Psychopath Fiance [END]

By vivianieanst

18.7K 4.5K 10.3K

[Jika ada kesamaan nama tokoh, latar dan alur harap maklum. Bukan berarti cerita ini copy paste dan dilarang... More

-PF- (Prolog)
-PF- (1)⚠
-PF- (2)
-PF- (3)
-PF- (4)
-PF- (5)
-PF- (6)
-PF- (7)⚠
-PF- (8)
-PF- (9)⚠
-PF- (10)
-PF- (11)
-PF- (12)
-PF- (13)
-PF- (14)
-PF- (15) ⚠
-PF- (16)
-PF- (17)
-PF- (18)
-PF- (19)⚠
-PF- (20)
-PF- (21)
-PF- (22)
-PF- (23)⚠
-PF- (24)⚠
-PF- (25)
-PF- (26)
-PF- (27)
-PF- (28)
-PF- (29)
-PF- (30)
-PF- (31)
-PF- (32)
-PF- (33)
-PF- (34)
-PF- (35)
-PF- (37)
-PF- (38)
-PF- (39)⚠️
-PF- (40)⚠
-PF- (41)
-PF- (42)
-PF- (43)
-PF- (44)
-PF- (45)
-PF- (46)
-PF- (47)
-PF- (48)
-PF- (49)
-PF- (50)
-PF- (51)
-PF- (52)
-PF- (53)
-PF- (54)
-PF- (55)
-PF- (56)
-PF- (57)
-PF- (58)
-PF- (59)
-PF- (60)
-PF- (Epilog)

-PF- (36)

91 35 106
By vivianieanst

Kring kring kring

"Oke, anak-anak, kalian bisa beristirahat." imbuh guru matematika mereka berjalan keluar kelas membuat kelas mereka langsung ricuh penuh kegirangan.

"Akhirnya, matematika, musuh bebuyut gue selesai juga. Capek otak gue ngelag mulu ngerjain soalnya," keluh Virgan merentangkan tangannya mendengar itu, Chesil memutar bola matanya malas.

"Gini, nih. Manusia gak tahu diri, merendah untuk meroket." sindir Chesil karena apapun yang dikeluhkan Virgan, sialnya lelaki itu mendapatkan nilai tinggi. Salah satu contohnya di mata pelajaran matematika, nilai lelaki itu tidak pernah di bawah delapan puluh.

Virgan berjalan menghampiri Chesil dan merangkul bahu gadis itu, "Iri bilang, Sayang." godanya tersenyum meledek membuat Chesil naik pitam. Dia tersenyum dan mencubit kuat lengan Virgan yang bertengger di bahunya.

"Sayang-sayang pala lo peyang!"

Chesil menghempas kasar lengan Virgan dan mendelik tajam pada lelaki itu, Yuri terkekeh. Dia bangkit dari duduknya, "Ce, kantin yuk!"

Wajah Chesil langsung berubah mendengar ajakan Yuri, dia menggandeng lengan kanan Yuri. "Skuy, kita makan apa hari ini?" tanyanya dengan mata yang terbinar-binar membuat Yuri tertawa kecil, seolah-olah dia melihat ada ekor yang mengibas di belakang Chesil.

"Siomay sama es jeruk kayaknya enak ...."

Di kantin ....

"Tada, siomay pesanan Nyai udah datang!" seru Chesil menyodorkan nampan yang berisi dua mangkuk siomay dan dua gelas es jeruk. Chesil duduk di hadapan Yuri, keduanya mulai melahap makanan mereka.

Chesil menatap Yuri tajam, perilaku gadis itu belakangan ini sangat aneh. Biasanya dia akan ribut membicarakan hal yang tidak penting, sekarang dia hanya diam. "Yur, pasti ada yang lo sembunyiin dari gue? Ngaku lo!" desak Chesil membuat Yuri mengangguk.

"Iya," jawabnya tanpa pikir panjang membuat Chesil terperangah.

Nih, bocah bener-bener, ya!

"Trus lo gak mau cerita ke gue gitu? Masa main rahasia-rahasiaan sama gue?"

Yuri melihat Chesil dengan kedua mata polosnya, dia menyeruput es jeruknya tenang. "Nanti kamu kasih tahu Alex, aku udah janji sama klien gak bocorin privasi." tuturnya bangkit dari duduknya membuat Chesil kebingungan.

"Mau ke mana lo, Tong?"

