抖阴社区

[??HYUCKREN] Fall For You

By dusk813

133K 12.7K 1.5K

[ COMPLETED ; March 2021 ] "Tentang rahasia dan kebohongan yang melahirkan ketulusan cinta dan pengorbanan ha... More

The Main Cast
Video Trailer (NEW VERSION)
01. Prolog: 看在眼里
02. Robin Hood
03. Day Dream
04. ??? ? ??
05. About You
06. The Black Rose
07. Because of a Secret
08. N?her Kommen
09. Full of Revenge
11. Next, Stand By Me
12. ???
13. ?? ??
14. Unreasonable Longing
15. Untold Stories
16. Dark & Light
17. Orange
18. Black Mist
19. 相信
20. Make a Wish
The Ending of Something
21. The Revealed
22. Love and Crime
23. Something Unexpected
24. The Monster's Inside
25. That's (Not) Me
26. Fall For You
27. Let Me In
28. Break The Fate
29. The Last Chance
30.1 The Barriers
30.2 Begin and End
Fall For You: Special Part (Epilog + Note)

10. Between Truth and Lie

3.2K 368 34
By dusk813

"Ceritakan kebenaran dan buat seseorang menangis adalah lebih baik daripada menceritakan kebohongan dan buat mereka tersenyum."

ㅡPaolo Coelho, a Brazilian novelist





+++






Sekarang, Lee Haechan berada di depan gedung Design Lab yang dikatakan Kim Doyoung dalam pesannya. Mengamati orang yang akan keluar dari tempat ini.
Tidak menunggu waktu lama, orang yang sama dalam foto pesan itu keluar. Lee Haechan segera mengikutinya dari belakang, tidak mungkin ia melakukannya disini.

Pria itu berjalan melewati beberapa blok hingga akhirnya ia terhenti disebuah blok sepi dan lumayan sempit. Ia berhenti karena rasanya ada yang mengikutinya dari belakang, bulu romanya meremang seketika, namun ia mengacuhkannya dan kembali berjalan. Dalam perjalanannya ia melihat sosok gelap dibawah lampu malam, sosok itu menggengam pisau ditangannya. Pria ini menelan saliva payah saat sosok itu mendekat kearahnya, lantas pria ini mencoba lari sebisa mungkin.

Sayangnya, keberuntungan tidak memihak padanya malam ini. Sosok itu berhasil menangkapnya dan menghimpitnya ke dinding dibelakangnya. Menekan leher pria itu dengan lengan kokohnya, "Siapaㅡ" pria itu berucap lirih, "Yang mengutusmu... Anak muda..."

"Iri dan dengki yang mengutusku." Lee Haechan bersuara dengan ditatapnya kedua mata yang tertekan memohon dilepaskan. Melihat tatapan pilu itu membuat darah dalam tubuh Haechan semakin mendidih dan semakin menimbulkan gairah monsternya.

Ia paham betul. Dari informasi yang dikirim Kim Doyoung padanya, pria ini adalah pelukis ternama dan karyanya selalu suksss. Siapa yang tak menyimpan perasaan iri jika kau tak sehebat itu.

Tangannya terangkat, mengarahkan pisau ke mata kanan pria itu. Pria itu ketakutan, tubuhnya bergetar dan mengeluarkan keringat dingin.
Tanpa diduga, Lee Haechan menusuk perut pria itu lalu melepasnya. Ia jatuh berlutut memegangi perutnya yang terus mengeluarkan darah dan terbatuk. Pria itu mendongak, melihat sosok yang tinggi menjulang membuat Haechan menendang dadanya hingga menghantam dinding.

Seharusnya Haechan bisa menyelesaikan tugasnya lebih cepat dari malam ini. Tapi entah kenapa, ego dalam dirinya mengatakan bermainlah dengannya sebelum pergi. Ego yang bernama pembunuh yang telah menguasainya belasan tahun nyatanya tak bisa ia kalahkan.

Ia meraih rambut kepala pria itu dengan satu kepalan tangannya, pria itu merintih. ketahuilah tenaga Haechan begitu kuat, bahkan ia mampu mematahkan tulang layaknya mematahkan ranting pohon.
Kembali, ia mengangkat pisaunya dan menancapkannya tepat di nadi pria tersebut. Darah juga ikut menyembur kewajah dan kausnya.

