"Kali ini kesempatan terakhir, jika tidak bisa menyingkirkannya ...."
"Bantai habis semuanya." tambahnya tersenyum miring, dia melihat peta daerah kediaman Heldon dengan beberapa pin merah yang tertancap di tempat yang berbeda-beda.
"Jadi, kami harus mengepungnya?"
"Tentu saja! Besar kemungkinan dia sudah tahu dan menyiapkan rencana juga, jadi semuanya harus terkerahkan! Untuk beberapa kelompok yang belum kutugaskan, kalian menjaga pintu masuk di depan dan belakang." terangnya menancap pin biru di dua tempat berbeda.
"Blokir semua pintu masuk hingga mereka tidak bisa kabur, apa kalian mengerti?"
"MENGERTI, BOS!"
"Persiapkan diri kalian sekarang, rencana akan dijalankan malam ini." perintahnya sambil menyeringai.
"BAIK!"
Setelah beberapa anak buahnya, yang tak lain adalah ketua yang dia pilih untuk memimpin beberapa kelompok yang dibaginya keluar dari ruangannya, dia menatap foto wajah Yuri yang tidak jauh dari peta kediaman Heldon.
Lelaki itu tersenyum senang, dia sangat tidak sabar dengan penantiannya setelah sekian lama.
°••●••°
"Apakah semuanya sudah berkumpul?" tanya Ron memastikan.
"SUDAH!"
"Oke, persiapkan diri kalian. Rencana akan dijalankan malam ini setelah sekian lama. Ingat, musuh kita ini gampang tapi licik. Kalian harus bergerak sesuai perintah dan jangan sesekali meremehkan kemungkinan yang ada nantinya." terang Ron, dia melirik ke arah Edi melempar isyarat dan mengangguk.
Edi membuka lemari besar yang menjadi tempat penyimpanan senjata dan perlengkapannya. "Untuk mengurangi kematian, pakai rompi anti peluru. Jika sudah saatnya, tingkatkan keamanan keluarga Bos dan bawa mereka pergi dari lokasi. Kalian harus mengorbankan diri kalian demi melindungi keluarga besar Heldon. Kalian mengerti?"
"SIAP, MENGERTI!"
Ron tersenyum, "Baik, persiapkan diri kalian semua dan ke posisi masing-masing sekarang juga!"
°••●••°
Senyum Yuri mengembang saat melihat isi kotak tersebut, saat dirinya membuka kotak tersebut, alunan musik klasik terdengar memasuki indra pendengarannya. Sebuah komedi putar mini berputar seiringnya musik berbunyi, Yuri mendongak menatap Alex.
"Makasi, Alex!"
Yuri meletakkan kotak tersebut dan memeluk Alex yang hampir terjungkal ke belakang jika saja dia tidak menahan keseimbangannya, Alex tentu saja membalas pelukannya. Dia mengecup puncak kepala Yuri, "Sama-sama, aku senang jika kamu suka."
Jeffan mengepalkan tangannya, entah kenapa rasanya dia ingin menenggelamkan Alex ke kolam ikan. Tapi dia juga terlalu gengsi untuk mengganggu keduanya, Rasanya ...ah, memuakkan.
Kedua mata amber Yuri menangkap sosok Jeffan yang berdiri tidak jauh dari mereka, diam-diam dia menyunggingkan senyum miring di wajahnya. Kedua matanya jatuh pada kedua mata Jeffan, pandangan mereka bertemu.
Seakan-akan tersihir, entah keberanian dari mana ....
Jeffan melangkahkan kakinya mendekati mereka.
"Yuri," panggil Jeffan membuat Alex menoleh, sedangkan Yuri melepaskan pelukannya. Senyum miring yang sempat muncul di wajahnya hilang entah ke mana, dia menatap Jeffan polos.
"Kenapa, Jef?"
Tanpa pikir panjang, Jeffan menyodorkan kotak berbentuk bulat pada Yuri. Gadis itu menatapnya bingung dan seakan-akan mengerti arti tatapan Yuri, Jeffan kembali membuka suara, "Hadiah dari gue."