"Kelas, bentar lagi masuk." jawab Yuri tersenyum jahil lalu berjalan meninggalkan Chesil, gadis itu mendengus pasrah.

"Berasa sadgirl sejati gue, ditinggal mulu." celutuk Chesil berlari kecil mengejar Yuri yang sudah jauh darinya. Tak lama setelah mereka kembali ke kelas, bel masuk berbunyi menandakan pelajaran akan segera di mulai kembali.

Sepanjang pelajaran, Chesil terus memperhatikan gerak-gerik Yuri. Gadis itu terlihat biasa saja seperti biasanya, namun sifat tenangnya yang mendadak muncul membuat banyak pertanyaan dalam pikirannya.

Terlebih lagi tentang klien yang dikatakan Yuri, pikirannya tidak bisa berhenti menerka-nerka klien yang dimaksud gadis itu. Bel pulang berbunyi, Chesil merogoh ponselnya dari saku roknya dan mengetik.

Yonglex

Kak, Yuri bener-bener mencurigakan.|

Gue bingung dia ada di kepribadian yang mana satu, emg dia seperti biasa aja tapi mendadak kalem. Aneh banget, kan?!|

|Emang kenapa?

Tadi gue iseng, dia blg memang ada nyimpan rahasia dan udah janji sama klien utk jaga rahasianya.|

|Klien apaan? Dia gak ada ngomong apa-apa ....

Makanya gue kasih tahu lo, kakak sayang.|

Gemes gue, kak.|

|Oke, nanti aku coba tanya.

Chesil hanya membaca pesan terakhir Alex, anehnya dia merasa diperhatikan. Chesil mendongak dan terlonjak kaget sambil memeluk ponselnya karena Yuri yang sedang menatapnya dengan tajam. Namun saat kedua mata mereka bertemu, Yuri tersenyum.

"Kenapa, Ce?"

"Hah? Anu, gak papa. Lo pulang sama siapa?" tanya Chesil buru-buru menyimpan ponselnya, entah kenapa dia merasa seperti mata-mata yang hampir tertangkap basah.

"Alex, habis ini mau jalan berdua." jawabnya dengan mata yang terbinar-binar, Chesil menghela napas panjang.

"Dasar kang bucin," cibirnya setengah kesal membuat Yuri terkekeh.

°••●••°

Alex melirik sesekali pada Yuri yang setia melihat ke luar jendela, "Ri?"

"Hm?"

"Ada yang kamu rahasiakan dariku?" tanya Alex membuat gadis itu menoleh ke arahnya. Dia tersenyum manis, hari ini sangat banyak yang penasaran dengan rahasianya.

"Ada, tapi aku gak bisa ngomong. Karena aku udah janji untuk gak sebarin rahasia kami berdua," jawab Yuri dengan senyum manisnya, Alex yang mendengar itu tersenyum masam.

Tapi kamu ngingkar janji denganku juga, kan?

Seakan-akan tahu isi pikirannya, Yuri memegang lengan kanan Alex. Gadis itu tersenyum, "Aku mencintaimu, Alex."

Pupil mata Alex bergetar sesaat, dia tahu yang bisa mengatakan hal seperti ini hanyalah 'Yuri yang lain'. Setelah memarkirkan mobil dengan benar, dia menoleh pada Yuri penuh tanda tanya.

Bagaimana bisa? Padahal tidak ada pemicu ....

"Maafkan aku, aku tidak bisa menghentikan ini semua. Padahal aku selalu marah padamu karena lebih memilih dia, tapi nyatanya aku tidak bisa apa-apa. Bisakah, hari ini ...." Yuri menuntun telapak tangan Alex untuk menyentuh wajahnya.

"Kita menghabiskan waktu berdua tanpa memikirkan apapun selain kita, ya?" Yuri menatap Alex sendu dengan senyum tipis di wajahnya, dia sudah memikirkan ini lama. Setidaknya dia ingin memberitahu dirinya yang lain pada Alex, bahwa dia juga ada.

Tangan Alex yang menyentuh wajah Yuri berpindah ke kepalanya, dia menarik kepala Yuri agar lebih dekat dengannya dan mengecup kening Yuri lama. Lalu Alex menjauhkan wajahnya, dia menyelipkan anak rambut Yuri di belakang telinganya dan tersenyum.

"Baiklah, aku akan menurutimu."

Keduanya berjalan memasuki mall sambil bergandengan tangan, dia melirik ke arah Yuri. "Mau ke mana dulu?" tanyanya membuat Yuri berpikir.