Lalu ia berdiri, mengamati kesengsaraan dan kesakitan yang ia buat pada orang yang bahkan tidak ia kenal sama sekali. Lee Haechan sangat suka ekspresi seperti ini.


fall for you



Aku sedang pergi.

Makanlah yang ada dalam kulkas.

Akan kuantar setelah kembali.

Aku harap kau tak pergi, kawasan ini berbahaya.

Catatan itulah yang Huang Renjun temukan saat dirinya mencari Lee Haechan ke segala penjuru ruangan setelah bangun dari tidur panjangnya.
Iapun memanaskan olahan daging yang berada dalam lock&lock di kulkas dan mengambil satu kaleng minuman soda dan botol air mineral, ia tidak yakin pria tan itu yang memasaknya tapi rasanya sangat enak dan lezat dimulutnya.

"Rasanya aneh, apa sudah kadaluarsa?"

gumamnya setelah meminum kaleng minuman soda, dilihatnya tanggal kadaluarsa tetapi tanggal itu masih jauh dan masih aman untuk dikonsumsi, mungkin karena terlalu lama di lemari pendingin.

Renjun mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan, ia tampak gemas dengan apa yang dilihatnya. Beginilah anak muda yang tinggal sendiri di apartement, oh, lupa jika dirinya juga tinggal sendiri. Tapi dirinya tak seperti Lee Haechan, rupanya.

Pakaian kotor yang menumpuk, sampah yang tak terbuang beberapa hari dan barang-barang tersusun tidak rapi. Itulah yang Renjun lihat.
Ingin sekali ia membersihkan dan merapihkannya, agar terlihat seperti apartement berpenghuni. Dilihat-lihat, hunian yang ditinggali Haechan tampak gelap dan suram, agak menyeramkan.

Baiklah, dia ingin memberi kejutan sebagai rasa terimakasihnya pada Lee Haechan yang sudah menolongnya dan membawanya tidur di apartement.

Saat sedang membersihkan kamar Haechan, Renjun teringat sesuatu, ketika pria itu tanpa pakaian atasnya. Ia melihat luka yang hampir sama dengan Lee Felix. Ia jadi berpikir, apakah dimasa lalu kedua orang ini berkelahi hebat hingga menimbulkan luka dan goresan mengerikan seperti itu. Entahlah, ia sudah pusing dengan teka-teki yang Lee Felix buat untuknya.

+++

Pesawat baru saja melandas dengan sempurna di lapangan udara, Incheon International Airport. Kedatangan pesawat yang membawa penumpang dari Australia baru saja tiba, seluruh penumpang dan barang bawaan pun segera diturunkan.

"Jung Jaehyun!!" Panggilan yang setengah berteriak mengalihkan atensi pemilik nama, kemudian ia mengedarkan pandangan mencari sosok tersebut. Disana, tepat dibawah tanda lobby kedatangan, sosok dengan setelan kemeja navy yang memamerkan tulang selangka indahnya, celana jeans hitam dan rambut yang ditata kekinian tengah melambai antusias padanya. Jaehyun pun tersenyum menampilkan lesung pipi yang begitu manis dan menghampirinya.

Dua insan yang dilanda rindu ini berpelukan sangat erat, tak peduli banyak orang yang mengamati keduanya, "Hanya kau? Lee Haechan tidak ikut?" tanyanya setelah melepas pelukan tersebut dan menutup kancing atas kemejanya agar tidak mengundang sesuatu yang tidak diinginkan.

"Kenapa anak itu yang kau tanyakan pertama?" Pria manis ini mengerutkan kening halusnya. "Aku sudah melihatmu, maka aku mencari yang tidak ada." Jaehyun tidak bisa tidak gemas pada sosok di depannya ini ketika sedang merajuk, ia menangkup pipinya lalu menekannya kedalam. Begitu lucu.

Pria ini mencoba melepas tangkupan tangan Jaehyun pada pipinya, demi Tuhan itu sakit rasanya. "Anak buahmu banyak, kenapa hanya menanyakan dia?"

"Doyoung-ku cemburu?"

"Sudahlah." Jaehyun pun hanya bisa tertawa saat tangan kanan sekaligus kekasihnya ini merajuk dan memilih meninggalkan dengan membawa kopernya.

Lee Haechan kini berada di rumah Jung Jaehyun, baru saja tiba. Hwang Hyunjin, Choi Yeonjun dan lainnya menyambutnya bak pahlawan revolusi. Begitu dielu-elukan dan disanjung. Setelah meladeni orang-orang yang menurutnya aneh itu ia berjalan menuju ruang kerja Kim Doyoung, bermaksud mengabarinya bahwa tugasnya telah selesai dengan tepat.

