CANIS [END] √

By okkyarista

967K 72.9K 7.8K

SEKUEL URSA Janu Averroes Mahawira, M.D, FICS Namanya terdengar cerdas, wajahnya menunjukkan kebijaksanaan, d... More

Opening
0.2 || Bapak Pilih Mana?
0.4 || Wali
0.6 || Ramune
1 || The Lyre - Vega
2 || The Eagle - Altair
3 || The Northern Cross - Deneb
4 || The Virgin - Virgo
5 || The Cup Bearer - Aquarius
6 || Chiron - Sagittarius
7 || Arcturus - Boötes
8 || Ras Algethi - Hercules
9 || The Ethiopian Princess - Andromeda
11 || Myrtilus - Auriga
12 || The Altar - Ara
14 || Ursa Major #1
15 || Coronis - Corvus
16 || Corona Borealis - Crown
21 || Northern Gate of Sun - Cancer
22 || The Lion of Namea - Leo
24 || Io's Son - Cepheus
27 || Ophiuchus - Asclepios
27.5 || Ophichulus - Asclepios
EXTRA PART - 2 Months Old Shua
EXTRA PART - 4 Months Old Shua
EXTRA PART: Lubeli Promise
EXTRA PART: JEYEK!
Hepi Besday, Ayah!
Izin Tinggal & Anniversary
[SPIN OFF] LUV, YA! (Farris x Olivia)
EXTRA - Not So Much Valentine
CANIS NAIK CETAK!

18 || Canopus - The Second Best

16.2K 2.1K 314
By okkyarista

"The star which pours his light in a glance of fire, when he disperses the morning dew."

Awali pagi ini dengan yang manis-manis, semoga mengobati rindu kalian akan Ursa dan Eros, selamat berhari Minggu, jangan lupa tidur.

•••

IRMA menoleh sekali lagi, memastikan bahwa tidak ada orang yang dimaksud menuju ruang istirahat para perawat di belakang pusat informasi poliklinik tulang belakang. Jalannya semakin cepat hingga setengah berlari menyusup ke balik pintu dan langsung menggebrak meja tempat berkas-berkas bertumpuk sesuai tanggal.

"Eh!" bukanya sambil menarik sebuah kursi kemudian mendudukinya. "Gue rasa Dokter Eros bakal kena skandal selingkuh lagi nih!"

Kalimat tersebut seperti satu batang korek api menyala yang jatuh di atas setumpukan daun kering. Perawat lain yang tengah sibuk dengan tugas masing-masing langsung merapatkan diri ke arah meja tempat Irma berada.

"Kenapa, kenapa?"

"Barusan gue nemenin Dokter Eros sama anak Koas visit, kan ... terus tuh biasanya Dokter Eros walaupun ramah kan keliatan banget ngejaraknya, kan? Tadi tuh enggak sama sekali!"

"Tapi Dokter Eros baru nikah, ya masa dia selingkuh?" kilah Lastri.

"Paseinnya tadi abis dicek kakinya kan, terus selimutnya kesingkap, dibenerin dong, ditanya haus nggak, dibantuin minum sampai dibantuin ganjalin bantal punggung. Perhatian banget, gue ngegebet Dokter Eros berbulan-bulan aja nggak dilirik!" heboh Irma.

"Emang pasiennya cantik, Ma?" Kinan perawat senior yang baru bergabung, tak tahan bertanya.

"Cantik, cantik banget malah! Mirip itu ... anu ... anak Twice, siapa sih itu namanya? Yuzu?"

"Tzuyu maksudnya?" sahut Lastri. "Yuzu mah jeruk jepang, cerdas!"

"Iya itulah pokoknya, tapi pipinya lebih tirus. Putih banget lagi, vibe anak orang kaya."

"Ya kalau secantik Tzuyu mah pantes aja lo nggak ditengok, Irma!" Kinan menepuk kepala Irma gemas. "Bentukan lo kayak si Komo gini!"

"Iya, kan? Nggak ada harapanlah gue. Tapi gue yakin sih Dokter Eros tuh suka sama pasien tadi."

"Pasien yang mana?"

"Yang di bangsal Lily itu lho, yakin sih bakal ada affair jilid dua."

"Masa sama istri sendiri dibilang affair?"