"MAIN! MAIN!" serunya girang seperti anak kecil, Alex terkekeh dan segera menarik Yuri menuju zona bermain. Mereka memainkan balap motor, tembak-tembakkan, memukul tikus tanah dan masih banyak lagi.

"Alex, itu dikit lagi, lhooo ...." ujar Yuri menunjuk-nunjuk boneka dino mini yang berwarna pink, benar mereka sedang bermain di mesin capit boneka.

"Bentar-bentar, ini mau digeser dulu." kata Alex berusaha untuk fokus memposisikan capit tepat di atas boneka dino yang diinginkan Yuri. Melihat posisi mesin capit yang sudah pas, gadis itu dengan heboh menepuk-nepuk bahu Alex.

"Tekan, tekan!" perintahnya tidak sabar.

Tak!

Keduanya memperhatikan mesin capit yang turun dan menangkap boneka dino yang diinginkan Yuri, perlahan mesin capit itu kembali naik dan bergerak menuju lubang. "Dikit lagi, ayo dikit lagi!" ucap Yuri menatap mesin capit itu dengan penuh harap, begitu juga dengan Alex.

Tuk!

Kedua bola mata mereka melebar, "YEY! BONEKANYA MASUK!!" seru Yuri penuh semangat, dia memeluk Alex dengan perasaan bahagia.

"Kan udah aku bilang, aku itu pro." ujar Alex membanggakan dirinya sendiri, dia mengambil boneka dino yang berhasil mereka dapatkan dan memberikannya pada Yuri.

"Iya, pokoknya Alex paling hebat!" puji Yuri menerima boneka dino itu dengan senang hati, Alex tersenyum melihat Yuri yang bahagia dengan boneka dinonya.

Dia mengelus puncak kepala Yuri penuh sayang, "Mau ke mana lagi?"

"Belanja!" jawab Yuri penuh semangat, dia menggenggam tangan Alex dan menarik lelaki itu keluar dari zona bermain. Namun sudah lebih dari sepuluh menit mereka berkeliling, tapi belum ada toko yang mereka kunjungi.

"Emang mau ke mana, Ri? Dari tadi keliling, gak capek?" tanya Alex dengan raut bingungnya.

Yuri menoleh padanya dan tersenyum tanpa menjawab pertanyaannya. Mereka kembali berjalan dan tiba-tiba Yuri berseru, "Nah, itu dia! Ayo, Lex!"

"Ri, Ri, kamu mau ngapain ke sana?" tanya Alex panik menghentikan Yuri yang menariknya menuju toko pakaian dalam pria.

"Ya belanja, Alexku sayang." jawab Yuri menarik Alex masuk ke dalam toko tersebut.

Alex menahan malu karena pandangan mata karyawan toko, untung saja pakaian dalam pria terbungkus dengan baik dalam kotak. "Lex, ini kayaknya bagus kalo kamu pakai." kata Yuri memperlihatkan celana dalam yang baru dipilihnya.

"Yuri!" pekik Alex heboh kembali meletakkan celana dalam yang dipegang Yuri, gadis itu mengerutkan keningnya tidak terima. Padahal dia memikirkan cukup lama untuk Alex, tapi lelaki itu meletakkannya begitu saja.

"Kenapa? Kan keliatan bagus kalo kamu pakai, daripada celana dalam merah ka—humph ...." Alex membekap mulut Yuri dan mencoba tersenyum padanya.

"Gak gitu, nanti biar aku beli sendiri, ya? Yuk, kira keluar. Aku lebih suka milih dress buat kamu, ayo cari dress buat kamu." Kata Alex panjang lebar membawa Yuri keluar dari toko tersebut. Gadis itu memukul tangan Alex yang membekap mulutnya, dia menatap Alex kesal.

"Kamu gak mau aku pilihin? Aku kan juga suka milih sesuatu buat kamu, aku juga mau beliin kamu."

"Jangan celana dalam juga, Ri. Bentar lagi kamu yang ulang tahun, kenapa malah mau beliin aku?"

"Biar kamu pake pas acara ulang tahun aku," jawab Yuri dengan kedua mata polosnya, Alex menepuk jidatnya. Sungguh dia tidak membayangkan jawaban Yuri, memangnya hal seperti itu bisa dianggap hadiah?