Saat membuka pintunya, alangkah terkejutnya ia dengan apa yang matanya tangkap. Kim Doyoung sedang berciuman panas dengan Jung Jaehyun disisi meja kerjanya. Pakaian yang mereka kenakan pun sudah terlihat berantakan.

Keduanya pun terkejut dan segera menghentikan adegan tak senonoh tersebut. "Bisakah kau mengetuk pintu, anak sialan?!" Doyoung memekik.

"Kau yang bajingan, Kim." Ucapnya begitu tenang seakan tidak terjadi apa-apa. Hampir saja Doyoung akan melempar benda diatas mejanya pada Haechan, namun tangannya dicegah. "Sudah.."

Jung Jaehyun menatap Lee Haechan dengan tatapan teduh dan rindunya, "Aku kembali, Lee Haechan." namun pria itu hanya membalasnya dengan tatapan kosong.

"Bisa kau tinggalkan kami berdua?" Ucapnya pada Kim Doyoung, yang dipinta hanya mendengus kasar dan keluar meninggalkan keduanya.

Jaehyun mendekati Haechan, setelah sampai dihadapannya ia mengusap rambut depannya dengan lembut. "Aku pikir Doyoung memberitahumu, tidak ya?" Tidak ada jawaban atau kalimat yang keluar dari mulut Haechan, "Kau tidak rindu padaku?"






"Aku tidak tau, apa yang membuatnya begitu menyayangimu." Kalimat tersebut ia dengar setelah menutup pintu ruangan tersebut, kalimat yang begitu menyindir.

Haechan menjawab, "Kau iri padaku?" Kim Doyoung hanya terkekeh mendengar jawaban dari salah satu anak buahnya. "Aku? Iri pada seorang monster?"

Kini Haechan yang terkekeh atas jawaban pria yang diam-diam ia segani itu, "Kau lupa, kau juga monster."

Doyoung mendekat, lalu menggaruk leher yang sebenarnya tidak gatal. "Level kita berbeda. Aku akui levelmu jauh diatas ku, jadi kaulah monster yang sesungguhnya. Kau harus ingat, siapa yang membawamu kesini dan siapa yang membesarkanmu. Dia, Jung Jaehyun, seorang manusia keturunan iblis." ia menekan kalimat terakhir dan tersenyum remeh pada Haechan.."Kau dibesarkan dan dididik sebagai monster oleh iblis. Kau tak bisa kembali menjadi manusia normal. Itulah takdirmu"

Doyoung sangat puas dengan ekspresi yang anak itu buat, tidak terkejut tetapi terlihat guratan amarah disekitarnya. Pria ini senang sekali membuat emosi dan amarah Haechan perlahan naik tanpa alasan yang jelas ㅡhanya ingin bermain-main dengan jiwa monsternya saja, mungkin.

Doyoung pun tersenyum lalu meninggalkan Haechan dengan sejuta amarahnya, baru 5 langkah meninggalkannya Doyoung berhenti lalu memalingkan wajahnya kesisi kiri, "Kita berdua serta orang-orang dirumah ini sudah terjerat dan tak bisa lepas begitu saja, Lee Haechan."

Haechan melirik Doyoung yang perlahan menjauh lewat sisi matanya, ia tak membenarkan juga tak menyalahkan ucapannya. Ucapan itu sesuai fakta.


+++

Dalam perjalanan kembali ke apartemen-nya, pikiran Lee Haechan dikepung oleh bayangan Huang Renjun, dia harap anak itu benar-benar tidak pergi atau kabur dari apartemen-nya.

Turun dari bus, Lee Haechan bergegas melewati beberapa blok menuju tempat tinggalnya.

Mendadak ia menghentikan langkahnya. Entahlah, akhir-akhir ini dirinya sensitif akan keberadaan orang asing yang kemungkinan sedang mengikutinya diam-diam. Dia tidak yakin itu Felix, Jeno atau orang-orang The Black Rose. Ia menoleh kebelakang, ia tak menemukan seseorang atau semacamnya dibelakang, lantas ia melanjutkan kembali langkahnya menuju apartement.

