抖阴社区

Story cover for COFFEE IN LOVE by Rosamawarni17
COFFEE IN LOVE
  • Reads 173
  • Votes 10
  • Parts 11
  • Reads 173
  • Votes 10
  • Parts 11
Complete, First published Dec 06, 2020
Perjalanan Jehan yang merupakan seorang karyawan di sebuah kantor dan berusaha keluar dari zona nyaman dengan memberanikan diri  menjadi seorang barista. Berawal dari sebuah kedai kopi yang membuatnya tertarik dengan hal yang dilakukan seorang barista di bar. Namun menjadi seorang barista tak semudah yang dibayangkan, begitupun kisah cintanya. Dalam setiap pertemuan pasti ada perpisahan bukan?  Siapa yang bisa melangkahi takdir?
All Rights Reserved
Sign up to add COFFEE IN LOVE to your library and receive updates
or
#335barista
You may also like
PRIMROSE  by ytoway
11 parts Ongoing
Ia berdiri sedikit terpisah dari kerumunan, nyaris tak mencolok. Seorang laki-laki, tak jauh lebih tua dari Kanaya, dengan kamera tergantung di leher dan tangan yang bergerak cekatan menyesuaikan fokus lensa. Gerakannya halus, penuh perhitungan, dan entah bagaimana terasa seperti sesuatu yang sangat familiar bagi semesta. Lalu, tatapan mereka bertemu. Hanya sedetik, atau bahkan kurang, mata mereka bertemu di tengah riuhnya pidato dan langkah kaki siswa baru. Mata itu gelap, dalam, penuh ketenangan yang anehnya justru mengguncang. Tidak ada senyum basa-basi atau gestur canggung seperti orang yang tertangkap sedang diperhatikan. Ia hanya menatap. Singkat, lalu kembali ke kameranya seolah dunia Kanaya tak pernah bersinggungan dengan dunianya. Namun, dunia Kanaya berubah. Jantungnya berdetak tak beraturan, seolah iramanya tak lagi patuh pada hukum yang biasa. Ia menarik napas perlahan, mencoba menstabilkan diri, tapi dadanya terasa seperti sedang memeluk sesuatu yang baru dan belum ia pahami bentuknya. Tidak mungkin. Tidak mungkin ia merasakan ini. Kanaya Ayudya tidak percaya pada cinta pada pandangan pertama. Tidak pernah. Baginya, perasaan bukan sesuatu yang muncul dalam satu kedipan mata. Cinta adalah proses. Adalah pengenalan, pemahaman, percakapan panjang, tawa yang tumbuh, dan momen-momen yang tidak selalu manis. Ia selalu percaya bahwa hati bekerja dengan waktu, bukan kejutan. Tapi pagi itu, seluruh definisinya retak. Bukan hancur, tapi berubah. Bergeser. Karena pagi itu, di bawah langit yang masih muda, di antara suara pidato kepala sekolah dan deru angin yang menyapu dedaunan, di antara ratusan siswa yang berdiri dengan seragam putih abu-abu yang masih bersih tanpa noda... Ia telah jatuh cinta. Tanpa aba-aba. Tanpa alasan. Tanpa rencana. Dan pada saat itu, ia sedang memulai kisah yang belum ia duga akan menjadi penting.
You may also like
Slide 1 of 10
PRIMROSE  cover
sleeping beauty鉁呪渽(jikook) cover
Kopi & Deadline (On Going) cover
About Love cover
Bittersweet Coffee Cake [COMPLETED] cover
The Art of Loving You cover
Bukan Stalker [TAMAT] cover
Imperfect Match cover
Terima Kasih, Rumah cover
Arsyilazka cover

PRIMROSE

11 parts Ongoing

Ia berdiri sedikit terpisah dari kerumunan, nyaris tak mencolok. Seorang laki-laki, tak jauh lebih tua dari Kanaya, dengan kamera tergantung di leher dan tangan yang bergerak cekatan menyesuaikan fokus lensa. Gerakannya halus, penuh perhitungan, dan entah bagaimana terasa seperti sesuatu yang sangat familiar bagi semesta. Lalu, tatapan mereka bertemu. Hanya sedetik, atau bahkan kurang, mata mereka bertemu di tengah riuhnya pidato dan langkah kaki siswa baru. Mata itu gelap, dalam, penuh ketenangan yang anehnya justru mengguncang. Tidak ada senyum basa-basi atau gestur canggung seperti orang yang tertangkap sedang diperhatikan. Ia hanya menatap. Singkat, lalu kembali ke kameranya seolah dunia Kanaya tak pernah bersinggungan dengan dunianya. Namun, dunia Kanaya berubah. Jantungnya berdetak tak beraturan, seolah iramanya tak lagi patuh pada hukum yang biasa. Ia menarik napas perlahan, mencoba menstabilkan diri, tapi dadanya terasa seperti sedang memeluk sesuatu yang baru dan belum ia pahami bentuknya. Tidak mungkin. Tidak mungkin ia merasakan ini. Kanaya Ayudya tidak percaya pada cinta pada pandangan pertama. Tidak pernah. Baginya, perasaan bukan sesuatu yang muncul dalam satu kedipan mata. Cinta adalah proses. Adalah pengenalan, pemahaman, percakapan panjang, tawa yang tumbuh, dan momen-momen yang tidak selalu manis. Ia selalu percaya bahwa hati bekerja dengan waktu, bukan kejutan. Tapi pagi itu, seluruh definisinya retak. Bukan hancur, tapi berubah. Bergeser. Karena pagi itu, di bawah langit yang masih muda, di antara suara pidato kepala sekolah dan deru angin yang menyapu dedaunan, di antara ratusan siswa yang berdiri dengan seragam putih abu-abu yang masih bersih tanpa noda... Ia telah jatuh cinta. Tanpa aba-aba. Tanpa alasan. Tanpa rencana. Dan pada saat itu, ia sedang memulai kisah yang belum ia duga akan menjadi penting.