"Ke toko baju aja gimana? Pilihin jas untuk aku?" tawar Alex sebelum Yuri berkeinginan aneh lagi. Gadis itu nampak berpikir, lalu kerutan di wajahnya menghilang. Dia tersenyum membayangkan Alex memakai jas pilihannya.

"Oke, ayo!" seru gadis itu membuat Alex menghela napas lega. Keduanya berjalan mencari toko setelan jas, tak berapa lama mereka menemukannya dan langsung masuk. Yuri memperhatikan beberapa warna dan model setelan jas lalu menyuruh Alex untuk mencobanya.

"Gak cocok, ganti."

"Kurang pas, lanjut."

"Terlalu tampan, gak boleh."

"Kurang sesuai sama wajah kamu, ganti."

"Gak, gak."

"Lanjut."

"Warnanya kurang sesuai sama kamu, ganti."

"Bagus, sih. Ta—"

"Ri, ini udah setelan ke delapan." potong Alex menghela napas berat, bahkan beberapa karyawan yang memegang beberapa setelan yang belum dicoba Alex sudah kehilangan senyuman. Yuri tertawa kecil, dia bangkit dari duduknya dan menimang-nimang sisa setelan yang belum dicoba Alex.

"Bungkus semuanya, termasuk setelan yang ketiga dan terakhir tadi." kata Yuri langsung mengembalikan senyuman para karyawan.

"Baik, Nona. Mohon tunggu sebentar," ucap salah satu karyawan tersenyum ramah.

Yuri mengangguk dan kembali duduk, Alex yang baru selesai berganti baju menghampirinya. "Banyak banget kamu belinya, kenapa? Capek?" tanya Alex duduk di sampingnya, Yuri mengangguk dan menyenderkan kepalanya.

"Perasaan aku yang bolak-balik ganti baju, kok malah kamu yang capek?" gurau Alex dengan kekehannya.

"Menilai itu butuh tenaga," balas Yuri membuat Alex tertawa. Alex meraih buku katalog pakaian yang terjual di toko tersebut. Kedua matanya menangkap dress hitam yang dengan model off-shoulder dan mermaid skirt.

"Ri, gimana sama dress ini?" tanya Alex menunjukkan gambar dress yang dia lihat tadi.

"Bagus, buat siapa?"

"Kamu."

Yuri terkekeh, dia mengangguk karena tahu niat Alex yang ingin membeli untuknya. Alex menoleh mencari karyawan di dekatnya, "Mbak, tolong dress ini warna hitam, ukuran L dibungkus juga." kata Alex membuat beberapa karyawan berbisik iri.

"Baik, Tuan."

Setelah membayar pesanan mereka, kedua berjalan menuju parkiran sambil bergandengan tangan. "Ulang tahun kamu kali ini pakai tema acara apa?" tanya Alex membuat gadis itu menoleh.

"Belum tahu, Alex maunya apa?" tanya Yuri balik.

"Apa aja yang penting kamu bahagia," jawab Alex mengacak-acak puncak kepala Yuri.

"Gimana kalo itu bukan hari bahagiaku?"

Alex terdiam, tatapan Yuri saat ini sulit diartikan. Alex menangkup wajah Yuri dengan kedua tangannya, "Kenapa bukan hari bahagia kamu? Hari ulang tahun kamu adalah hari yang paling kamu nantikan, bukankah begitu?"

Alex mengelus puncak kepala Yuri penuh sayang, "Setiap tahun kamu menantikannya penuh kebahagiaan."

Yuri hanya diam, entahlah rasanya aneh. Aneh dari yang lalu, dia merasa hampa. Dia hanya ingin memberhentikan waktu saat ini bersama Alex atau permasalahannya di sini adalah dirinya sendiri? Alex menatap Yuri bingung, "Ri, ada masalah apa? Cerita kalau ada masalah, biar aku bisa bantu."

"Lex, kamu pernah bilang kalo aku melanggar janjiku, kamu tidak akan meninggalkanku dan terus menyayangiku."

Alex mengangguk, "Iya, terus?"

"Kamu juga bilang, perasaan itu tidak boleh dipaksakan, semakin dipaksa, maka itu bukan lagi perasaan, melainkan obsesi untuk memiliki. Kamu mungkin tidak masalah aku bersama yang lain, tapi masalahnya ada padaku. Bagaimana jika aku seperti dulu? Tidak ingin melepas siapa pun?"