Ia tiba di depan pintu apartement ㅡsedang menekan passcode. Suasana yang menyambutnya tidak biasa, terkesan lebih hidup. Dilihatnya rak sepatu yang sepatu dan sandal yang telah tertata rapi. Kemudian ia menyusuri lorong yang menghubungkan dengan ruang tengah, ia dapati Huang Renjun tengah tertidur duduk di sofa. Ia mendekati sosok yang membuat perasaan dan pikirannya tidak tenang, syukurlah anak itu baik-baik saja.

Ia berlutut ㅡmenyamai tingginya, dilihatnya wajah yang begitu damai namun Haechan dapat melihat kelelahan disana. Apa anak ini merapihkan apartemennya? intuisi yang ia dapat saat matanya menjelajahi ruang tengah.

bersih, rapi dan tertata.

Jemari kokoh Lee Haechan terangkat mengusap pelan rambut hitam milik pria China tersebut, matanya kembali melantunkan pujian pada wajah manis nan tenang tersebut.

Perlahan, mata Renjun terbuka, Haechan pun menurunkan tangannya segera. Kelopak mata yang indah itu mengerjap beberapa kali berusaha menormalkan penglihatannya. Ia lalu tersenyum pada Lee Haechan, "Kau sudah kembali, maaf aku ketiduran."

"Apa yang kau lakukan dengan tempat tinggalku?" Renjun membenarkan duduknya, menautkan jemarinya, dan menundukkan kepala gugup. "Maaf, Aku melihatnya sangat berantakan, jadi aku sedikit membersihkan dan merapihkannya." Haechan memperhatikan gerak-gerik jemari lentik tapi mungil milik Renjun.

Lee Haechan kemudian berdiri dan melepas jaketnya, "Lain kali jangan melakukan itu, kau menginap bukan untuk merapihkan apartemenku."

Renjun lantas berdiri dari duduknya, "Aku melakukannya sebagai rasa terimakasihku padamu." arah pandangnya mengikuti kemana Haechan beranjak. Pria itu menyampirkan jaketnya di tiang gantungan baju yang terletak di dekat rak penyimpanan.

Entahlah atau hanya perasaan Renjun. Pria itu memiliki kesan berbeda sejak kepulangan yang tidak tau darimana, yang biasanya terkesan mengerikan kini tampak sunyi dan wajah tan itu menampilkan gurat gelisah yang mana hanya Renjun yang dapat melihatnya. Ia masih mengamati Haechan begitu lamat, ingin rasanya ia menimpali ribuan pertanyaan pada pria itu. Tapi ia sadar betul, ia belum, lebih tepatnya tidak berhak bertanya tentang kehidupan pribadi seseorang.

"Kau sudah makan?" Pertanyaan singkat itu memecah lamunan Renjun, ia menggeleng pelan lalu mengikuti Haechan yang telah melangkah lebih dahulu menuju dapur.

Haechan memilih memasak ramyeon daripada memakan daging atau olahan lainnya dalam kulkas. Sebenarnya ia tak bernafsu makan sama sekali, tapi perutnya terus melakukan demo agar segera diisi. Ia menoleh sejenak ke arah Renjun yang sudah duduk manis di meja makan yang sangat minimalis; yang berjarak beberapa meter dari sampingnya.

Harus ia akui sepenuhnya, ia telah jatuh cinta pada pesona Huang Renjun.

Ia mengingat kembali tentang fakta yang belum Renjun ketahui, dirinya adalah seorang pembunuh.

Seorang monster jatuh cinta pada seorang malaikat yang bahkan hatinya begitu lembut melebihi malaikat itu sendiri. Lee Haechan seharusnya tidak jatuh cinta pada Huang Renjun.

Tanpa diduga, orang yang diamatinya membalas pandangannya, ia pun segera mengalihkan pandangannya pada rebusan mie ramyeon yang hampir matang. Pria China ini masih melihat kegelisahan meski hanya melihatnya dari samping.

Selang berapa menit, dua mangkuk ramyeon telah tersedia di hadapan keduanya. Renjun yang tengah menyantap ramyeon-nya tersadar jika milik Haechan belum tersentuh sama sekali, "Kau tidak makan, kenapa menatapku seperti itu?"

Ya, pria itu sedang menatap Renjun ketimbang memakan ramyeon miliknya. Hatinya menghangat melihat pria China itu makan dengan menggemaskan, "Habiskan makananmu." setelah itu akhirnya ia mengambil suap demi suap ramyeon yang telah dingin dan mengembang.