Yuri membuka kotak tersebut dan terdiam, tak lama dia menyunggingkan senyum tipis di bibirnya. Sebuah kalung dengan liontin permata hitam di tengahnya dengan sayap di kedua sisinya membuat Yuri sontak memuji.
"Wuah, cantik banget! Pasangin cepetan, Jef!"
Jeffan mengangguk, dia mengeluarkan kalung tersebut dari kotaknya. Yuri berbalik menghadap Alex dan mengangkat rambutnya yang terurai, tentu saja dengan polosnya dia tersenyum bahagia melihat Alex.
Alex hanya diam melihat hadiah pemberian Jeffan, dia memaksakan senyumnya. Jeffan mengalungkan kalung tersebut pada leher Yuri, sedangkan gadis itu menatap liontin unik itu tanpa berhenti.
"Gimana? Cantik?" tanya Yuri mendongak menatap Alex, lelaki itu tersenyum dan mengangguk. Lalu Yuri berbalik menghadap Jeffan menanyakan hal yang serupa, "Gimana? Cocok?"
"Iya, cantik dan cocok buat lo." jawab Jeffan tersenyum tipis, dia mengelus puncak kepala Yuri. Melihat itu, Alex diam-diam mengepalkan kedua tangannya dan menatap Jeffan tajam.
Apa dia benar-benar mencintai Yuri?
"Makasi!"
Yuri memeluk Jeffan sesaat dan mengambil hadiah dari Alex, lalu dia berlari pergi meninggalkan kedua lelaki itu tanpa menoleh. Entah gadis itu melupakan keberadaan mereka atau terlalu bahagia mendapatkan hadiah.
"Maksud lo ngasih kalung itu, beneran?" tanya Alex menatap Jeffan tajam.
"Terus? Harus main-main gitu?" tanya Jeffan balik sambil mendengus kesal, Alex menghela napas panjang dan memilih meninggalkan Jeffan. Sedangkan Yuri sudah masuk kembali ke rumah dengan girang, dia mendekati Chesil dan Virgan berniat memamerkan hadian pemberian dua lelaki tadi.
"Cese, coba lihat. Ini dari Alex, yang ini dari Jeffan. Lucu, kan ...."
Chesil langsung melotot saat melihat hadiah pemberian Jeffan, dia bangkit dari duduknya dan mendekati Yuri seolah tidak percaya. "Serius lo ini dari Jeffan?"
Yuri menatapnya bingung, "Iya, emang kenapa?"
"Tuh bocah nyantol sama lo," sahut Virgan semakin membuat Yuri bingung.
"Hah?"
Chesil memejamkan matanya menahan emosinya, dia merogoh ponselnya dan membuka aplikasi kamera. Tak lupa dia menyalakan blitz kamera belakangnya, "Sini, lo perhatiin." Chesil mengarahkan kamera belakang ponselnya pada permata hitam milik Yuri dan menfokuskan kameranya.
Yuri terperangah melihat isi sebenarnya yang ada dalam permata hitam tersebut. "Ini tuh kalung proyeksi dengan 100 bahasa yang artinya 'Aku mencintaimu'. Jadi, ini pengakuan dari Jeffan!" heboh Chesil menyimpan kembali ponselnya.
Yuri hanya diam, dia tidak tahu bagaimana harus menanggapinya. Apakah Alex tahu isi kalung ini? Apakah Jeffan benar-benar membuat pengakuan pada dirinya? Apa yang harus dilakukannya? Pertanyaan seperti itu terus-menerus berputar dalam pikirannya.
"Ternyata tuh bocah bisa barbar juga," imbuh Virgan memecah lamunan Yuri.
"Lo pilih siapa, Yur? Alex atau Jeffan?" bisik Chesil penasaran sambil melirik ke arah pintu belakang membuat Yuri ikut menoleh ke belakang. Yuri melihat Alex dan Jeffan yang baru masuk, dia menatap keduanya bergantian.
