Aahh apa yang sudah kulakukan?! Kenapa tingkahku menggelikan sekali?! Bagaimana nanti jika Mark menjadi ilfeel ....
Aku menjatuhkan tubuhku di atas kasur bernuansa abu-abu itu, Pandanganku menerawang, kalimat 'Aku sayang kamu, Dasha' masih terngiang-ngiang di telingaku.
Tak kusadari sebuah lengkungan terbentuk di bibirku, aku pun menenggelamkan wajahku di atas bantal, pasti memerah lagi.
.
.
Author's pov
"Oh Yuta hyung, kau belum tidur?" Tanya Mark sesampainya ia di lantai 10 dan melihat Yuta duduk di sofa memainkan ponselnya. Ini sudah jam 1 malam, Mark baru selesai dari urusan perekamannya.
Pria Jepang itu otomatis menoleh, "Akhirnya kau tiba" ucapnya.
"Ah? kau menungguku? ada apa?" Mark pun menduduki bagian kosong sofa disebelah Yuta.
"Tadi Mina mengirimiku pesan"
Mata Mark membulat, perasaannya berubah tidak enak. Ia menunggu pria dihadapannya melanjutkan kata-katanya.
"Ia menemukan fotomu bersama seorang gadis di sekitaran Myeong-dong. Apakah itu Dasha yang waktu itu kau ceritakan?"
Mark tersentak, pasti Sasaeng itu, Sasaeng fans itu pasti sudah menyebarkan fotonya kemana-mana.
"I-iya, itu Dasha"
Terlihat Yuta mengangguk-ngangguk paham.
"Kau tidak lupa kan Mark, kalau Mina menyukaimu"
Kalimat itu membius Mark perlahan, ia tahu, sudah jelas sekali Mina menyukainya semenjak SMA karena mereka bersekolah di sekolah yang sama bahkan sekelas.
Tapi tetap saja, Mark hanya menganggap Mina sebagai sahabat, tak lebih. Mark sangat menyayangi Mina, terbukti saat hari terakhir Mina menjadi mc, ia mendatanginya di backstage, memberinya salam perpisahan. Tapi Mark selalu melupakan satu fakta, bahwa Mina menggangap itu semua lebih.
Mina tak lebih dari seorang gadis kecil di mata Mark, gadis kecil yang akan selalu ia lindungi, gadis kecil yang akan selalu ia sayangi, juga gadis kecil yang menemaninya tumbuh besar sedari SMA.
Di sisi lain, Mark tak mau Mina terluka jika nanti ia mengetahui fakta bahwa dirinya telah dimiliki gadis lain. Dasha Taran.
Vote dan komennya aku tunggu ya!🥰💜