Cantik, pemberani, labil dan memiliki anger issues. Seperti itulah Afika di mata orang-orang.
Suara hentaman, pukulan serta erangan sudah tak asing lagi di telinganya. Semenjak ia kenal dengan seorang pria bernama Sean, entah kenapa tiba-tiba saja Afika dihadapkan dengan banyaknya masalah.
Namun di sisi lain, masih ada sosok Afkar yang dikenal sebagai cowok dengan penuh rasa sabar, ia terus berada di samping Afika baik dalam keadaan suka maupun duka. Ah, kalau bukan karena berhutang budi, Afkar juga enggan berurusan dengan gadis itu.
"From now and on, your being my girlfriend, ok? Gue nggak terima penolakan, titik."
"Lo itu lebih dari apapun di hidup gue, Fik. Jadi gak usah aneh-aneh deh, atau gue bakalan cepuin hal ini ke Bokap lo?"
"Stress, pokoknya gue stress kenal lo semua! Gue muak!!!"
"Presto? Presto apa? Itu bom versi dapur kan?!" Anya masih panik.
"Itu alat masak, bukan senjata kimia. Emang bunyinya kayak gitu. Nek Lina masak sop iga, dan itu butuh tekanan tinggi, makanya suaranya kaya gitu. Ga bakal meledak, santai aja."
Anya berhenti di tengah langkahnya. "...Oh."
"Lo kira rumah ini markas mafia sampe ada bom di dapur?" Yohan mencibir sambil membuka tutup panci perlahan, memperlihatkan isinya. Aroma kaldu langsung menguar, harum dan menggoda.
Anya mendengus. "Ya sorry lah. Gue baru tinggal di sini, ga ngerti sistem rumah lo."
Yohan menoleh sambil nyengir. "Gue catet. Lo takut panci."
"Gue catet juga. Lo bikin orang panik bukannya nenangin," balas Anya sinis.
mau tau kelanjutannya ceritanya? Let's goooo, langsung baca ajaaa👉👉👉