Irma baru sadar teman menggosipnya kembali sibuk dengan pekerjaan mereka dan keadaan ruangan kembali sunyi. Tiba-tiba tenggorokannya terasa kering, ujung-ujung jarinya dingin, dan perutnya mulai melilit seiring tubuhnya berputar menghadap sosok yang menyahut di balik tubuhnya.

Dokter Eros tengah berdiri bersandar pada pintu dengan kedua tangan terlipat di bawah dada dan senyum mengembang. "Istri saya ada jadwal pemeriksaan pukul sepuluh dan kemungkinan saya masih di ruangan operasi, nanti mohon dibantu ya karena kemungkinan belum ada wali yang menemani," ucap Eros masih dengan senyum. "Terima kasih."

Ruangan sepi menunggu hingga langkah kaki Dokter Eros tak terdengar lagi barulah penghuni ruang santai bisa bernapas dengan lega.

"Pantas aja digodain Livia nggak berpengaruh, istrinya kayak girl band Korea."

•••

Sendirian di rumah sakit sudah bukan hal baru bagi Ursa, ia terbiasa sendiri, tak perlu ditemani karena ada perawat yang membantu, justru lebih repot jika ia di rumah, hanya ada Rindang yang dulu mulai bekerja atau ibunya yang terpaksa harus membatalkan pertemuan untuk merawatnya, jadi dari dulu, jika kambuh Ursa memang memilih dirawat di rumah sakit.

Tetapi beda keluarganya dengan keluarga Eros, keluarga Mahawira memiliki banyak anggota, haram hukumnya bagi mereka meninggalkan keluarga yang sakit sendirian di rumah sakit tanpa pengawasan keluarga.

Semenjak pagi tadi setelah Eros mengatakan ada tiga operasi hari ini yang artinya baru bisa menemani Ursa selepas isya, grup keluarga ramai saling bertanya siapa yang jadwalnya kosong hari ini.

Berkali-kali Ursa dan Eros mengatakan tak perlu ditemani, berkali-kali juga mereka diabaikan. Obrolan 'tak usah ditemani' tidak dianggap oleh mereka dan sekarang, baru pukul sembilan pagi, Ursa bahkan baru selesai mencuci wajah dan disisirkan rambutnya oleh Eros beberapa menit lalu, kedua mertuanya masuk dengan tas tentengan seperti orang mau piknik.

Ursa saking kehilangan kata-kata hanya bisa meringis tertawa. Ia sudah mendapat banyak daftar larangan makan yang dibuat Eros selama perawatan hingga diketahui mengapa sampai pingsan kemarin sore, makanan dari luar tentu saja beresiko.

"Ini buah kok, buat kamu Ibu kupasin buah yang banyak airnya," Ibu meraih satu kotak makan yang ditaruh di tas pendingin, menunjukkan potongan melon, semangka, bengkoang, papaya, dan mangga pada Ursa kemudian meletakkannya ke dalam lemari pendingin. "Kalau buat Eyos iya, makanan berat. Tenang, Cha, suamimu cerewet dari semalam buat nggak bawain makanan berat, suruh bawa buah aja kok."

"Makasih ya, Bu."

"Mau makan buahnya sekarang? Tanganmu sudah nggak lemas lagi?"

"Enggak usah, aku baru selesai sarapan tadi. Tangannya sudah baikan," Ursa membuka dan mengepal tangannya beberapa kali, menunjukkan bahwa motoriknya sudah kembali. "Tapi belum bisa angkat yang berat-berat sih, kayak gelas isi air, masih gemetar." Dari lama Ursa penasaran, tetapi pertanyaan ini selalu timbul di waktu yang tidak tepat hingga ia harus menahannya, dan rasanya sekarang waktu yang tepat. "Bu, kenapa sih Mas Eros dipanggil Eyos?"

"Oh, dulu itu si Sina belum bisa ngomong 'R' tapi belum bisa juga ngomong L, jadi dia kalau manggil Eros tuh Eyos, Eyos, gitu," jelas mertuanya sambil tergelak. "Lucu banget Eros sama Sina tuh badannya dulu nggak beda jauh, pas baligh ternyata Sina bisa gemuk, Eros tetep aja segitu badannya dari dulu. Makan malam banyak timbangan naik dari 55 ke 55.9, pas pagi turun lagi jadi 55.1, nggak ngerti lagi deh."