Keduanya kini berjalan menuju halte. Renjun sesekali mencuri pandang pada Haechan, meski ia menyembunyikan wajahnya dibalik tudung jaket Renjun masih dapat merasakan aura kegelisahan dan kecemasan dari pria tan itu.

"Lee Haechan, Kau baik-baik saja?" Ucapnya seraya meraih pergelangan tangan pria tan itu. Ia tidak bisa menahan pertanyaan tersebut, ia sudah muak dengan kegelisahan yang wajah tampan itu tampilkan. Haechan menoleh, ia dapat melihat sorot kekhawatiran dari matanya, ia hanya balas mengangguk tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.

Hari sudah mulai sore, langit yang awalnya berwarna biru berangsur berubah menjadi warna jingga dan sinar matahari perlahan memudar dari kota Seoul. Lee Haechan meninggalkan Huang Renjun hampir satu hari penuh di apartemennya, membiarkan pria itu lelah dengan kondisi tempat tinggalnya, rasa bersalah pun ikut mendatanginya. Ditambah pria itu telah melihat kondisi mood Haechan yang seakan hancur.

Lee Haechan melihat Renjun tengah menggambar disampingnya sambil menunggu bus datang. Ia tidak tahu, jika pria ini suka menggambar sesuatu yang indah. Mata sipitnya menajam berusaha menyalin detail yang akan digambar, rupanya pria ini sedang menggambar matahari yang mulai terbenam diujung jalan. Haechan mengikuti arah pandang Renjun, betul saja, pemandangan itu begitu indah dan cantik.

Akan tetapi sosok disampingnya lebih indah dan lebih cantik dari alam semesta.

Sejenak, ia teringat kotak pensil warna yang ia temukan dibawah pohon besar kampusnya. Itu jelas milik Huang Renjun dan Lee Haechan masih menyimpannya.

Karena terlalu fokus pada objek gambarnya, Renjun tidak sadar jika Haechan menatapnya penuh kekaguman. Tanpa sengaja dua manik masing-masing bertemu dan berakhir saling beradu pandang.

Keduanya saling memuji visualisasi nyata yang tersaji dihadapan dalam diam.

Hingga bus akhirnya datang dan menjemput keduanya. Mereka duduk bersebelahan, Renjun kembali membuka lembaran kertas yang terdapat hasil gambarnya tadi, lalu ia menulis sesuatu disana.

Perasaan itu kembali muncul diantaranya, perasaan enggan meninggalkan dan menyesal karena waktu berlalu begitu cepat. Keduanya tidak meninggalkan jejak percakapan sama sekali, tetapi hadirnya kedua belah pihak justru lebih berarti ketimbang percakapan yang harus dibuat. Keduanya begitu nyaman disisi masing-masing, tetapi dengan bodohnya tidak ingin mengungkap apa yang ada dalam hati mereka.

Menyembunyikan perasaan dalam kata gengsi.

Huang Renjun sama seperti Lee Haechan. Ia telah jatuh cinta pada pesona yang pria itu pancarkan dan kehangatan yang diam-diam ia tawarkan pada dirinya, Renjun merasakannya walau hanya setitik. Namun semuanya terkalahkan oleh mimik wajah angkuh dan super dinginnya. Ia juga tidak tau, apakah perasaannya suatu saat nanti akan terbalas.

"Jika kau tak sedang baik, usahakan bercerita pada orang yang kau percaya. Jangan dipendam sendiri, tidak baik." Renjun berucap sebelum beranjak pergi dari sisi Haechan menuju apartemennya. Ia menampilkan senyuman yang mampu membuat siapapun terlena olehnya, begitu hangat dan manis. Lalu ia membungkuk sebagai rasa terimakasih.

Ucapan selanjutnya yang keluar dari mulut Haechan entah kenapa membuat jantung Renjun seakan dibuat tidak berfungsi. Langkah kakinya terhenti saat itu juga,

"Apa kau mau percaya padaku?"

Renjun melihat kebelakang, tetapi Haechan telah melangkah jauh.

Lee Haechan masih menyusuri jalanan malam Seoul, jalanan yang menjadi rute-nya saat pikirannya sedang kalut. Pria tan itu akan berjalan hingga lelah dan mengantuk.

Setiap kali ia berpisah dengan Renjun, bayangannya selalu ikut memenuhi alam sadarnya, membuat pria ini harus berpikir dua kali.