Siapa yang harus kupilih?
Kau sudah—milihnya ...bodoh ....
Yuri tersentak kaget karena tiba-tiba mendengar suara yang tidak asing merasuk pikirannya, dia mengedarkan pandangannya seperti orang kebingungan. "Gak tahu, ayo lanjutin ini." elak Yuri menghindari kontak mata dengan kedua lelaki tersebut.
"Gak asik lo, ah!" ujar Chesil kecewa atas jawaban Yuri. Mereka menyelesaikan persiapan untuk ulang tahun Yuri, setelah selesai menempelkan balon-balon yang mereka pompa sejak pagi, kini mereka berada di butik Yura.
"WOI, PERAWAN! ROBEK, NIH! TANGGUNG JAWAB LO!" geram Chesil kesal tanpa pikir panjang langsung menancapkan jarum pentul pada punggung tangan Virgan membuat lelaki itu membola terkejut, tidak menyangka dengan tindakan brutal Chesil.
"SAKIT, ANJIR! AKKHH ...TANGAN GUE BERDARAH!! PANGGIL AMBULAN! MAMA, MAAFIN VIRGAN YANG SUKA HAMBURIN DAPUR MAMA, SUKA BERANTAKIN KAMAR, SUKA NYEMBUNYIIN KAUS KAKI MAMA, SU—hhmmphhh!"
"Siapa suruh lo robekin rok yang gue buat? Mampus!"
"Berisik lo kayak anjing." ucap Jeffan tanpa rasa bersalah membekap Virgan. Chesil mengangguk tanda setuju, Yura? Dia hanya menggeleng-geleng kepalanya melihat keributan anak-anak muda tersebut dan dia tidak terkejut lagi dengan tingkah kurang kewarasan mereka.
Yuri mendekati ketiganya, dia memukul tangan Jeffan yang masih setia membekap mulut Virgan. "Sana, minggir." usir Yuri membuat Virgan menatap keponakannya terharu, setidaknya masih ada yang memihaknya.
Jeffan melepas tangannya dan menggeser tubuhnya sedikit membuat Virgan langsung menghirup udara sebanyak mungkin. "Ma-ti ...gue, bang-sat!" umpatnya dengan napas terengah-engah. Tanpa aba-aba, Yuri mencabut jarum pentul di punggung tangan lelaki itu membuatnya memekik kesakitan.
"AAK—"
Plak!
Yuri menampar Virgan tanpa rasa bersalah hingga lelaki itu menutup mulutnya, dia menatap Yuri tidak percaya. Harusnya dia tidak berharap pada Yuri untuk memihaknya, yang lain? Tentu saja menertawakan penderitaannya.
Fiks ...temen gue psikopat semua.
Setelah mengobati punggung tangan Virgan, Yuri berjalan menuju sofa di mana Alex berada. Lelaki itu duduk sambil memperhatikan mereka, Yuri duduk di sebelahnya. Dia menjatuhkan kepalanya pada pangkuan Alex, "Capek, mau tidur. Jangan gerak."
Alex hanya diam, dia tersenyum tipis dan mengelus kepala Yuri. Virgan yang melihat itu mendekati Jeffan dengan niat memanas-manasi lelaki itu untuk membalaskan dendamnya, "Ekhm ...doi bermesraan di depan mata."
"Doi lebih memilih tidur di pangkuan lelaki lain," tambah Chesil ikut memanasi suasana. Jeffan hanya diam sambi memperhatikan keduanya, Yura yang tadinya asik mmbentuk pola melirik ke arah Yuri, anak semata wayangnya.
"Yuri, tidur di ruangan Mama aja. Kasihan, keram nanti tuh kaki Alex." katanya namun tidak dijawab oleh Yuri. Hanya terdengar dengkuran halus membuktikan bahwa gadis itu sudah tertidur.
"Gak papa, Ma. Nanti Alex pindahin kalo keram," jawab Alex dan diangguki oleh Yura.
"Aduhai ...mertua juga tidak peduli pada dirimu ...."