"Nah, kamu pikir kalau Eros dipanggil Cak itu apa, Cha?" tanya Bapak yang kembali dari area pantry sambil membawa dua cangkir kopi yang salah satunya diberikan pada Ibu.

"Cak kayak kakak gitu, kan?"

"Ini nih yang mulai," Ibu memukul pelan lengan Bapak, "anakku dipanggil Cicak!"

Ursa tergelak. "Kok bisa cicak?"

"Pernah lihat foto Eros sewaktu SD, kan? Putih banget, matanya besar kayak mau keluar, iris semua, kurus, dan panjang, kayak cicak, toh?"

Pagi menjelang siang ini Ursa merasa beruntung tak menunda pernikahannya dengan Eros, ia tak masalah sendirian di rumah sakit selama dirawat, tetapi ternyata ada teman ngobrol tak buruk juga.

Ponselnya berdering, telepon lewat WhatsApp dari Mbak Azwa, tumben. "Ya, Mbak?"

"Heh, lo udah liat artikel berita belum?"

Setelah memutuskan cuti dan tak menghubungi selama dua minggu tiba-tiba menanyakan artikel berita. "Belum, apaan?"

"Gue kirimin!"

Kemudian sambungan terputus, diiringi sebuah dentingan pesan berupa tautan link sebuah portal berita daring yang sering mengunggah gosip-gosip seputar dunia entertainment. Di artikel yang disebutkan tertulis: "Ingat Selingkuhan Mantan Tunangan Dokter Anne? Begini Wajahnya Sekarang" dalam huruf cetak tebal dan seluruhnya kapital.

Ingat video viral yang memperlihatkan kemersaraan Dokter Eros, mantan tunangan Dokter Anne, dengan perempuan bernama Ursa Epiphania Kawindra yang dulu diduga sebagai selingkuhan Dokter Eros di pernikahan aktris muda Ramiel dan Gladys kemarin? Begini rupanya istri Dokter Eros itu sekarang?

Ada sebanyak sepuluh foto Ursa yang dicomot dari akun Instagram tanpa seizinnya, bukankah mencuri foto seseorang kemudian membuat keuntungan sendiri adalah pelanggaran? Tapi tak masalah, dengan artikel ini orang lebih aware bahwa Eros dan dirinya tetap bersama bahkan menikah dan bahagia terlepas dari sumpah serapah orang-orang yang mengatakan mereka akan putus di tengah jalan lantaran cara mendapatkan yang salah.

•••

Tiga operasi hari ini terhitung operasi ringan yang hanya memakan waktu tiga sampai empat jam, di jam dua lewat beberapa menit Eros sudah keluar dari ruang operasi, mengganti scrub baru, dan bergegas ke kamar istrinya.

Pagi tadi Ursa bersikeras tak ingin ditengok, entah hal itu dikabulkan atau tidak, Eros berharap tidak dikabulkan, ia ingin Ursa dijaga, perawat tak selalu luang dan bagaimana kalau Ursa terjatuh di kamar mandi, rasanya sulit dibayangkan bisa memanggil perawat.

"Kalau cari saya, saya di tempat istri ya," pesan Eros pada Dahlia yang langsung tersenyum lebar.

"Dulu, 'saya di tempat Ursa ya', sekarang 'saya di tempat istri', widiw banget!" ledeknya sambil berlari menjauhi jangkauan lengan Eros.

Sayangnya, seperti hari-hari biasa mengapa Eros jarang muncul berkeliaran di lorong rawat inap maupun ruang tunggu, ada saja yang menahannya menuju kamar Ursa, padahal istirahatnya hanya sembilan puluh lima menit sebelum beralih ke operasi ketiga yang mulai pukul setengah empat sore.

"Dokter Eros!" panggil direktur rumah sakit, Professor Chairul, "kebetulan banget, saya baru mau ke ruangan Dokter."

Daripada senyuman, cengiran di wajah Eros lebih pantas disebut ringisan. "Siang, Prof, tumben nih di sini, nggak ngajar?"

"Enggak, saya emang mau ketemu kamu. Makan siang bareng, yuk!"