Bagaimana jika anak itu mengetahui semuanya? Tentang Haechan yang menyukainya, tentang kotak pensil warnanya, tentang identitas dirinya yang seorang pembunuh dan segala kemungkinan yang akan terjadi.

Apakah anak itu akan membencinya? Apakah anak itu pergi meninggalkannya?

Sekarang, tampaknya Lee Haechan tidak peduli dan tidak mau ambil pusing soal perkataan Felix dulu. Yang katanya Renjun akan bernasib sama dengan Na Jaemin, Renjun akan menghentikannya sebagai pembunuh.

Dia hanya ingin bersama Huang Renjun.

Dia ingin melindunginya, menjaganya, menyayanginya dan menjadikan Huang Renjun miliknya seorang.

Setidaknya itu yang Haechan ingin lakukan sebelum Renjun sungguhan membencinya dan menyesal nantinya.

Ia mengeluarkan kotak pensil warna dari saku jaketnya, memandangnya nanar dan ibu jarinya mulai mengusap ukiran pinyin yang begitu indah. Setelahnya Ia menghela napas berat.

"Lakukan apa yang kau inginkan. Setidaknya hingga hari itu tiba." Ucapan dan suara itu mengejutkan lamunan Lee Haechan. Sontak ia menoleh kearah sumber suara, Lee Jeno dengan dua kaleng minuman soda ditangannya. Kemudian pria pemilik eyesmile itu mendudukkan diri disamping Haechan ㅡdipembatas jalan.

"Penyesalan tidak datang saat kau membuat keputusan, tapi dalam proses setelah itu..." Jeno menghentikan kalimatnya sejenak, ia menundukkan kepalanya.

"Tuhan memilkki skenario yang manusia tidak tau. Kita hanya disuruh membuat pilihan dan memutuskan lalu menjalaninya, sisanya biarkan Tuhan yang mengatur."

Ia menoleh pada Haechan dan menepuk pundaknya, "Jika kau benar-benar tulus menjalaninya, pasti akan menghasilkan sesuatu yang tidak terduga." lalu ia mengulurkan tangannya, memberi sebotol air mineral padanya.

Seraya menerimanya Haechan berucap, "Aku tidak yakin seorang malaikat tidak akan menyesal mengetahui monster apa yang bersembunyi dalam tubuh manusia."

Jeno tersenyum, lalu membuka tutup botol miliknya. "Tidak ada yang tau akhir dari skenario itu, bahkan malaikat pun tidak akan tau."

Keduanya meminum air mineral itu bersamaan.

Lee Haechan kembali menuju apartemennya, jika tidak bertemu Jeno mungkin saja ia akan menggelandang hingga pagi di jalanan sepanjang Seoul.

"...Akh!!" Lee Haechan memekik saat kepala bagian belakangnya terasa sakit akibat dihantam benda berat. Ia memegangi kepalanya sembari dirinya yang akhirnya tak bisa menopang berat tubuhnya, pukulan itu terlalu hingga kepalanya terasa berat dan sakit. "Siapa..."

Haechan berlutut, orang yang memukul dirinya malah menendang bahu kanannya hingga tersungkur. Ia tidak bisa melihat siapa orang yang berani melakukan ini padanya, pandangannya mengabur dan,

"Ini baru peringatan, Lee Haechan."

Ia mendengar kalimat itu, setelahnya ia tidak lagi sadarkan diri. Orang itu melangkahi tubuh Haechan yang pingsan lalu pergi dengan seringai kemenangan.











FALL FOR YOU:
BETWEEN TRUTH AND LIE











Continue Reading

You'll Also Like

239K 20.5K 32
Permainan petak umpet dimulai. Sembunyi jangan biarkan dia menemukanmu atau kamu akan mati. "Hihihi kamu ketahuan" ??DILARANG KERAS PLAGIAT Start : 1...
612K 29.9K 22
[Telah Dibukukan. Buku tersedia di Shopee Firaz Media] Hidup bahagia, tenang, dan bebas dari segala bentuk kekangan. Jelas semua itu adalah impian se...
79.6K 11K 11
Dengan malas-malasan Jeno menjemput adiknya di tempat penitipan anak. Jeno pikir hari itu akan selalu dirinya ingat sampai kapanpun karena dia meliha...
146K 13.1K 22
SUDAH TAMAT Description; Jika Renjun bisa tersenyum dengan sangat tulus, maka ia juga bisa menangis dengan sangat pedih. #3 fanfiksi -2 juni 2021 #12...