"Mertua lebih mendukung yang lama daripada yang baru ...."
Jeffan mendelik tajam pada Chesil dan Virgan yang terus-menerus mengomporinya, "Kalian berdua jodoh, ya? Suka banget ngompor, heran gue."
"OGAH!" pekik Chesil dan Virgan bersamaan.
Setelah beberapa lama, mereka pun pulang. Yura duduk di sofanya sambil menggigiti kuku jarinya gelisah, dia benar-benar memiliki firasat buruk. Entah kenapa sejak tadi aura negatif seperti mengelilinginya, bel pintu butiknya berbunyi tanda orang baru saja masuk.
"Yura!"
Yura langsung bangkit dan menoleh, Dellia, sahabat sekaligus dokter yang menangani Yuri selama ini datang setelah dia panggil. "Lia, perasaanku dari tadi gak enak. Aku takut Yuri kenapa-kenapa, belakangan ini dia juga aneh."
"Tenang dulu," ucap Dellia mencoba menenangkan sahabatnya, keduanya duduk.
"Aku juga gak bisa prediksi setelah melihat video rekaman yang kamu kirim, aku kesulitan untuk menelitinya. Mereka berdua seperti menyatu, tapi jelas sosok dominan sekarang yang muncul adalah Yuri yang lain." terang Dellia membuat Yura mendesah berat.
Yura, wanita itu mengambil rekaman saat Yuri mengumpulkan mereka membahas tema ulang tahunnya dari kamera tersembunyi di rumah yang digunakan untuk memantau keamanan Yuri saat gadis itu sendiri dan mengirimnya pada Dellia, sahabatnya.
"Bagaimana ini? Bagaimana jika kejadian dulu terulang lagi? Tidak, bagaimana jika muncul kejadian yang lebih parah?" gumam Yura gelisah mengigiti kuku jarinya. Dellia memukul tangan Yura untuk menghentikan wanita itu, sekaligus menyadarkannya.
"Jangan berpikir aneh dulu, itu hanya merusak ketenanganmu. Maaf karena aku tidak bisa membantu banyak, putrimu benar-benar sulit ditebak. Kita berdoa saja semoga tidak terjadi sesuatu yang buruk."
Yura menatap Dellia tidak yakin, namun dia mengangguk lemah. Bagaimana pun dia harus melakukan sesuatu untuk berjaga-jaga, dia harus membicarakan hal ini lebih lanjut bersama Rayhan, suaminya.
°••●••°
Seperti kata Dellia, Yuri adalah gadis yang tidak bisa ditebak. Saat ini dia sedang menatap belati kesayangannya bergantian dengan Jeffan yang tertidur pulas di sofa rumahnya. Dia mengarahkan belatinya pada leher Jeffan tanpa pikir panjang.
"Bagaimana jika belati ini menancap pada dirimu? Atau kamu yang menancapkan belati ini pada dirinya? Salah satu dari kalian harus mati agar permainan ini berakhir dengan sempurna." Yuri semakin mendorong belatinya hingga mengenai kulit lehernya, jika dia semakin menekan bilah belatinya, mungkin leher lelaki itu akan tergores.
Tapi sebelum tindakannya berlanjut, sebuah tangan besar menahan pergelangan tangannya yang memegang belati. Yuri menaikkan sebelah alisnya menatap pemilik tangan tersebut, kelopak mata Jeffan terbuka.
"Bagaimana jika lo yang terbunuh?"
"Hm ...maka semua akan berakhir mengenaskan."
"Kamu tahu sendiri apa yang akan terjadi jika aku mati."
"Bagaimana jika gue yang terbunuh?" Jeffan menatap lekat kedua mata amber Yuri, kedua matanya menyipit, dia tersenyum. Yuri memutar belatinya dan menariknya, lalu dengan cepat dia mengarahkannya pada dada Jeffan.
Jika Jeffan tidak menahan pergelangan tangannya dengan kuat, mungkin lelaki itu sudah tertikam. "Seperti yang aku bilang, permainan akan berakhir dengan sempurna." kata Yuri menarik tangannya dan menyimpan belatinya.