Kalau sudah dilobi makan siang artinya akan ada hal serius yang dilimpahkan padanya sebentar lagi. "Aduh, maaf nih, Prof, saya janjian makan siang sama istri, tapi kalau memang mendesak boleh diutarakan sekarang kok, Prof."

"Oke, di sini aja kalau gitu." Professor Chairul menepuk pundak kiri Eros. "Kamu ingat seminar Trauma Medulla Spinalis and Pregnancy yang kamu tanya kapan jadwalnya itu? Ternyata saya salah lihat, bulan ini dan seminggu dari sekarang acaranya, di Jerman."

Jika saja Ursa tidak sedang sakit, tentu ia akan bersedia pergi dan meninggalkan Ursa dalam keadaan sehat, tetapi Ursa masih akan merasakan kesemutan hingga kebas sampai beberapa hari ke depan, mana tega ia meninggalkan Ursa sendirian.

"Saya bicarakan sama istri dulu ya, Prof. Kebetulan istri lagi sakit, saya nggak tega ninggalnya."

"Oke, kalau memang nggak bisa, kamu kabari saya secepatnya untuk cari pengganti, sayang bangkunya kosong."

"Baik, Prof, terima kasih."

Kesempatannya 50:50, berangkat dan mencari solusi untuk istri juga ratusan wanita dengan penderitaan yang sama dengan Ursa atau tinggal dan merawat Ursa.

Baru dua menit Eros berjalan, ia kembali ditahan, tetapi kali ini oleh Riska dan ayahnya yang baru selesai kontrol ke dokter paru dan menyempatkan diri mampir ke RSTI untuk mendapat jawaban dari kesediaan penyumbang operasi Riska bertemu.

"Dok, sudah ada jawaban dari penolong saya?"

"Ah, kayaknya dia nggak mau. Tapi dia sedang sakit sekarang, kamu doakan aja biar sembuh ya."

Satu lagi hambatan yang berhasil dilalui. Eros merapal agar tak ada lagi hambatan sampai ke kamar Ursa, kenapa sulit sekali rasanya ingin makan siang dengan istrinya saja. Begitu memasuki bangsal Lily, Eros bernapas lega lantaran tak ada gangguan.

Namun dari kaca pemisah antara lorong dan bangsal rawat inap Lily itulah Eros bisa melihat sosok tinggi dengan kemeja hijau lembut dan celana kerja membingkai kakinya yang pas berjalan mondar-mandir dengan telepon menempel pada telinganya, kerutan terlihat di antara alisnya seiring Eros semakin mendekat. Siapa lagi kalau bukan Oliver.

Dari jarak lima meter ia bisa mendengar suara satu arah tersebut, namun begitu Oliver melihat Eros memasuki bangsal rawat inap, Oliver menghentikan bicaranya dan memandang Eros.

Tatapan itu membuat diri Eros yang telah lama tidur ingin berontak, ada perasaan ingin meninju dan mencungkil mata Oliver yang memandangnya dengan tatapan menilai. Apa-apaan, beraninya dia memandang dokter yang menolong adiknya dengan tatapan menghakimi!

Diapakan enaknya Oliver ini? Ditendang selangkangannya? Atau dipelintir tangannya hingga minta maaf? Atau langsung tinju wajah saja? Dari jauh ia sudah meniatkan untuk menghajar Oliver agar hatinya sedikit lega.

"Siang, Dok," sapa Oliver sambil menundukkan kepalanya.

"Siang, Pak Oliver," sapa Eros balik dengan senyuman bisnis yang langsung mendapat kutukan instan. Duh, goblok kok ya dipelihata gitu, Ros? Mau nendang lehernya malah senyum balik, tololmu kok ya dipelihara? Kambing pelihara!

Setengah berlari Eros memasuki kamar Ursa, tidak tahan ingin tertawa sendiri dengan ketololannya dan tak ingin dilihat ketawa-ketawa sendiri di lorong rumah sakit.

"Hai, udah makan?" tanya Eros begitu membuka kamar rawat inap dan melihat istrinya tengah duduk di ranjang sambil menonton tayangan televisi lokal. Eros ikut melirik acara yang Ursa tonton, acara yang namanya mirip seperti makanan: Cupcake, Bolu, Tart, Kukis, Kerak Telor, entahlah.

