Tidak semua orang punya orang tua yang bisa diandalkan.
Ada kalanya kita yang diandalkan oleh mereka, di setir layaknya robot tanpa punya rasa.
mereka tak mau mendengar sedikit pun keluhan, semuanya harus tertata sempurna, selayaknya Tuhan yang tanpa kekurangan.
kisah empat remaja, yang berusaha bertahan ditengah luka yang mereka punya, tentang masalah keluarga yang berbeda, namun dengan torehan luka yang sama.
"capek bangett fuck, pengen pulang aja rasanya, tapi kemana gue harus pulang? " hanan
"ke gue, pulang ke gue, anggap gue rumah lo, rumah kalian" nata
"nat, peluk gue, gue butuh di puk-puk, sambil di pat-pat, perihal gue yang lima bulan lebih dulu minum susu, gue tetep butuh pelukkan lo. Hari ini ibu datang lagi, dia minta duit hasil gue meres keringet" raga
"sini gue peluk, sambil puk-puk dan pat-pat. gapapa ya? nanti allah ganti duit lo yang lebih banyak dari yang lo kasih, buat makan nanti, lo ga usah pusing, nanti gue masakin lo tiap hari, kalo ada kebutuhan lo bisa pake uang gue dulu" nata
"nat, gue pengen mati aja, hidup juga percuma, bokap selalu mukul gue, gue capek nat" jagat
"sutt ga boleh ngomong gitu, sini lukanya gue obatin, kalo capek istirahat ya, jangan Coba-coba buat mati, mati bukan suatu hal yang bisa dicobain, capeknya dibagi sama gue, biar lebih ringan" nata
"gue ga seberguna itu ya? gue ga seberharga itu ya? apa salah gue bodoh? gue juga ga mau terlahir jadi orang bodoh" nata
"nat yang perlu lo tau, lo itu berharga buat kita, lo permata yang wajib kita jaga keindahannya" jagat
"lo ibarat penerang di kegelapan, lo sangat amat berharga, tangan mungil lo ini, yang udah narik kita dari lingkaran setan" hanan
"lo ga salah, dan lo ga bodoh, lo terlalu pintar, dan terlalu berharga buat kita" raga
#00line
#renjun
#jeno
#haechan
#jaemin
Dua cangkir di satu meja. Salah satunya kopi hitam yang mulai dingin, satunya lagi teh hangat yang baru diseduh. Sama seperti mereka-dua orang yang dulu satu keluarga, kini seperti orang asing di bawah atap yang sama.
Dewa sudah terbiasa hidup sendiri. Ia bisa makan mi instan kapan saja tanpa ada yang mengomentari. Bisa pulang larut tanpa ada yang menunggu. Bisa menjalani hari-harinya tanpa merasa harus menjelaskan apa pun kepada siapa pun.
Lalu datang ayahnya, yang entah sejak kapan mulai mengatur ulang dunianya. Mengajaknya makan bersama, menyeduhkan teh di pagi hari, bahkan diam-diam mengganti mi instan dengan sesuatu yang lebih bergizi.
Dewa tidak mengerti-apa yang sebenarnya diinginkan ayahnya? Kenapa setelah tujuh tahun pergi, kini ia kembali dan bertingkah seolah-olah segalanya masih bisa diperbaiki?
Di sisi lain, ada Nira, seseorang yang selalu ada untuknya. Tapi kini, ia merasa semakin jauh. Hubungan yang dulu terasa nyaman perlahan berubah menjadi sesuatu yang penuh pertanyaan.
Di antara meja makan yang dulu selalu sepi, dua cangkir yang tak pernah sama, dan sepiring mi instan yang akhirnya tak lagi dimakan sendirian, Dewa harus menghadapi sesuatu yang selama ini selalu ia hindari: apa arti pulang yang sebenarnya?
Slow fic
Sudah selesai ditulis sampai ending, sudah dipublikasikan pula semuanya. Sebab, aku tidak suka menunggu. Jadi, aku tidak akan membuatmu menunggu.
48 bab secara total.
Bacalah jika menurutmu layak dibaca, tinggalkan jika menurutmu membosankan.
Terima kasih sudah meluangkan waktumu yang berharga.
by Tigajully 2025