Dia mendekatkan wajahnya pada Jeffan, membuat lelaki itu menahan napasnya karena wajah mereka hanya berjarak kurang lebih 5cm. Yuri tersenyum, dia merapikan anak rambut Jeffan. Jantung Jeffan berdetak lebih cepat dari biasanya, kedua mata amber Yuri menatapnya dalam.
"Jeffan sayang, permainan politik itu sangat gampang. Makanya orang gampang diperdaya, tidak susah untuk menipu banyak orang. Kebenaran? Siapa yang peduli jika bukti yang dipalsukan sudah ada di depan mata?"
Yuri mendekatkan wajahnya dan bodohnya, Jeffan refleks menutup kedua matanya. Yuri mengecup kedua mata Jeffan bergantian dan kembali menatap Jeffan, lelaki itu membuka matanya.
Deg deg deg ....
"Kenapa lo suka bertindak semau lo? lo ngelakuin hal gila ini dan nanti akan lo lakuin ke Alex."
"Kapan?" Yuri tersenyum miring, Jeffan terdiam. Benar juga, kapan Yuri melakukan hal yang sama dilakukannya pada Alex? Jeffan merasa aneh, tangan kirinya terangkat meraih kepala Yuri dan membelainya pelan.
Jari-jari panjangnya menelusuri bentuk wajah Yuri, mata, pipi dan terakhir ibu jarinya menyentuh sudut bibir kecil Yuri. Jeffan menarik wajah Yuri mendekat dengannya hingga hidung mereka bersentuhan, mereka dapat merasakan deru napas mereka yang bertukar.
Kedua mata amber Yuri menatapnya tajam, dia menyunggingkan senyum miring di wajahnya. Jeffan menghentikan gerakannya saat melihat senyum miring Yuri, namun gadis itu malah mengambil alih. Dia mengecup sudut bibir Jeffan dan berbisik, "Jangan terburu-buru, Jeffan Manarch. Aku sudah jadi milikmu, tak perlu takut dan tergesa-gesa."
Yuri menyeringai, dia menjauhkan wajahnya dan beranjak pergi meninggalkan Jeffan yang masih bengong. "Hah ...." Jeffan menghela tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi, dia bangkit dari posisi baringnya.
Tangannya menyentuh sudut bibirnya yang dikecup Yuri, dia masih tidak percaya. "Akkhh ...lagi-lagi! Makin gila gue dekat-dekat dia," gusar Jeffan mengacak-acak rambutnya frustasi. Tiba-tiba dia teringat dengan perkataan Yuri, "Tunggu, apa maksudnya dia udah jadi milik gue? Berarti janji mereka ...."
Jeffan yang baru saja memahami arti perkataan Yuri sontak tersenyum, "Ah, sial."
Jeffan menutup mulutnya berusaha menyembunyikan senyum di wajahnya.
Malam hari, di taman belakang kediaman Heldon ....
"Happy birthday, Yuri. Happy birthday, Yuri. Happy birthday, happy birthday, happy birthday, Yuri ...."
Tepuk tangan meriah mengiringi nyanyian lagu untuk Yuri yang berdiri di depan kue dengan lilin angka 18 tahun yang menyala. Sesuai keinginan gadis itu, hanya orang tuanya, Alex, Nelion, Jeffan, Chesil dan Virgan yang memeriahkan acara ulang tahunnya yang sederhana.
Gadis itu hanya mengenakan sweeter dan celana lepis pendek, sedangkan yang lainnya memakai pakaian kasual. Yuri memejamkan matanya membuat harapan di hari ulang tahunnya, lalu dia membuka matanya dan menunduk.
"Fyuuu ...." Yuri meniup lilin yang menyala di hadapannya dan kembali terdengar tepuk tangan untuknya.
"Gue pertama, Yur! Pokoknya pertama!" imbuh Chesil begitu melihat Yuri memegang pisau hendak memotong kuenya.