"Udah kok, makanan kamu ada di tas bekal," Tangan Ursa menunjuk meja di ruang santai.

"Ibu sama Bapak ke mana?" Eros memeriksa tas bekal dilapisi alumunium foil agar menjaga hangat lebih lama kemudian membawanya mendekati ranjang Ursa.

"Makan siang, baru keluar kok."

Makan siangnya kali ini adalah nasi putih, semur daging sapi bertabur bawang goreng buatan ayahnya, acar ketimun dan wortel, serta sambal goreng. "Kayak besek selametan, ya? Kurang sambel goreng ati kentang aja nih."

"Jangan-jangan emang lauk besek diangetin?" duga Ursa membuat Eros hampir tersedak. "Kamu kalau makan siang biasanya makan apaan? Makan angin?"

"Makan ati, Cha," ia menyengir ketika Ursa mengelap sisa bumbu semur di pipinya. "Biasanya makan buah di lounge atau energy bar sih, takut kebelet poop pas operasi."

"Cicak poop-nya kan putih hitam, ya?"

"Mohon maaf nih," Eros duduk tegak, "ini lagi makan kenapa ngomongin tahi cic-wait, kok kamu tahu?"

"Ibu,"

"Ah, rese nih. Emang harusnya dikasih tahu rahasia 'Cak' biarkan tetap Bapak sama Ibu aja yang tahu." Tetapi ia tetap menyengir. "Tadi aku ketemu Oliver di depan."

"Oh, ya? Jadi nggak ngajakin Oliver baku hantam kalau ketemu?"

"Jadilah, aku hajar tadi mukanya sampai dia mohon-mohon minta ampun, terus aku bilang 'jangan deketin bini gue lagi, atau habis lo sama gue' gitu," jawab Eros dengan mulut penuh nasi.

"Iya? Hebat banget suamiku, terbaik. Eh, tapi kok hidung kamu tambah mancung, ya?"

Itu sindiran yang membuat keduanya tergelak, berusaha mengalihkan pikiran mereka dari hasil tes Ursa yang baru bisa dilihat esok siang. Mata Eros menangkap yang tadi pagi tak berada di kamar, buket bunga anyelir di nakas samping tempat tidur.

"Ibu bawa buket bunga?" tanya Eros menunjuk pada benda asing tersebut.

Seketika mata Ursa yang tengah menonton televisi teralihkan, berkedip cepat, dan memasang senyum setengah meringis. "Bukan Ibu."

Alarm Eros berbunyi, ia menghentikan makannya. "Apa ada yang harus aku tahu?"

"Dari," telunjuk Ursa mengarah ke belakang dan tak perlu dilanjutkan pun Eros sudah tahu siapa yang Ursa maksud. "Maaf, aku nggak tahu kalau dia bakal dateng pas Ibu sama Bapak keluar. Tapi bener deh, dia cuma kasih bunga aja."

Waktunya yang sempit terlalu berharga untuk disita dengan kecemburuan pada orang yang bahkan tak Ursa anggap keberadaannya. Jadi, untuk apa dia memikirkan?

Samar-samar televisi menayangkan iklan film Sherina 2 yang akan tayang dalam waktu dekat di bioskop, lengkap dengan cuplikan adegan-adegan mengesankan dari film Sherina pertama yang tayang belasan tahun lalu di bioskop Indonesia, termasuk nyanyian saat Sherina berada di Boscha:

... canopus, capella, vega ...

"Canopus tuh nama bintang juga, kan?" tanya Ursa.

"Iya, bintang kedua paling terang di langit setelah Sirius yang kalau dilihat di langit itu sebelahan. Lucu ya, orang nggak tahu kalau-" ponsel yang berdering dari saku celanannya menganggu konsentrasi Eros. Begitu melihat nama Farris tertera, Eros langsung menyingkirkan makan siangnya. "Ya?"

"Operasi sudah siap, Dokter."

"Oke, sepuluh menit, saya habisin makan siang dulu." Tanpa melanjutkan kalimatnya yang terputus Eros melahap banyak-banyak bekal yang ibunya bawakan hingga tak ada satu butir nasi pun di tempatnya. "Cha, aku balik lagi ya."