Alex akhirnya paham dengan alur pembicaraan Yuri, gadis itu mengungkit masa lalu. Di mana dia tidak melepaskan Dean untuk Fenny walau tahu wanita itu mencintai Dean sepenuh hatinya, dan juga dia tidak melepas Fenny yang hendak pergi.

Dan kini, kejadian itu terulang. Dia tidak ingin melepas Alex yang mencintai dirinya dan juga tidak ingin melepaskan Jeffan, orang baru yang hadir dalam hidupnya. Haruskah Alex bersedih karena kutukan tersebut terulang?

Alex membawa Yuri ke mobilnya dan mendudukkan gadis itu, "Apakah kamu akan seperti Dean? Pada akhirnya dia meninggalkanku, walau mengatakan tidak."

Alex memeluk Yuri dan mengelus kepalanya, "Kamu lupa kelanjutan ucapanku?"

"Tidak, aku mengingatnya. Semuanya bergantung pada takdir dan waktu, tapi aku merasa berbeda. Aku bukan bagian dari takdir seseorang, baik kamu atau Jeffan. Bahkan tidak pada Yuri, tapi gadis itu bisa menjadi takdir orang lain."

"Bagaimana kamu bisa tahu, Ri? Jangan pesimis, jalanin dulu. Ingat, apapun pilihanmu, aku akan menerimanya. Karena prioritasku adalah kamu, jika kamu bahagia maka aku juga bahagia." Yuri mendongak dengan mata yang berkaca-kaca.

"Pilihannya bukan padaku, Lex. Hanya dia yang bisa memilih dan sekarang dia sudah memilihnya, tapi aku tidak menginginkannya. Keberadaanku tidak mengubah apa-apa, bagaimana bisa dia sejahat itu? Padahal kamu ...."

Yuri mulai terisak, Alex tersenyum tipis walau dia menahan nyeri di hatinya. Dia merasa bersalah, sepertinya Yuri merasa bersalah padanya karena ucapan egoisnya sewaktu di toko puding mbak Rini, Alex mengelus punggung Yuri.

"Tidak apa-apa, Yuri. Tidak apa-apa ...."

"Aku mencintaimu, aku mencintaimu, Alex." tutur Yuri memeluk pinggang Alex erat. Hatinya benar-benar sakit setiap Alex yang mengalah untuknya, dia tidak terima Alex yang terus memikirkannya tanpa memikirkan dirinya sendiri.

Padahal dirinya sendiri sangat berharga, namun Alex yang malang harus terjebak dengannya. Gadis yang sangat munafik dan membuat orang-orang di sekitarnya menderita, Aku membencimu, Yuri. Aku benar-benar membencimu ....

"Aku mencintaimu, Yuri." ucap Alex mengecup puncak kepala Yuri penuh sayang.

°••●••°

Alex melirik ke arah Yuri yang terus memandanginya, "Wajahku bisa bolong, Ri."

"Gak papa, biar gak ada yang suka kamu selain aku." balas Yuri membuat Alex terkekeh.

Alex mengangkat tangannya yang menggenggam tangan Yuri, dia membalik dan mencium punggung tangan Yuri dengan lembut. "Tidurlah, kalo sudah sampai nanti aku bangunin."

"Gak mau, tapi nanti kamu temenin aku tidur." jawab Yuri sambil menggeleng membuat Alex tersenyum. Tak lama mereka sampai di kediaman Heldon, keduanya berjalan masuk dengan Yuri yang setia merangkul lengan kiri Alex.

Yura mengernyitkan keningnya bingung saat melihat anaknya yang terus menempel pada Alex seperti lem, "Kamu ngapain nempel-nempel gitu sama Alex?"

"Biarin ...." jawab Yuri acuh membuat Yura mengelus dadanya sabar, dia meletakkan piring berisi buah-buahan yang baru dipotongnya di atas meja dan duduk melanjutkan aksi nontonnya.

"Udah gede masih aja nempel terus, cepat bersihin diri kamu sana. Dari pulang sekolah gak mandi-mandi, bau." Perintah Yura pura-pura menutup hidungnya membuat Yuri mencebikkan bibirnya tidak terima.

"Alex, habis itu ke kamarku, ya!" bisik Yuri lalu berlari menaiki anak tangga menuju kamarnya.

Yura menggeleng-gelengkan kepalanya, "Pengen aku timpuk pake panci juga tuh anak, ya! Emaknya diabaikan, padahal di depan matanya."