"Enak aja lo, gue yang banyak bantuin keperluan acara ini!" bantah Virgan tidak terima.
Yuri tidak memedulikan ocehan keduanya, dia memotong kuenya dan meletakkannya di piring kecil. "Ini buat Mama, aaaa ...." ucap Yuri menyodorkan sendok pertama untuk Yura, ibunya. Melihat itu Chesil mendengus kesal, setelah itu Yuri menyuapi Rayhan, Alex dan Jeffan.
"Buat gue mana, Yur?" tanya Chesil tidak terima karena tidak mendapatkan suapan dari Yuri padahal dia sudah menunggu dengan sabar.
"Ambil sendiri, punya tangan sama kaki juga." jawab Yuri mengacuhkan Chesil.
"Punya teman gak tahu diri ya kek gini, nih." sindir Chesil menatap Yuri sinis tanpa tahu tempat, bagi Yuri sudah biasa apalagi orang tuanya dan Alex. Yura menggelengkan kepalanya, dia mengeluarkan kotak beludru berukuran sedang dari paperbag dan menyodorkannya pada Yuri.
"Udah, udah, ini hadiah dari Mama sama Papa."
Yuri tersenyum, dia yakin isinya adalah perhiasan dan benar saja, saat dia membukanya berisi perhiasan lengkap dari anting, kalung, gelang dan cincin. "Makasi, Ma, Pa." ucap Yuri mengecup kedua orang tuanya bergantian.
"Ini, Nyai." ujar Virgan menyerahkan sebuah paperbag dengan dramatis seperti mempersembahkan hadiah pada seorang Ratu. Yuri terkekeh dan membukanya, kedua matanya langsung berbinar-binar saat melihat hadiah pemberian Virgan.
"Aaaa ...makasi, Virgan!" serunya girang, dia mengeluarkan sekotak puding mangga yang besar dan menaruhnya di sebelah kuenya. Virgan tersenyum bangga, dia memang tidak salah memilih kado sederhana untuk Yuri.
"Ini, gue gak tahu lo kekurangan apa lagi jadi beli sembarang." kata Chesil sombong tidak mau kalah dari Virgan.
"Wih, gini nih, Ma. Kekayaan yang gak bisa disimpan, tapi makasi, ya." Yuri memamerkan kunci mobil Pajero Sport terbaru membuat Virgan langsung membulatkan kedua matanya tidak terima.
"WOI, CESE! GUE ULANG TAHUN BELIIN ITU JUGA!" rengek Virgan sambil mengguncang tubuh Chesil, jelas saja itu bukan permintaan ngelunjak lagi tapi maksa.
Chesil memutar bola matanya malas, "Ck ...sok kere lo!"
"Ini, selamat ulang tahun, Yuri." ucap Nelion tiba-tiba menyodorkan sebuah kotak persegi berukuran lebih besar dari telapak tangannya.
"Hahaha ...terima kasih, tuan Manarch." balas Yuri memaksakan senyumnya, saat dia mengambil alih kotak tersebut dia merasa berat. Dia sudah bisa menebak hadiah pemberian Nelion, lalu dia membukanya.
Semuanya terkejut membatu melihat isi kotak tersebut, sedangkan Yuri tersenyum miring.
Let's start the game, Manarch.
Tbc.
ADUHH PENING SAYA, LAGI KURANG KERJAAN APA SAMPAI RENCANAIN PEMBUNUHAN YURI? HERAN, BANYAK BANGET COBAAN YURI.
JEFFAN, PLIS :) JANGAN BUAT ALEX GWEH JADI SADBOY, WOI. TRUS KELEN TUH, IHH GAK TAHU SUDAH MAU NGOMONG APA:)
YURI, KAMU ITU MEMBINGUNGKAN. TIDAK HANYA MEMBINGUNGKAN PEMBACA, TAPI JUGA AKU😭😭
DAN ....
ISI SENDIRI DAH, CAPEK. SAMPAI JUMPA DI PART SELANJUTNYA, MUAH <3