Eros bangkit dari duduknya, berjalan keluar ruangan sambil mengelap bibir dengan tisu, berjaga-jaga bumbu semur buatan ayahnya menempel di sudut bibir kemudian ingat sesuatu setelah lima langkah keluar dari kamar Ursa.

"Lho, kenapa balik lagi? Ada yang ketinggalan?" tanya Ursa begitu melihat Eros muncul kembali di ambang pintu.

"Iya, lupa cium." Tangannya menahan kepala Ursa agar mendongak kemudian menempelkan bibirnya ke bibir Ursa kuat-kuat sambil menyisipkan lidahnya di antara celah bibir Ursa. "Kalau ada apa-apa panggil Ners aja."

"Rasa semur!" protes Ursa.

•••

Ibu dan Bapak pulang pukul lima kurang karena hari ini adalah jadwal Bapak mengimami shalat di masjid dekat rumah, tak boleh terlambat dan Ursa mesti meyakinkan mertuanya tersebut berkali-kali kalau takkan terjadi apa-apa padanya selama beberapa jam ke depan hingga Eros selesai dengan pekerjaannya.

Ursa menggerakkan kakinya, mengajaknya berjalan berkeliling kamar dengan bantuan tongkat sementara tangan kirinya sibuk mengenggam ponsel dengan laporan perkiraan lama produksi untuk seribu buah set anting, gelang, dan kalung. Tangannya masih sedikit lemah saat mengenggam, tapi sudah mulai bisa menahan berat ponsel dan kakinya sudah tidak gemetar lagi.

Tentu progres dalam satu hari bisa mendapatkan motoriknya kembali adalah hal luar biasa dibandingkan dengan sebelum operasi, tapi seperti yang Eros katakan, kerusakan yang ia alami permanen, ini adalah maksimal yang bisa tubuhnya sembuhkan.

Mendekati jam visit Ursa memilih untuk kembali ke ranjangnya dan hampir ketiduran ketika Eros, Farris, dan seorang perawat berjilbab dengan tag nama Lastri.

"Sore, ngantuk ya?" tanya Eros dengan senyum professional. Tujuh tahun menjadi pasien Eros bukanlah hal sulit membedakan mana senyum sebagai kekasih dan senyum sebagai dokter.

Selama laporan dari lab belum turun, Eros belum berani menyimpulkan namun sejauh ini ia memiliki satu kemungkinan yang sudah dikemukakannya dahulu: degenerasi Wallerian yang memicu tekanan darah Ursa tak terkontrol hingga kolaps dan kehilangan kemampuan motoriknya untuk beberapa saat hingga tekanan turun dan motorik perlahan kembali.

"Besok sore sudah boleh pulang ya, tekanan darah sudah normal, tapi di rumah harus jaga makan terus dan pantau tekanan darah sehari tiga kali selama satu minggu ke depan setelah mulai rawat jalan ya," ucap Eros panjang lebar. "Suaminya Bu Ursa kan dokter, saya yakin dia tahu pantangannya kok, jadi saya serahkan ke suaminya."

"Oke, nanti saya bilang ke suami saya, semoga dia nggak cemburu karena dokter yang meriksa saya cowok."

Farris yang berdiri di belakang Eros tengah menulis ucapan Eros langsung meninggikan papan jalannya hingga menutupi wajah mendengar percakapan dari dokter yang dikenal murah senyum namun tak memiliki jiwa dengan istrinya.

"Oke, kalau begitu selamat istirahat, Ibu Ursa."

"Ya, ya, ya," jawab Ursa sambil menyingkab selimutnya dan hendak turun dari ranjang.

Eros yang baru setengah jalan meninggalkan kamar Ursa langsung berbalik dan melingkarkan lengannya ke pinggul Ursa. "Mau ke mana?"

"Ke toilet."

Tanpa diminta lagi, Eros membantunya ke kamar mandi, menahan punggungnya selama ia berusaha duduk di kloset. Tangan Ursa meraih kain di balik gaun rumah sakitnya kemudian menatap Eros tajam. "Kamu ngapain masih di sini?"

"Nungguin kamu pipis," ucap Eros.

"Ya tunggu di luar aja." Ursa mengibaskan tangannya. "Ih, sana!"

"Ya udah pipis aja, aku tungguin, takut kamu kepleset pas berdiri, bahaya!"