Alex terkekeh mendengar omelan Yura, dia pamit naik ke kamarnya untuk membersihkan diri. Sesampainya di kamarnya, senyum di wajahnya luntur. Sekarang dia yakin akan suatu hal, bahwa Yuri tidak lagi menjadi miliknya.

Ibu jari Alex mengelus punggung tangan Yuri, dia menemani gadis itu untuk tidur sesuai permintaannya. Kedua mata amber Yuri menatapnya lekat, dia berbaring menghadap Alex dengan tangan yang tergenggam.

"Alex, bagaimana seandainya kita lari ke negara yang jauh dan hidup berdua? Hanya berdua, menikmati waktu bersama tanpa memikirkan masalah sekarang dan yang lalu. Pasti kita bahagia, kan ...."

"Lalu, apa kamu mau kabur bersamaku? Tinggal bersamaku untuk selamanya?" tanya Alex membuat Yuri tersenyum tipis.

"Jika kamu mengatakan ya, aku akan menyiapkan semuanya dan besok kita pergi. Meninggalkan semua masalah dan masa lalu, lalu kita membangun masa depan bersama." tambah Alex mencium punggung tangan Yuri.

"Tidak buruk, tapi tidak bisa. Aku tidak bisa memiliki masa depan seperti itu, karena bukan itu tujuanku hadir di kehidupan hingga kini." jawab Yuri menatap Alex sendu.

Alex terdiam, Yuri kembali melanjutkan ucapannya dengan senyum tipis. "Masa depan yang cerah tidak cocok untuk orang sepertiku, Lex. Sama sekali ...."

"Masa depan seperti itu tentu ada, itu sangat cocok dan pantas untukmu." terang Alex tersenyum sambil kepala Yuri. Kedua mata Yuri berkaca-kaca, dia menarik tangannya yang digenggam dan mencium punggung tangan Alex.

"Aku takut hilang, Alex ...."

Kedua airmatanya menetes membasahi tangan Alex, lelaki itu menatap Yuri sendu. Jika waktu bisa diputar kembali, dia ingin kembali pada kejadian itu. Kejadian yang membuat gadis kecilnya trauma hingga kini, kejadian yang memulai segala penderitaannya, dia ingin menyelamatkan gadis kecilnya.

"Kamu tidak hilang, Yuri. Kamu adalah Yuri dan aku tetap berada di sisimu ...."

Alex mengecup puncak kepala Yuri dan kembali mengelusnya, Yuri berhenti menangis setelah beberapa menit dan akhirnya tertidur. Alex menghapus sisa airmatanya yang belum kering dan tersenyum getir, "Mimpi indah, gadis kecilku."

Tbc.

[tarik napas]

[buang]

GIMANA, YA? PART INI ....

ADUH, BIKIN SPEECHLESS. GAK TAHU MAU NGOMONG APA, BAPERNYA DAPET, SEDIHNYA DAPET. TAPI KOK LEBIH KE SEDIH, YA?!

PADAHAL NIATKU GAK GITU LHO!

TAPI PLIS PAS YURI NGOMONG LINE MASA DEPAN ITU LHO, KEK—??

IKUT NYESEK, BANGET, BANGET, BANGET. ALEX TANDA-TANDA JADI SADBOY, YURI MALAH JADI SADGIRL:) DAHLAH GWEH NGAMBEK GAK MAU UPDATE LAGI. BYE

BERCANDA, YAKALI:)

SAMPAI JUMPA DI PART SELANJUTNYA <3

Continue Reading

You'll Also Like

1.5M 99.8K 49
SEBAGIAN PART TELAH DI HAPUS UNTUK KEPENTINGAN PENERBITAN! #1 in psycopath 10 agustus 2020 #1 in disa 14 mei 2020 #3 in gray 12 mei 2020 #1 in dendra...
822K 49.1K 66
Upgrade : From One Shot One Love ➡️ Kill Them | Got Her! TRAILER 👇 https://youtube.com/shorts/5pgerRuOSxY?feature=share ____________________________...
2.3K 1.1K 20
⚠️ DISCLAIMER ⚠️ Cerita ini ditujukan untuk pembaca usia 21 tahun ke atas. Mengandung unsur kekerasan ekstrem/Gore, kata-kata kasar, serta tema psiko...
146K 5.7K 66
Ganti judul. JUDUL AWAL : Aku Karakter Novel?! . . . Seseorang dari dunia nyata bertransmigrasi ke dunia novel mungkin sudah biasa. Tapi, bagaimana j...