"Ya ampun, Mas," tangan kanan Ursa memukul pegangan yang disediakan pihak rumah sakit di sepanjang tembok kamar mandi. "Aku bukan seharu dua hari sakit kayak gini, aku udah khatam teknik berdiri pas kaki lemas, udah sana!" sayangnya kalimat itu tak berpengaruh pada Eros. "Aku malu!"

"Apanya yang malu? Kan aku udah sering lihat!"

"Kamu mau tunggu di luar atau kepalamu masuk kloset?"

"Oke." Tanpa bantahan Eros keluar dari kamar mandi dan menunggu di depan pintu.

Sebaik apa pun pengendalian emosi Eros, tetap kalah dengan tanggung jawabnya sebagai seorang suami dan lepas kendali hingga ditertawai oleh Farris serta Ners Lastri yang menyaksikan Eros diancam untuk diamasukkan kepalanya ke dalam kloset jika tidak keluar saat itu juga.

Pukul sembilan itu sebentar lagi, tapi kenapa delapan menit lagi terasa lama ketika ditunggu. Sore tadi Eros mengiriminya pesan bahwa baru bisa menemui Ursa lagi pukul sembilan malam lantaran ada materi yang harus diisinya.

Sayangnya, meski sudah pukul sembilan, Eros belum juga muncul di kamarnya. Mungkin sedang membereskan berkas atau jam materi jauh lebih lama?

Hingga menyentuh pukul setengah sepuluh kepalanya mulai membuat skenario paling buruk: dijegat Olivia, padahal Ursa sudah menyiapkan dongeng untuk Eros hari ini.

Untuk menghilangkan rasa curiganya, Ursa turun dari ranjang dan berjalan perlahan menuju pintu kamarnya, kalau sampai ia lihat Eros sedang dijegat Olivia di lorong, sandal rumah sakit ini akan melayang, janji Ursa.

Namun, belum sempat Ursa mencapai kenop, pintunya terbuka.

Bukan wajah Eros yang terlihat, melainkan buket bunga matahari di dalam kotak putih yang membuat warna kuning dari bunga kesetiaan tersebut menjadi poin perhatian. Di balik buket bunga tersebut, Eros menyengir lebar.

"Tara! Aku bawain bunga buat kamu, biar warna kamarnya nggak pucat," buket bunga di tanan kanan dan Ursa di lengan kiri, Eros membawa keduanya ke area santai tempat sofa panjang ditata menghadap televisi.

Ursa yang masih terbengong hanya menatap suaminya dengan alis kiri yang naik.

"Nah, yang ini," Eros mengambil buket bunga anyelir merah muda di meja kemudian membawanya ke keranjang sampah di sudut ruangan dan membuang-hampir melempar-buket bunga tersebut ke dalamnya. "Ini buang aja, bikin kelihatan pucat!"

Sekarang Ursa tahu mengapa suaminya tiba-tiba membawa buket bunga, padahal dua tahun berkencan dan empat bulan menikah, tak pernah sekalipun Eros memberikannya buket bunga, lebih sering bunga di bank yang sudah pasti takkan layu dan mati kekurangan air.

"Ya ampun, suamiku cemburu rupanya." Ursa tergelak hingga bersandar ke sofa.

"Dih, enggak ya. Aku cuma mau menghibur kamu aja, di bagian bawah ada cokelatnya," Eros menarik bagian bawah kotak buket. "Kamu boleh makan cokelat kok, ya asal jangan semua sekaligus dalam sekali makan sih."

Ursa masih belum menghapus cengirannya sambil mengangguk. "Oke, oke."

Seseorang mengetuk pintu kamar Ursa dan Eros yang menanggapi dengan sebungkus nasi goreng panas dengan telur ceplok di atasnya. "Aku makan dulu ya, laper banget."

Orang bilang selama apa pun berkencan akan tetap berbeda setelah menikah, Ursa awalnya skeptis dengan kalimat tersebut. Ia sudah lama mengenal suaminya sebelum berkencan, di matanya sebagai pasien, Eros adalah pria yang sempurna, bahkan setelah berkencan dan mengetahui kekikukkan Eros dalam mengekspresikan perasaannya masih Ursa pandang sebagai sesuatu yang sempurna, Sirius-nya yang tak bercela, paling terang di antara bintang mana pun di langit.

Kemudian sisi itu mulai terlihat setelah menikah, kecemburuan yang tak ingin diakui, tanggung jawabnya sebagai suami, hingga kehilangan kontrol di depan kolega kerjanya padahal tak sekalipun Eros pernah melakukan ini sebelumnya.

Dan sisi lain Eros itu seperti Canopus, bintang terang kedua yang tak pernah disebut-sebut apalagi diromantisasi oleh penyair.

Tangan Ursa naik mengelus punggung Eros. "Kamu tahu Canopus ada ceritanya nggak?"

Dahi Eros berkerut sebentar sebelum menggeleng pelan. "Enggak banyak yang bisa digali dari Canopus. Bukan bintang yang kedudukannya penting, nggak termasuk dalam rasi bintang, bukan lagi poros langit bagian Selatan, jadi nggak banyak literatur yang menuliskan atau bahkan mengingat-ingatnya. Orang cenderung lebih suka si nomor satu, kan?"

"Padahal si nomor dua itu yang bikin nomor satu ada, ya?"

Eros mengangguk. "Sama kayak kekurangan, dianggap nggak penting padahal kekurangan itu yang bikin kelebihan menonjol." Menjeda sampai ia selesai mengunyah nasi gorengnya. "Kalau menurut mitologi Yunani, Canopus itu kapten kapal Menelaus muda yang ganteng dan disukai Theonoe, permalah di Mesir, tapi nggak sempat ngungkapin perasaannya karena keburu mati digigit ular.

"Canopus itu tentang ungkapan kejujuran. Bintangnya kelihatan sebelum fajar dengan warna kemerahan di ujung Horizon, dan di jam-jam menjelang Subuh itu biasanya manusia mengakui segala perasaannya bahkan perasaan paling gelap sekalipun. Mungkin itu juga yang buat Canopus kurang dikenal, kejujuran di ujung horizon itu dingin, nggak semua orang sanggup terima."

Sadar akan apa yang diucapkannya, Eros menenggak segelas air mineral sebelum meletakkan piring kosong ke atas meja dan menjauhkannya. "Cha," panggil Eros. "Aku cemburu."

Bisa saja Ursa meledek Eros, tapi rasanya itu bukan reaksi yang tepat. Perasaan pasangannya adalah valid meski sumber kecemburuan itu sendiri bukan sesuatu yang patut dipermasalahkan, jadi, Ursa memilih untuk mencium pipi Eros.

"Terima kasih sudah jujur, Mas, aku suka bunganya."

Eros balas tersenyum. "Ciumnya salah tempat."

"Emang minta dimasukin ke kloset sih kepalanya."

•••

Selamat berhari Minggu!

Kalau musim panas punya Summer Triangle, musim dingin punya kumpulan cerita perburuan, di Selatan punya konstelasi yang nggak kalah keren, konstelasi besar bernama Argo Navis yang terdiri dari empat rasi bintang, salah satunya adalah Carina sebagai kerangka kapal.

Rangkaian Argo Navis ini bisa dilihat bulan Desember.

Canopus juga yang mendasari teori lagu Stand on the Horizon milik Franz Ferdinand, but when the sun this low, everything's cold
Canopus sering disebut Golden Earth dan kemunculan puncaknya ada di Desember selama musim dingin.

Continue Reading

You'll Also Like

1.2M 138K 44
Dua minggu sebelum kepulangannya ke Indonesia, Lily tiba-tiba diputuskan pacarnya secara sepihak. Saking galau dan frustasinya, alih-alih pulang, tan...
2.2M 213K 39
connected [ kuh-nek-tid ]: having a connection Alfian Djanuar Nandiardji is my first love. He is the only person I wish I could pass the future with...
611K 72.4K 38
Abhista Kayesha (22) hanya ingin lulus secepatnya, demi membuktikan pada orang tuanya kalau dia juga bisa berprestasi dengan predikat cumlaude. Namu...
472K 42.7K 60
[Bukabotol #3] Aku yakin, aku lagi menghadapi quarter life crisis versiku di umur 27 tahun menuju 28 tahun. Melihat pencapaian anak-anak muda jaman s...